SORONG, sorongraya.co – Kuasa Hukum para Pemohon Judicial Review (JR) 1269, Yan Cristian Warinussy menyampaikan terima kasih karena Mahkamah Konstitusi (MK) RI mau menerima, memeriksa dan memberi putusan hukum atas persoalan utama rakyat Papua di dalam bingkai NKRI mengenai pelaksanaan Pepera tahun 1969 yang termuat di dalam konsideran dan penjelasan dari UU No.12 tahun1969.
Sejak dipanggil pihak MK untuk mendengarkan pembacaan putusan Pemohon Judicial Review, Yan mengaku jika sudah menduga bahwa MK akan menyatakan permohonannya tidak dapat diterima. Hal itu terbukti dari dalil pertimbangan MK bahwa Pepera 1969 adalah sebuah peristiwa internasional yang disahkan di dalam UU No.12 Th 1969.
“Kami ucapkan terimakasih karena permohonan kami untuk judicial review UU Nomor 12 tahun 1969 MK telah memeriksa dan memberi putusan hukum. Kami juga sudah menduga sebelumnya jika MK menyatakan permohonan kami ditolak,” tutur Yan kepada sorongraya.co. belum lama ini.
Kata Yan, MK berpandangan bahwa para pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional dari adanya UU No.12 Th.1969 tersebut karena peristiwa Pepera adalah peristiwa internasional.
Dengan demikian jelas bahwa persoalan keabsahan Pepera 1969 di Tanah Papua adalah sebuah peristiwa internasional yang untuk pertama kalinya telah dibawa oleh para pemohon untuk dibicarakan dan dimusyawarahkan serta diputuskan secara terhormat dan bermartabat di depan sebuah lembaga negara yg terhomat yaitu MK.
Dalam amar putusan MK Nomor 35/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada tanggal 6 Januari 2020 menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat di terima.
Perlu diketahui bahwa, Koalisi Advokat untuk Kebenaran dan Keadilan Papua menyampaikan permohonan kepada MK untuk membatalkan bagian-bagian tertentu dari Undang-Undang No. 12 tahun 1969 tentang pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat di Irian Barat (Acts of Free Choice).
Karena menurut pandangangan mereka sangat bertentangan dengan Hak-hak Azasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hak-hak rakyat Papua diduga telah dilanggar ketika Pepera tahun 1969 berlangsung, dan oleh karena itu bertentangan dengan UUD Republik Indonesia tahun 1945, khususnya pasal-pasal tentang HAM. Permohonan tersebut resmi didaftarkan oleh Panitera MK dengan No. 35 / PUU-XVII / 2019. [sr]