SORONG,sorongraya.co- Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Papua Barat turun langsung di lokasi tanah sengketa di Jalan Konteiner Kelurahan Klasuat, Distrik Klaurung, Kota Sorong, Kamis. 20 Juni 2024 guna melakukan penelitian lapangan.
Kepala Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Papua Barat, Jhon Wiclif Aufa mengatakan, setelah penelitian lapangan ternyata ditemukan adanya perbedaan batas-batas tanah yang ditunjukkan.
” Atas temuan itu nantinya akan dijadikan kajian oleh Kanwil Pertanahan Papua Barat,” jelasnya.
Jhon Aufa mengaku bahwa kajian itu nantinya menjadi dasar untuk melakukan pembatalan atas sertipikat yang telah diterbitkan oleh BPN Kota Sorong.
Ia juga menyebut bahwa di lokasi tersebut tidak terjadi tumpang tindih sertipikat melainkan tumpang tindih pelepasan adat.
Di sisi lain, pemilik hak ulayat Salmon Osok menegaskan bahwa dirinya telah membatalkan pelapasan adat yang sebelumnya dibuat sendiri oleh Jery Waleleng.
” Aturannya kami buat pelepasan adat barulah mereka yang tanda tangan. Secara hukum itu tidak boleh dan lembaga adat pun harus dijargai,” jelasnya.
Diakui oleh Salmon Osok bahwa tanah yang dilepaskan sebagaimana surat pelepasan adat yang dibuat oleh Jery Waleleng seluas 18.000 meter persegi atau 18 hektare.
” Tanah ini milik pak Tony Salim, lagian kalau punya tanah berarti harus ada pondok disini,” ujarnya.
Sementara anak dari almarhum Dominggus Osok, Lea Osok menyebut bahwa apa yang telah dilepaskan oleh bapaknya tahun 2011 silam diakui.
Bahkan Lea mengaku jika transaksi pembelian tanah dilakukan oleh bapaknya Dominggus Osok dengan pak Aswar serta ibu Wiwik Antila di rumahnya.
” Nanti, tahun 2013 barulah pelepasan adat keluar. Jadi, kalau pak Jery masuk ke dalam tanahnya pak haji Aswar saya tidak setuju,” ujarnya.
Lea pun balik mempertanyakan tahun berapa pak Jery Waleleng mendapat pelepasan adat.
” Pelepasan adat yang dikeluarkan diakui oleh LMA Malamoi karena ditandatangani langsung almarhum Dominggus Osok dan disaksikan Salmon Osok,” ungkapnya.
Lea mengungkapkan, tadi sudah disaksikan bersama bahwa batas-batas tanah yang dilepaskan oleh almarhum Dominggus sangat jelas.
” Mulai dari jembatan sampai kesini 300 meter. Hanya saja waktu dibeli tanah itu masih masuk wilayah hutan lindung sehingga tidak dipasang patok,” ujarnya.
Anak kandung Dominggus Osok itu meyakini bahwa yang pasang patok adalah pembeli tanah lainnya.
Kantor wilayah pertanahan provinsi Papua Barat bersama BPN Kota Sorong melakukan penelitian lapangan dengan melibatkan pihak Jery Waleleng dkk dan Tony Salim dkk serta pihak distrik Kalurung, kelurahan Klasuat, LMA kota dan kabupaten Sorong juga pemilik hak ulayat setempat.
(IKLAN)