SORONG, sorongraya.co – Dewan Adat Suku Maya menilai Majelis Rakyat Papua Barat Daya telah melanggar undang-undang otonomi khusus dengan tidak mengakomodir Abdul Faris Umlati, sebagai Orang Asli Papua yang mempunyai garis keturunan dari ibu.
Sekretaris DAS Maya Kabupaten Raja Ampat, Fatra Soltif mengaku bahwa putusan MRP PBD yang menolak AFU sebagai anak asli papua garis keturunan perempuan papua, adalah menyalahi undang-undang otonomi khusus papua.
Dalam UU Otsus Papua menyebutkan bahwa orang asli papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua, dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.
Kata Fatra, pihaknya tak terima dengan Putusan MRP yang menolak Abdul Faris Umlati sebagai anak asli papua. Verifikasi factual yang dilakukan oleh MRP PBD menurutnya tidak maksimal, karena verifikasi tersebut tendensi kepentingan kelompok yang ingin menghalang AFU sebagai calon gubernur papua barat daya.
“Verifikasi yang dilakukan MRP PBD itu tidak maksimal, seharusnya verifikasi factual tersebut melihat AFU ini adalah marga asli Sanoy atau bukan, tapi yang terjadi MRP PBD mengklarikasi ke semua suku yang ada, harusnya verifikasi antara AFU ke Marga Sanoy. Bukan Marga Sanoy ke suku-suku lain,” tutur Fatra kepada sorongraya.co. Sabtu, 07 Agustus 2024.
Mirisnya, Tim Verifikasi Faktual MRP PBD pun tidak hadir di Kampung Waigama Kabupaten Raja Ampat untuk mengklarifikasi AFU sebagai anak papua garis keturunan Ayah. Padahal, kelompok masyarakat adat Maya di Kampung Waigama telah menuggu kedatangan MRP PBD untuk dimintai keterangan.
Tak hanya itu, proses verifikasi yang dilakukan MRP juga dinilai tak benar, karena Dewan Adat Suku Maya yang mengeluarkan rekomendasi AFU sebagai anak Papua tidak diberitahukan sebelumnya, bahkan, Tim Sukses dari pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw pun tak diberitahukan perihal verifikasi factual keaslian OAP.
“MRP juga tidak verifikasi di kampung waigama dari garis keturunan ayah. MRPB juga tidak memberitahukan Dewan Adat Suku Maya terkait verifikasi, padahal DAS Maya yang merekomndasikan AFU sebagai OAP,” tegas Fatra.
Ia juga mengaku bahwa Tim Verifikasi Faktual MRPBD sudah tidak steril karena tim yang ikut bersama melakukan verifikasi factual, bukanlah orang atau anggota MRPBD, melainkan masyarakat yang diduga akan mengintervensi warga kampung selama verifikasi berlangsung.
“Harus steril dalam melakukan verifikasi, tidak boleh ada orang lain dalam tim verifikasi, karena dampaknya akan memprofokasi masyarakat yang ada di kampong Kabare. MRP telah melecehkan kami suku besar di Raja Ampat, padahal kami dilindungi oleh UU Otsus. Tidak ada klausal yang menjatuhkan AFU sebagai OAP” tegasnya.
Oleh karena itu Fatra menegaskan kepada Komisi Pemilihan Umum Papua Barat Daya agar dalam menetapkan bakal calon gubernur papua barat daya, menjadi calon gubernur harus merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum, UU Otsus maupun Peraturan Dalam Negeri.
“KPU dalam menetapkan calon besok ditanggal 22 September 2024, harus merujuk pada aturan di Indonesia seperti PKPU, UU Otsus maupun Permendagri, jangan pakai keputusan semu yang disepakati oleh MRP se tanah Papua. Ingat MRP ada karena ada rekomendasi masyarakat adat,” tegas Fatra.