Dokumentasi Musyawarah PEPERA Tahun 1969. [sumber foto: www.andreasharsono.net]
Metro Politik

Soal PEPERA, MK Akan Bacakan Putusan Permohonan Judicial Review UU No. 12 Tahun 1969

Bagikan ini:

SORONG, sorongraya.co – Mahkamah Konstitusi (MK) RI dikabarkan akan memberikan keputusan atas permohonan Judicial Review atas UU Nomor 12 tahun 1969 pada hari Senin 06 Januari 2020.

Koordinator Koalisi Advokat untuk Kebenaran dan Keadilan Papua, Yan Christian Warinussy mengatakan, sebagai pemohon pihaknya meminta Mahkamah Konstitusi  (MK) untuk membatalkan bagian-bagian tertentu dari Undang-Undang No. 12 tahun 1969 tentang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat (Acts of Free Choice).

Karena menurutnya sangat bertentangan dengan Hak-hak Azasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hak-hak rakyat Papua diduga kuat telah dilanggar ketika Pepera tahun 1969 berlangsung, dan oleh karena itu bertentangan dengan UUD Republik Indonesia tahun 1945, khususnya pasal-pasal tentang HAM. Permohonan tersebut resmi didaftarkan oleh Panitera MK dengan No. 35 / PUU-XVII / 2019.

“Saya telah diberitahu dua kali (Senin, 30 Desember 2019 dan Jumat, 3 Januari 2020) bahwa saya harus hadir di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada hari Senin, 6 Januari 2020, ketika Majelis Hakim Konstitusi akan membacakan putusan kami sebagai pemohon,” tutur Yan Cristian kepada sorongraya.co, Sabtu, 05 Januari 2020.

Kata Yan, sidang pertama diadakan pada hari Selasa, 30 April 2019. Tiga hakim konstitusi yang membahas dokumen permohonan adalah Suhartoyo, Arief Hidayat dan Saldi Isra. Masing-masing hakim memberikan saran dan nasihat mengenai aspek formal maupun aspek materi permohonan yang kami ajukan.

Pihaknya juga diberi kesempatan untuk mengajukan kembali perbaikan permohonan  pada hari Senin, 13 Mei 2019. Kemudian pada hari Selasa, 14 Mei 2019 Yan beserta timnya dipanggil untuk hadir di persidangan MK. Agenda persidangan adalah Pemeriksaan Perbaikan Permohonan. Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan bahwa permohonan yang disampaikan kepada Para Hakim Konstitusi, dan bahwa akan diinformasikan tentang persidangan berikutnya.

“Ketika itu kami berharap bahwa sidang berikutnya akan berjalan normal, di mana Majelis Hakim akan memberi kesempatan bagi kami untuk membuktikan dalil-dalil yang dikemukakan dalam permohonan. Untuk mengetahui hasilnya, kami menunggu hampir delapan bulan, dan putusan akan dibacakan oleh Majelis Hakim Konstitusi pada hari Senin, 6 Januari 2020,” cetus Yan.

Bagi Direktur LP3BH ini ada tiga kemungkinan putusan yang disampaikan oleh Majelis Hakim MK. Pertama, majelis hakim mungkin menyatakan bahwa permohonan kami tidak dapat diterimal, dengan alasan karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) yang memadai.

Kedua, Majelis Hakim akan memutuskan bahwa permohonan kami diterima, dan oleh karenanya dalil-dalil yang kami ajukan dalam permohonan akan diperiksa lebih lanjut sesuai dengan prosedur beracara, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Atau ketiga adalah Majelis Hakim Konstitusi telah memeriksa aspek materi dari permohonan pemohon, oleh karena itu, telah membuat putusan tentang hal tersebut.

“Apa pun keputusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada hari Senin, 6 Januari 2020, hal tersebut akan memiliki makna yang signifikan bagi upaya masyarakat Papua untuk meluruskan sejarah integrasi Papua ke dalam Republik Indonesia,” pungkasnya. [sr]


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.