Kota Sorong,sorongraya- Menyikapi fenomena politik yang saat ini terjadi di Papua Barat Daya terkait keaslian orang Papua.
Setiap Bakal Calon (Balon) Gubernur dan Wakil Gubernur, Partai Politik dan masyarakat Papua Barat Daya minta untuk menghormati dan menghargai apapun keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya yang akan memberikan rekomendasi persetujuan dan/atau tidak memberikan rekomendasi terhadap Balon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Daya kepada penyelenggara negara
Hal itu diungkapkan praktisi hukum Jatir Yudha Marau, Selasa, 03 September 2024
Lebih lanjut Yudha menjelaskan bahwa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di daerah Khusus telah di atur dalam Pasal 140 Ayat (1), (2) dan (3) serta Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.
” Dalam aturan itu disebutkan bahwa Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua Pegunungan, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Selatan dan Provinsi Papua Barat Daya memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua yang ada di setiap Provinsi di tanah Papua,” jelasnya.
Ia menambahkan, KPU Provinsi menyampaikan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada MRP Provinsi Papua, MRP Provinsi Papua Barat, MRP Provinsi Papua Pegunungan, MRP Provinsi Papua Tengah, MRP Provinsi Papua Selatan, dan MRP Papua Barat Daya untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan.
” Pemberian pertimbangan dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan,” ujar Yudha.
Yudha menyebut, berdasar Pasal 1 Ayat (8) UU RI Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua disebutkan ” Majelis Rakyat Papua yang selanjutnya disingkat MRP adalah Representasi Kultural Orang Asli Papua, Yang Memiliki Wewenang Tertentu Dalam Rangka Perlindungan Hak-Hak Orang Asli Papua Dengan Berlandaskan Pada Penghormatan Terhadap Adat Dan Budaya, Pemberdayaan Perempuan, Dan Pemantapan Kerukunan Hidup Beragama Sebagaimana Diatur Dalam Undang-Undang.
Selanjutnya. pada Pasal 20 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, di sebutkan MRP Mempunyai Tugas Dan Wewenang Memberikan Pertimbangan Dan Persetujuan Terhadap Bakal Calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Yang Diusulkan Oleh Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah;”ungkapnya.
Ia pun menegaskan bahwa kewenangan memberikan pertimbangan dan persetujuan untuk menilai balin gubernur dan wakil gubernur itu apakah OAP yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP oleh masyarakat adat Papua mutlak berapa MRP Provinsi Papua Barat Daya.
” Apapun keputusan MRP merupakan keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat final. Menimbulkan akibat hukum oleh karena itu, jika ada paslon yang tidak menerima dengan rekomendasi MRP dapat mengajukan upaya hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegasnya.
Yudha menilai bahwa pertimbangan dan persetujuan MRP mejadi syarat mutlak bagi balon gubernur dan wakil gubernur untuk dapat di tetapkan sebagai paslon gubernur dan wakil gubernur oleh KPU Papua Barat Daya sesuai Pasal 140 Ayat (1) dan (2) PKPU Nomor 8 Tahun 2024.
Dalam ketentuan tersebut KPU tidak di berikan Kewenangan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat berperan sebagai representasi kultural OAP.
” Jika terdapat palon yang tidak mendapat persetujuan dari MRP, maka sepatutnya salon tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peserta pemilukada,” tegasnya.
Ia pun menyoroti dinamika publik pasca pendaftaran pasangan Alfaris Umlati dan Petrus Kasihiuw mendaftar di KPU Papua Barat Daya melakukan Pendaftaran pada KPU Papua Barat Daya.
Pasangan ini paling disoroti oleh masyarakat asli Papua maupun masyarakat nusantara di berbagai media cetak, elektronik dan medsos. Bahkan telah terjadi demonstrasi besar yang menyatakan paslon ARUS bukan OAP.
” Desakan terhadap MRP bermunculan untuk tidak memberikan rekomandasi terhadap paslon ARUS sebagai OAP dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP,” ujarnya.
Yudha berharap, MRP dapat mengambil sikap tegas jika dalam peetimbangannya terdapat paslon yang bukan OAP dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP untuk tidak merekomendasikan pasangan tersebut sebagai paslon gubernur dan wakil gubernur kepada KPU Papua Barat Daya.