FAKFAK.sorongraya.co – Dokter ahli forensik dari Kendari Sulawesi Tenggara yang didatangkan Sat Reskrim Polres Fakfak, Provinsi Papua Barat akhirnya menyimpulkan penyebab kematian salah satu instruktur senam di daerah setempat.
Dokter menyimpulkan bahwa, kematian instrukstur senam Evelin Irawati alias Ira, diakibatkan oleh asfiksia atau kondisi kekurangan oksigen saat bernafas. Dan hasil tersebut setelah dokter mengotopsi jasad korban pada Rabu (23/10) pagi.
Kasat Reskrim Polres Fakfak, AKP. Misbachul Munir, S.I.K. menjelaskan bahwa, selain asfiksia, dokter juga menemukan penyakit lain yang diidap oleh korban, yakni paru-paru dan lambung.
“Kesimpulan dokter, korban meninggal karena asfiksia, tetapi ada juga penyakit lain dalam tubuh korban, seperti paru-paru dan sakit lambung. Pada paru-paru sebelah kiri, ada penghitaman. Sedangkan di lambung, ditemukan infeksi lambung yang cukup parah,” terang Munir.
Menurut Munir, untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian korban, apakah ada indikasi tindak pidana atau tidak, maka polisi akan melanjutkan penyelidikan dengan melakukan uji laboratorium atas DNA yang terdapat pada barang bukti yang sudah dikumpulkan.
“Kami akan tes DNA terhadap barang bukti, seperti handuk, contoh darah dan cairan tubuh korban. Mungkin minggu depan sudah kami laboratoriumkan. Sementara itu, hingga kini kami telah memeriksa lebih dari 10 orang saksi,” ujar Munir.
“Jika ada indikasi tindak pidana, maka penyidikan kami lanjutkan. Namun bila tidak ditemukan indikasi tindak pidana, penyidikan kami hentikan,” tambahnya.
Sebelumnya, ibu dua anak ini ditemukan pada Selasa (22/10) siang dalam kondisi sudah tak bernyawa. Saat ditemukan oleh pemilik kost dan teman korban yang membuka paksa pintu kamar, korban ditemukan sudah tergeletak di lantai dengan kondisi tubuh yang telah membengkak dan kulit menghitam.
Terdapat handuk putih yang terikat di mulut korban. Kondisi inilah yang memunculkan dugaan bahwa Ira menjadi korban pembunuhan.
“Bila diduga korban dibekap sehingga tidak bisa bernafas, dokter forensik tadi tidak menemukan tanda-tanda kekerasan di mulut atau bibir dalam korban. Biasanya, bila dibekap ada bekas kekerasan di bibir bagian dalam. Tapi Itu tidak ditemukan,” jelas Munir.
Aris Budianto, ayah angkat korban dimana dalam akta kelahiran Ira, dia disebut sebagai ayahnya, berharap polisi mampu mengungkap kasus ini agar orangtua dan keluarga bisa lebih tenang.
Meski demikian, pihaknya belum bisa menyimpulkan penyebab lain kematian Ira, apakah terkait dengan hubungannya dengan seseorang, atau karena sebab lain.
“Polisi ternyata juga telah menelusuri jejak digital dari hand phone Ira dan hand phone seseorang yang diduga terkait dengan peristiwa ini. Namun dari penelusuran tersebut, belum ditemukan benang merah yang bisa mengaitkan orang tersebut dengan peristiwa ini,” ujarnya.
Sementara itu, Masyita, rekan dekat Ira menjelaskan bahwa, Ira orang yang baik dan tidak punya musuh. Dirinya berharap, kematian Ira hanya karena sakit, bukan karena sebab lain.
“Saya pada Sabtu siang masih bersama dia, dan masih komunikasi melalui HP pada malam Minggu. Saya sampaikan bahwa kurma pesanannya sudah ada. Dia memang suka makan kurma. Namun minggu hingga Senin, saya tidak bisa komunikasi lagi. Panggilan telepon saya masuk, tapi tidak diangkat,” jelas Masyita, yang tak bisa membendung tangisnya saat berada di kamar jenazah RSUD Fakfak.
Kasat Reskrim berharap, keluarga dan masyarakat menunggu proses penyelidikan dan tes DNA yang akan segera dilakukan dan menghindari persepsi negatif dari peristiwa ini. [wah/krs]