SORONG,sorongraya.co- Forum Pengawal Perjuangan Rakyat (Fopera) Papua Barat Daya menginisiasi pelatihan pembuatan aksesoris budaya Papua, Senin, 29 Juli 2024.
Sekretaris Daerah Kota Sorong Yakop Kareth menyampaikan bahwa Fopera PBD aktif berkoordinasi dengan pemerintah Ptovinsi Papua Barat Daya maupun Pemerintah Kota Sorong.
Keberhasilan Fopera dapat dilihat dari aktifnya pelatihan yang dilakukan hari ini sehingga nanti dapat menghasilkan produk lokal yang memiliki nilai jual ekonomi yang cukup bersaing.
” Kota Sorong kan kota jasa, makanya mama Papua ini dikumpulkan untuk mentransfer ilmu guna meneruskan apa yang ada,” ujarnya.
Yakop menambahkan, alokasi anggaran otsus sangat jelas. Dukungan finansial menjadi tumpuan bagi mama-mama asli Papua untuk mempertahankan serta memproduksi hasil kerajinan.
Dukungan dari pemerintah daerah sangat diperlukan yang di didik adalah OAP. Nantinya, siapa yang terpilih dalam Pilkada tidak bisa menutup mata dengan apa yang telah dilakukan oleh Fopera.
” Paling tidak ada dana yang dikucurkan oleh pemerintah daerah guna mendukung pelatihan yang diinisiasi oleh Fopera ini,” pungkasnya.
Yakop menekankan, website yang dimiliki Fopera dapat dipergunakan memperkenalkan sekaligus memasarkan produk lokal yang dihasilkan dari pelatihan ini.
Pada kesempatan itu, Sekretaris Fopera Papua Barat Daya, Ortisan Kambu mengatakan, pelatihan ini penting untuk menjaga budaya Papua tetap ada dan tidak hilang.
Era globalisasi yang cukup kencang membuat generasi muda kita perlahan-lahan tidak dapat mengenal budaya yang ada.
” Apalagi, potensi yang dimiliki Papua Barat Daya sangat bagus. Makanya, kami melibatkan mama Mambobo memberi pelatihan ini,” ujarnya.
Ortisan berharap, ilmu yang dimiliki oleh mama Mambobo, selama 30 tahun melatih membuat kerajinan tangan dapat diwariskan kepada mereka yang mengikuti pelatihan.
” Ibu-ibu yang mengikuti pelatihan kerajinan tangan harus cerdas dalam membaca peluang untuk menjual produk yang dihasilkan dari budaya Papua. Kalau tidak, kita jangan salahkan orang lain ketika mencontoh produk yang kita miliki,” tegasnya.
Ortisan menyebut, hasil dari pelatihan ini akan kami laporkan ke bapak Gubernur sehingga ke depan ada perhatian dari pemerintah daerah.
” Paling tidak ketika saudara-saudara kita yang lain setelah dari Papua lalu pulang ke daerah asal bisa membawa produk yang kita hasilkan,” terangnya.
Ortisan mengaku, peserta yang ingin ikut pelatihan pembuatan aksesoris Papua boleh dikata jumlahnya 50 peserta. Namun, karena ruangan serta anggaran yang terbatas sehingga Fopera hanya bisa mengakomodir 20 peserta.
Ia juga mengaku, sebenarnya Fopera ingin membuat aksesoris dari 7 wilayah adat yang ada di Papua. Tapi, di awal ini, 2 dulu, yaitu Domberay dan Saireri.
” Aksesoris yang dihasilkan ketika disewakan harganya cukup menjanjikan. Apalagi dijual, harganya bisa mencapai 500 ribu untuk satu buah mahkota,” ungkapnya.
Lebih lanjut Ortisan mengingatkan bahwa kita harus berani mengenalkan produk asli Papua. Selain unik, aksesoris Papua kerap dipakai pada moment khusus.
Tak hanya pelatihan membuat mahkota, tetapi juga piring dari rotan, tapi bahan bakunya kita ganti dengan lidi serta pembuatan noken.
” Ini akan bekembang terus, makanya Fopera telah bekerja sama dengan ibu-ibu perajin batik Papua,” ujar Ortisan.
Ortisan khawatir, jika kita tidak mampu membuat produk asli Papua, jangan heran di tahun 2025 produk Cina sudah pasti kita akan ketinggalan.
Ia bahkan berpesan, ibu-ibu yang mengikuti pelatihan lebih cerdas memanfaatkan peluang yang ada mengingat kota Sorong merupakan kota jasa yang miliki potensi sangat besar.
Sementara itu, instruktur pelatihan mana Mince Masoka mengungkapkan bahwa dirinya diminta melatih ibu-ibu ini agar aksesoris yang dihasilkannya tidak ketinggalan.
Mama mince mengaku bahwa aksesoris yang dibuatnya ini sudah sejak 30 tahun lalu. Dengan membuat aksesoris Papua, dirinya mampu menyekolahkan anaknya dari kecil hingga lulus sekolah.
Mince juga mengaku jika aksesoris miliknya di jual keliling dengan harga terjangkau.
” Aksesoris yang dibuat bermacam-macam, ada mahkota, sisir, sirkam, manik-manik dan lainnya. Kita harus punya kasih, jangan jual mahal-mahal,” tuturnya.
Ia menambahkan, siapapun yang ingin belajar membuat aksesoris, dirinya akan sangat senang membantu.
Salah satu peserta pelatihan, Floryda Way mengungkapkan, perlunya generasi muda Papua mengikuti pelatihan pembuatan aksesoris Papua.
Pelatihan yang dilaksanakan oleh Fopera PBD bertujuan melatih kita membuat ciri khas daerah.
” Memulai dari hal-hal yang kecil seperti ini, kita jangan lagi berharap menjadi seorang PNS. Dengan kerajinan bisa memberi peluang bagi kita meningkatkan ekonomi keluarga,” tutupnya.