SORONG, sorongraya.co – Ketua Komisi I DPRD Papua Barat, Abdullah Gazam menilai Surat Edaran Walikota Sorong nomor 443.1/258 mengenai pembatasan waktu beraktivitas khususnya para pengusaha perlu direvisi kembali.
Menurutnya, pebatasan waktu mulai pukul 05.00 WIT sampai dengan pukul 19.00 WIT tidak berpihak kepada seluruh pengusaha, khususnya pedagang kaki lima yang mulai beraktivitas mulai pukul 17.00 WIT (5 sore).
“Penegasan pada poin ke Dua Surat Edaran tersebut harus ada pengecualian kepada para pelaku usaha, khususnya para pedagang kaki lima yang biasanya baru memulai berjualan dari jam 5 sore sampai dengan waktu malam hari,” tutur Gazam kepada sorongraya.co. Minggu 10 Mei 2020.
“Misalnya mama-mama pelaku usaha yang berlokasi di depan GOR Kompleks Pasar Bersama, bahwa yang mereka jual itu berupa jajanan makanan menu berbuka puasa dan sahur, karena bertepatan dengan bulan Ramadhan. Begitu pun para pedagang malam di sekitaran Toko Thio dan sepanjang jalan Basuki Rahmat,” tambah Abdullah Gazam.
Bagi Abdullah Gazam, hal yang perlu dipertimbangkan adalah durasi mereka berjualan jelang berbuka puasa dari Pukul 17.00 WIT. Ketika kebijakan Walikota Sorong untuk menyamaratakan dengan pelaku usaha lainya yang sudah mulai berjaualan dari jam 05.00 WIT subuh, maka disinilah letak ketidakadilan dan tidak pekanya pemerintah dalam melihat masyarakatnya.
“Jika pelaku-pelaku usaha yang saya sebutkan kalau sekiranya mereka berjualan mulai dari jam 5 sore kemudian harus ditutup di jam 7 malam, berarti hanya 2 jam saja mereka berjualan, secara logika akal sehat apakah jualan mereka sudah laku terjual semua,” tegas Abdullah.
Atas kebijakan pemerintah Kota Sorong, lanjut Abdullah ada sejumlah mama-mama pedagang kaki lima menangis karena jualannya dibawa pulang karena belum laku. “Mau putar untuk modal jualan kembali saja sudah susah. Kalau seperti ini dimana hati nuranimu Pemerintah Kota Sorong,” tanya Abdullah Gazam.
Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Papua Barat ini mengatakan bahwa gaji pejabat negara seperti walikota sorong setiap bulannya sudah jelas. Berbeda dengan para pedagang kaki lima yang harus berjualan dahulu barulah mendapat pemasukkan.
“Ingat bahwa kalian dibayar oleh negara tiap bulan jelas pemasukanya, tetapi mereka rakyat biasa itu dari mana kalau bukan dengan cara berjualan.? Memang pemerintah kota Sorong ada berikan mereka bantuan kah sampai begitu kerasnya membubarkan mereka dengan cara seperti itu,” tegas Abdullah Gazam.
Terkait Bantuan Sosial sendiri, Abdullah Gazam mengaku bahwa mereka yang berjualan itu tidak ada satu pun yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sehingga bagi Gazam sangat wajar apabila para PKL berjualan demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
“Masa tidak ada toleransi dari pemerintah. Harus ada pengecualian kepada pelaku-pelaku usaha yang mulai berjualan dari jam 5 sore sampai dengan Jam 9 malam dengan tetap mengikuti himbauan pemerintah menjaga jarak dan menggunakan masker. Kebijakan yang di buat jangan menurut selera sendiri, tetapi harusnya ada kajian lapangan lebih mendatail dan matang baru keluarkan kebijakan,” tegasnya. [tri]
Editor: junaedi
Respon (2)