SORONG,sorongraya.co-Proses penetapan anggota DPR Papua Barat Daya otonomi khusus melalui mekanisme pengangkatan oleh Panitia Seleksi (Pansel) Papua Barat Daya menuai kontroversi.
Ketua Umum Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Papua Barat Daya, Yanto Ije, kepada media ini, Selasa, 19/02/2025. Menilai proses seleksi ini sarat kepentingan, tidak prosedural, dan berpotensi menghadapi gugatan hukum.
Menurut Yanto, sejumlah kejanggalan ditemukan dalam tahapan seleksi, termasuk dalam Surat Keputusan Gubernur Papua Barat Daya Nomor 148 Tahun 2024. Salah satu yang dipermasalahkan adalah penambahan satu kursi di Kabupaten Sorong, Kota Sorong, dan Kabupaten Raja Ampat, yang didasarkan pada tingginya persentase Orang Asli Papua (OAP).
Namun, ia menegaskan bahwa seleksi seharusnya terbuka untuk semua OAP tanpa diskriminasi suku tertentu.
“Kami melihat potensi gugatan hukum karena prosedurnya tidak transparan. Seleksi di tiga wilayah tersebut seharusnya terbuka untuk semua OAP, bukan hanya kelompok tertentu. Ini bisa menimbulkan perpecahan,” ujar Yanto.
Selain itu, ia menyoroti ketidaksesuaian jumlah kandidat yang dikirim oleh beberapa kabupaten. Kabupaten Raja Ampat, misalnya, mengirim 13 kandidat, meskipun seharusnya hanya tiga orang. Sementara Kabupaten Maybrat mengirim 11 kandidat. Yanto menilai proses seleksi di tingkat provinsi tidak memiliki standar yang jelas dan melanggar prosedur.
Ia juga mempertanyakan pengumuman hasil seleksi yang dilakukan menjelang akhir masa jabatan Penjabat (Pj) Gubernur Papua Barat Daya. Keputusan tersebut dinilai prematur dan terkesan dipaksakan.
“Seharusnya Pansel bekerja secara transparan dan tidak membebani gubernur definitif dengan keputusan ini. Semua tahapan harus jelas, termasuk nilai seleksi dan pengalaman para calon dalam mengadvokasi kepentingan OAP,” tegas Yanto.
Yanto menekankan bahwa mekanisme pengangkatan DPR Otsus harus menjadi contoh yang baik untuk wilayah lain di Papua. Menurutnya, semangat otonomi khusus adalah memperkuat persatuan OAP, bukan memperbesar potensi perpecahan.
“DPR Otsus ini dibentuk karena kesadaran bahwa OAP sulit bersaing dalam jalur pemilihan. Maka, kuota ini harus untuk semua OAP, bukan hanya segelintir orang,” ujarnya.
Ia pun memperingatkan bahwa jika kejanggalan-kejanggalan ini tidak diperbaiki, gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mungkin akan diajukan.