MANOKWARI, sorongraya.co – Masyarakat adat suku Mpur yang mendiami wilayah Manokwari Barat kembali melakukan aksi pemalangan jalan pada Jumat, 27 Juni 2025. Aksi ini dilakukan tepat di jalur strategis antara kaki Gunung Doa hingga Jembatan Kali Buaya, Distrik Sidey, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya. Akibat aksi tersebut, seluruh aktivitas transportasi lintas provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya lumpuh total.
Pemalangan ini merupakan aksi lanjutan sebagai bentuk kekecewaan masyarakat terhadap sikap Bupati Tambrauw, Yeskiel Yesnath, yang dinilai ingkar janji dalam menyikapi aspirasi masyarakat terkait rencana pemekaran daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Manokwari Barat.
Sebelumnya, masyarakat menerima undangan resmi dari Bupati Tambrauw dengan nomor: 005/147/2025 tertanggal 26 Juni 2025, yang ditujukan kepada tim DOB Manokwari Barat, tim DOB Kabupaten Mpur, serta tokoh masyarakat untuk menghadiri pertemuan di Fef. Namun, pertemuan yang dinantikan itu tidak terlaksana tanpa penjelasan jelas dari pihak pemerintah.
Ketua Aliansi Pembentukan DOB Kabupaten Manokwari Barat, Marinus Bonepai, menyebutkan bahwa sikap tidak konsisten Bupati Tambrauw menunjukkan kurangnya kepedulian terhadap perjuangan panjang masyarakat adat Mpur yang telah bersatu demi pemekaran wilayah mereka.
“Pemalangan ini bukan sekadar aksi reaktif, melainkan simbol kekecewaan mendalam seluruh masyarakat Mpur. Penundaan kunjungan tim Kemendagri ke calon DOB Manokwari Barat karena surat dari Bupati Tambrauw telah mematikan harapan masyarakat,” ujar Marinus.
Ia juga menyinggung proses penyatuan dua tim pemekaran DOB Manokwari Barat dan DOB Mpur yang sebelumnya telah difasilitasi oleh Gubernur Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan, pada 28 Februari 2025 di Fanindi, Manokwari. Kesepakatan tersebut menghasilkan sinergi baru untuk memperjuangkan satu DOB bersama, yakni Kabupaten Manokwari Barat.
“Tim sudah bergerak, bahkan audiensi dengan Direktur Otda Kemendagri sudah dilakukan dan dijadwalkan sosialisasi tanggal 20 Juni 2025 di Kebar. Sayangnya, semua batal karena satu surat dari Bupati Tambrauw,” jelasnya.
Marinus menegaskan bahwa masyarakat Mpur menuntut Bupati Tambrauw segera turun langsung ke lokasi pemalangan dan memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat adat mengenai alasan sebenarnya di balik intervensi surat kepada Kemendagri.
Lebih lanjut, ia menyerukan keterlibatan aktif dua kepala daerah, yakni Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dan Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, untuk segera turun tangan menengahi dan mencari solusi konkret demi kelanjutan proses pemekaran yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
“Masyarakat hanya ingin kejelasan. Jika aspirasi ini terus diabaikan, maka bukan tidak mungkin aksi ini akan meluas dan berdampak pada stabilitas sosial,” tutup Marinus.