BINTUNI. sorongraya.co – Pembangunan Train Tiga pada LNG tangguh dengan total investasi sebesar Rp 160 triliun diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Kabupaten Teluk Bintuni, khususnya masyarakat 7 suku.
Pemerhati Industri Migas Kabupaten Teluk Bintuni, Alexander Kolaai Narwadan mengatakan, meski investasi capai triliunan rupiah namun pada kenyataannya masyarakat setempat belum merasakan dampak yang siginfikan.
Menurut Alex, sejak 2014 hingga saat ini data BPS menyebutkan angka kemiskinan di Teluk Bintuni hanya turun 2 persen, hal tersebut berbanding terbalik dengan investasi bernilai triliunan rupiah di Bintuni. “ini yang seharusnya lebih dapat menggenjot perekonomian masyarakat sehingga angka kemiskinanpun dapat ditekan,” ujar Ales kepada sorongraya.co. Rabu lalu 7 Februari 2018.
Alex menilai penyebab utamanya adalah tidak adanya keterbukaan informasi dari BP Tangguh. Dicontohkannya, CSTS sebagai kontraktor penyedia tenaga kerja harus lebih spesifik menjelaskan jenis tenaga kerja dan jumlah tenaga kerja yang diinginkan agar disiapkan oleh pemerintah.
Selain itu kegiatan ekonomi seperti pengadaan bahan makanan, transportasi dan sebagainya dari para tenaga dan pekerjaan pengadaan lainnya yang bisa melibatkan pengusaha lokal di Bintuni agar disampaikan secara terbuka kepada Pemerintah Daerah untuk disiapkan.
Disisi lain Pemerintah Bintuni secara jeli telah melihat permasalahan ini dan langsung mengambil jalan keluar dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Nomor 20 tahun 2017, tentang pembentukan tim optimalisasi kandungan lokal atau local contain yang akan diisi oleh pemerintah daerah, pihak investor serta pengusaha lokal.
Tugas tim ini untuk mengawasi, melakukan koordinasi serta mengidentifikasi hal hal apa saja yang dibutuhkan oleh bp tangguh. “Dengan begitu proyek triliunan rupiah tersebut dapat diserap secara maksimal oleh masyarakat dan turut menggenjot perekonomian mereka,” tutur Alex. [mon]
Pak Alex ini, Bukan orang ‘pengamat migas’.
Kalau Pak Alex pengamat migas, mari kita bicara pemanfaatan Quota gas 20 MMSCFD yang diberikan pemerintah pusat utk pemerintah propinsi Papua Barat… Kalau kita bijak kelola 20 MMSCFD kita tidak akan ribut soal tenaga kerja, penerangan diseantero Papua Barat dan Papua.
Listrik yang secara terang-terangan diberikan tidak dikelola dengan baik,…. Bagaiaman dengan penambahan Quota 4 MW yang akan dikasih lagi…. Bisa dikelola dengan baik,…?
Entah ‘lah…
Slm,
Norbertus Wangbon