SORONG,sorongraya.co- Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Papua Barat Daya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tidak hanya sukseskan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, juga menjaga Kamtibmas Provinsi Papua Barat Daya.
” Kita harus menjadi Provinsi percontohan di Indonesia yang mampu menciptakan situasi aman dan damai,” kata Ketua Umum Fopera Papua Barat Daya, Yanto Amus Ijie di Sorong, Sabtu sore, 30 Desember 2023.
Diakui Yanto Ijie, saat ini banyak tokoh-tokoh yang bermanufer mencari simpati rakyat melalui pengakuan adat.
” Saya sarankan, sebaiknya tokoh-tokoh adat yang ada, bahkan lembaga adat untuk lebih utamakan menyukseskan Pemilu dam Pilpres tanggal 14 Februari 2024,” ujarnya.
Bahkan Yanto meminta, tokoh adat hingga lembaga adat bersikap netral.
” Yang pasti, mereka yang terpilih pada saat Pilkada nanti ada putra-putri terbaik asli Papua,” tuturnya.
Alumnus USTJ Jayapura ini menyebut bahwa di dalam Pasal 12 UU Otonomi Khusus Papua jelas menyebutkan Gubernur dan Wakilnya adalah Orang Asli Papua (OAP).
” Bisa saja orang Papua itu diakui, tetapi dia tidak bisa mendapatkan hak adat dan hak politik OAP,” kata Yanto.
Dikatakannya, provinsi Papua Barat Daya telah sukses melaksanakan yang diamanatkan di dalam UU Otsus. Pergub Nomor 5 Tahun 2023 tentang Rekrutmen Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) provinsi PBD.
” Definisi OAP inikan adalah orang-orang dari rumpun Melanesia dari suku adat yang ada di wilayah PBD,” ujar Yanto
Yanto menambahkan, pengertian lain OAP yakni orang-orang yang diakui oleh adat yang ada di provinsi PBD.
Ia berharap, tata cara pemilihan gubernur dan wakil gubernur diatur di dalam Pergub bahkan Perdasus.
” Bukan berarti dapat pengakuan kemudian dikatakan OAP,” ucap Yanto.
Lebih lanjut Yanto mengatakan, kita ini hidup di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI) dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu.
” Mereka yang hidup lama di Papua adalah orang Papua. Namun, dalam konteks hak asli OAP itu menyangkut hak adat, hak politik dan lain-lain,” ungkapnya.
Ia menekankan, jangan lagi ada tokoh adat maupun lembaga adat yang memberikan pengakuan kepada bukan OAP.
” Ingat bahwa kita ini baru menjadi warga NKRI 22 tahun. Padahal perintah agar Papua diberlakukan khusus pada saat pemberlakuan Pepera tahun 1969,” tegas Yanto.
” Kita dari tahun 1969 hingga 2001 Papua dibangun oleh pemerintah republik Indonesia tidak sepenuh hati,” tambahnya.
Yanto menilai bahwa otsus ini seksi sebab dikerjakan oleh tiga Presiden hingga menghasilkan undang-undang otsus tahun 2001.
” Sebagai OAP harus menghargai otsus karena di provinsi manapun tidak diberlakukan demikian. Jadi, semua pihak harus menghargai otsus,” ujarnya.