JAKARTA,sorongraya.co – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyatakan siap mengawal penanganan kasus dugaan kekerasan terhadap Audrey, siswi SMP di Pontianak, hingga tuntas. Selain itu, juga akan dicarikan jalan terbaik bagi korban dan pelaku yang sama-sama masih berusia anak.
Sembari mencari penyelesaian, Kemen PPPA akan berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait proses hukum dalam kasus ini
diantaranya, Dinas PPPA Provinsi Kalimantan Barat, Dinas PPPA Kota Pontianak, Polresta Pontianak dan para psikolog yang telah turun langsung menangani dan mendampingi korban yang masih dirawat di RS Mitra Medika serta melakukan pendampingan hingga ranah hukum.
“Korban akan terus mendapatkan penanganan dalam bentuk trauma healing dari psikolog. Sementara pihak rumah sakit berencana akan melakukan hypnotherapy untuk korban,”kata Sekretaris Menteri (Sesmen) Kemen PPPA, Pribudiarta N Sitepu dalam konferensi pers terkait penjangkauan dan penanganan kasus AY di Jakarta (10/04/19)
Menurutnya Pribudiarta, berdasarkan hasil visum, kasus tersebut masuk kategori penganiayaan ringan yang mana saat ini, pihak Polresta Kota Pontianak telah menetapkan tiga tersangka dan dikenakan pasal 80 ayat (1) UU No. 35/2014 tentang perubahan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman tiga tahun enam bulan penjara. Selain itu, para pelaku juga akan diberikan pendampingan dalam bentuk pemulihan pola pikir atas tindakan salah yang telah dilakukan.
“Kemen PPPA menghargai setiap proses hukum yang berlaku, namun mengingat para pelaku masih dalam kategori anak-anak, Kemen PPPA berharap semua pihak menangani proses ini dengan tidak gegabah. Semua pihak harus benar-benar memahami penyebab anak pelaku melakukan tindak penganiayaan,” terang Pribudiarta dalam press release yang diterima sorongraya.co Selasa, 11 April 2019.
Pribudiarta menambahkan, hal tersebut dilakukan agar anak (pelaku-red) bisa mendapatkan penanganan yang tepat, tentunya mengacu pada Undang-Undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Ini kan sudah jadi trending topic bahkan sudah mendunia. Kasus ini followers-nya sudah sangat banyak. Bapak presiden juga telah menyampaikan komentarnya bahwa beliau sangat gusar, sangat sedih, marah dengan kasus ini. Intinya, prinsip mengedepankan kepentingan anak harus diutamakan,”terangnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi juga memunculkan efek negatif dalam bentuk kekerasan melalui media online. Untuk itu, KemenPPPA mengimbau kepada masyarakat pengguna media sosial untuk lebih bijaksana dalam mencerna informasi dan berpikir serta mencari kebenaran sebelum menyebarkan informasi.
Untuk itu, sosialisasi dan pelatihan kepada orangtua, anak dan aktivis masyarakat melalui Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) perlu dilakukan berupa sosialisasi literasi digital melalui pengetahuan tentang pengasuhan dan penggunaan internet yang aman serta sebagai bekal pertahanan diri ketika berselancar di media sosial.
“Pemerintah dalam hal ini Kemen PPPA telah mengingatkan pentingnya parenting digital dan peran pemangku kepentingan, terutama dari orang tua, sekolah, lingkungan dan komunitas kepada anak agak menggunakan media dengan bijak”tandas Pribudiarta yang didampingi Deputi Bidang Perlindungan Anak, Nahar. [dwi]