SORONG,sorongraya.co- Dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum berlangsung di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa,17 Mei 2022.
Jaksa Penuntut Umum, Eko Nuryanto di dalam tuntutannya menuntut terdakwa Maikel Yaam, Amos Ky dan Robianus Yaam dengan pidana penjara seumur hidup. Ketiga terdakwa di anggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan JPU, melanggar Pasal 340 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara untuk terdakwa Maklon Same alias Peles, Yakobus Worait dan Agustinus Yaam di tuntut 20 tahun penjara. Ketiga terdakwa ini dinyatakan melanggar Pasal 340 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP oleh JPU.
Setelah dibacakannya tuntutan ini, tentunya pada sidang lanjutan Selasa pekan depan, kesempatan daripada Tim Penasihat Hukum terdakwa untuk menyampaikan Nota Pembelaan.
” Tuntutan setebal 116 halaman tersebut tidak dibacakan seluruhnya melainkan poin-poin pentingnya saja termasuk keadaan yang memberatkan dan meringankan yang menjadi alasan kita mengajukan tuntutan seumur hidup dan 20 tahun penjara,” kata Kajari Sorong melalui Kasi Intel, I Putu Sastra Adi Wicaksana, Selasa sore (17/05/2022).
Sastra menambahkan, keadaan yang memberatkan bahwa tindak pidana yang di lakukan oleh para terdakwa termasuk dalam kriteria perkara penting berskala nasional karena menimbulkan korban jiwa dalam jumlah banyak atau yang di lakukan secara sadis atau merusak bangunan atau obyek vital nasional. Tindak pidana yang di lakukan para terdakwa mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Tindak pidana yang di lakukan para terdakwa menimbulkan keresahan yang meluas bagi masyarakat. Tindak pidana yang di lakukan para terdakwa menimbulkan penderitaan yang mendalam dan berkepanjangan bagi korban dan keluarganya serta tindak pidana tersebut di lakukan secara sadis oleh para terdakwa dan para terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan serta tidak mengakuinya.
Sedangkan keadaan yang meringankan, terdakwa Maklon Same alias Peles, Yakobus Worait dan Agiatinus Yaam belum pernah di hukum.
” Berbeda dengan terdakwa Maikel Yaam, Amos Ky dan Robianus Yaam yang tidak ditemukannya keadaan yang meringankan,” kata Sastra.
Sastra pun mengaku bahwa rencana tuntutan dalam perkara ini dari Kejaksaan Agung.
Menanggapi tuntutan JPU, penasihat hukum terdakwa Leonardo Ijie menganggap bahwa tuntutan itu tidak rasional. Pasalnya, tidak berdasarkan pada fakta persidangan.
Menurut Leo, pertama, khusus terdakwa Maklon Same alias Peles, Yakobus Worait dan Agustinus Yaam di dalam peraidangan tidak ada satu saksi yang melihat bahwa ketiganya berada di TKP. Bahkan saksi memberikan keterangan bahwa para terdakwa ini tidak berada di TKP.
Demikian halnya dengan terdakwa Maikel Yaam, Amos Ky dan Robianus Yaam, sama sekali tidak berada di TKP. Keterangan yang disampaikan oleh anggota TNI AD yang menjadi korban tidak mengetahui secara pasti keberadaan para terdakwa. Sama halnya dengan rapat-rapat yang di lakukan terdakwa seperti yang didalilkan oleh JPU, saksi pun tak mengetahuinya.
Pertanyaannya, berdasarkan faktanya mana sehingga JPU menuntut terdakwa dengan tuntutan seumur hidup dan 20 tahun penjara,” kata Leo.
Lebih lanjut Leo mengatakan alasan yang kedua, yang melakukan autopsi bukanlah dokter forensik melainkan dokter biasa.
Ketiga, JPU mengetahui bahwa saksi verbalisan di duga melakukan intimidasi terhadap terdakwa Maikel Yaam, Amos Ky dan Robianus Yaam sebelum sidang pemeriksaan saksi verbalisan.
” Kami punya buktinya berupa rekaman video. Dugaan intimidasi di lakukan dua kali, tanggal 27 dan 30 April lalu,” ujar Leo.
Dugaan intimidasi yang di lakukan saksi verbalisan terkait keterangan ketiga terdakwa yang tidak mengakui bahwa berada di TKP, sehingga untuk memperjelas majelis hakim meminta dihadirkannya saksi verbalisan. Sayangnya, sebelum persidangan, saksi lebih dulu berkunjung ke rutan tempat terdakwa di tahan lalu melakukan intimidasi.
Diakui Leo bahwa saksi verbalisan yang di duga melakukan intimidasi diketahui berinisial H, F dan yang satunya lagi saya lupa.
” Yang jelas, ketiga terdakwa telah mengaku kepada kami diintimidasi, ada rekaman videonya. Makanya, dalam sekejap keterangan klien kami berubah. Mereka mengakui perbuatannya sehingga sidang pemeriksaan saksi verbalisan di tiadakan,” ungkapnya.
Pengacara berambut gimbal ini pun menegaskan bahwa ada ketakutan daripada penyidik Polda Papua Barat dan JPU karena tidak mampu membuktikan bahwa para terdakwa di TKP saat peristiwa penyerangan pos koramil Kisor terjadi.
Semua alasan ini akan kami masukan ke dalam nota pembelaan yang akan dibacakan pada sidang lanjutan Selasa pekan depan.
” Kami sangat menyayangkan jika permhonan kepada majelis hakim untuk melihat rekmaan CCTV terkait dugaan intimidasi di rutan Polda Sulawesi Selatan tidak di gubris,” ujar Leo.
Leo menilai bahwa PN Makassar tidak mampu memberikn rasa aman kepada terdakwa. Padahal kewenangan untuk menahan kan berada di majelis hakim.
” Jika sudah demikian, penyidik telah melakukan pelcehan terhadap kewenangan majelis hakim,” tambah Leo.
Diketahui sidang tuntutan perkara penyerangan posramil Kisor dipimpin hakim Frangklin B. Tamara dan dihadiri oleh JPU Eko Nuryanto serta penasihat hukum terdakwa dari LBH Makassar, kolaborasi dengan LBH Kaki Abu Papua Barat, Adi Pratama.