WAISAI,sorongraya.co – Masyarakat Kabupaten Fakfak memperlihatkan komitmen dan konsistensinya dalam mengembangkan ekowisata di daerah tersebut.
Hal ini dibuktikan masyarkat Fakfak dengan belajar ke Pemkab Raja Ampat. Dimana lebih dari 180 Peserta memadati ruang rapat Gedung Wanita Kabupaten Raja Ampat di Waisai, Selasa, 09 April 2019.
Dari 180-an peserta tersebut, lebih dari 120 orang adalah masyarakat yang berasal dari 55 kampung di Kabupaten Fakfak, sementara sisanya adalah pendamping dari beragam Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Fakfak, yang utamanya berasal dari Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK).
Kegiatan tersebut merupakan inisiatif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan masyarakat Fakfak. Kegiatan yang bertajuk Kunjungan Belajar Calon Pelaku Usaha Wisata Bahari tersebut dimana bertujuan untuk menimba ilmu dari pengalaman dan pencapaian masyarakat Raja Ampat dalam mengembangkan pariwisata bahari yang berkelanjutan agar pada saatnya nanti bisa diterapkan di daerah asal mereka.
Wakil Bupati Raja Ampat, Manuel Piter Urbinas, S.Pi., M.Si., yang menyambut kedatangan masyarakat Fakfak dalam kegiatan tersebut mengapresiasi semangat dan inisiatif Pemkab Fakfak.
Dan sangat mendukung komitmen Pembkab Fakfak terkait visinya untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan.
“Visi yang diusung oleh kami adalah membangun ekonomi (Dari sektor) pariwisata berbasis masyarakat. Sebagai daerah bahari kami sangat concern dengan konservasi dan pembangunan berkelanjutan,” kata Manuel Piter Urbinas melalui siaran pers yang diterima sorongraya.co, Kamis (11/04).
Kata dia, semenjak tahun 2015, Pemerintah Provinsi Papua Barat (Pemprov PB) bersama Pemkab Fakfak dan mitra pembangunan Conservation International (CI) Indonesia telah memulai proses pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Inisiatif pembentukan KKP di Fakfak tersebut sejalan dengan deklarasi Provinsi Konservasi, sekaligus juga memperkuat pengelolaan kawasan konservasi di Bentang Laut Kepala Burung (BLKB).
Kemudian pada tahun 2017 lanjutnya, kawasan konservasi perairan Teluk Berau dan Teluk Nusalasi Van Den Bosch di Fakfak – dengan total luasan 350.000 hektar – telah dicadangkan melalui SK Gubernur Papua Barat No. 523/136/7/2017. KKP di Fakfak kini sudah memasuki proses menuju tahap penetapan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Seperti halnya Raja Ampat, yang mulai mengembangkan KKP-nya semenjak tahun 2004, Fakfak juga memiliki visi pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan berbasis konservasi, sejalan dengan pernyataan Wakil Bupati Raja Ampat saat itu.
Dalam perjalanannya, Raja Ampat menilai bahwa pemanfaatan sumber daya alam hayati melalui sektor pariwisata adalah pemanfaatan yang bijaksana.
“Karenanya, kunjungan belajar ini merupakan langkah awal untuk mewujudkan pemanfaatan berkelanjutan atas sumber daya alam yang sebagian besar berada di dalam kawasan konservasi melalui sektor pariwisata, yaitu dengan mengidentifikasi masyarakat yang memiliki potensi kewirausahaan dan ketertarikan dalam bidang usaha pariwisata. Konsep kegiatan ini disusun bersama-sama oleh Pemkab Fakfak dengan CI Indonesia melalui programnya di Fakfak,” tuturnya.

Dalam kegiatan yang digelar hingga Rabu 10 April 2019 tersebut, Bupati Fakfak, Dr. Mohammad Uswanas, mengemukakan, sebagai langkah awal, pihaknya bertujuan untuk menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemkab Raja Ampat mengenai pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi perairan melalui penyelenggaraan kegiatan pengembangan usaha ekowisata lokal yang berjejaring antar kedua Kabupaten tersebut.
Dalam sambutannya, Dr. Mohammad Uswanas berpesan agar peserta kegiatan belajar dari masyarakat Raja Ampat, seraya menambahkan.
“Ekosistem di Raja Ampat betul-betul memberi manfaat bagi masyarakatnya. Kita, Fakfak, juga berkomitmen terhadap konservasi laut, pesisir, dan pulau-pulau: untuk menjaga ekosistem agar memberi manfaat. Kerja sama antara Pemkab Fakfak dengan Raja Ampat ini merupakan langkah strategis menuju pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan melalui sektor pariwisata,” ucapnya.
Sementara Bupati Raja Ampat Abdul Faris Umlati (AFU) mengatakan, bahwa Raja Ampat ini menjadi destinasi internasional, namun bukan hal yang mudah maka perlu kesiapan daerah terutama masyarakat.
Abdul Faris Umlati juga mengakui bahwa Fakfak memiliki potensi yang luar biasa, oleh karena itu ia melontarkan ide mengenai paket perjalanan wisata yang berkesinambungan antara Raja Ampat dengan Fakfak.

Ruang lingkup kerja sama yang termasuk ke dalam PKS tersebut mencakup alih pengalaman pengelolaan ekoswisata bahari, alih pengalaman terkait pengelolaan dan pengawasan konservasi perairan berbasis masyarakat adat, alih pengalaman pengelolaan pembentukan kawasan perikanan adat, penyelenggaraan promosi ekowisata bahari bersama-sama, pembentukan sekretariat promosi ekowisata bersama, hingga kepada penyelenggaraan pelatihan-pelatihan yang bersifat tematik dan relevan.
Ketika ditanya secara terpisah, Nur Ismu Hidayat, Fakfak Program Manager dari CI Indonesia memaparkan dasar pemikiran dari kunjungan belajar ini, “Kawasan konservasi itu bukan hanya melarang atau melindungi saja; tetapi juga memanfaatkan secara berkelanjutan. Sehingga, pelibatan calon pelaku usaha ini merupakan wujud nyata dari kegiatan pemanfaatan yang berkelanjutan,” katanya.
Laki-laki yang akrab disapa Ismu ini juga menerangkan bahwa langkah selanjutnya bagi Program Fakfak CI Indonesia adalah untuk memfasilitasi Pemkab Fakfak terkait penyusunan rencana tindak lanjut agar PKS bisa terwujud.
Usai penandatanganan PKS, Peserta dibagi ke dalam beberapa rombongan. Sebagian Peserta akan bermalam di Kampung Arborek, sebagian lainnya mengunjungi Kali Biru di Teluk Mayalibit sebagai destinasi wisata yang dikelola oleh masyarakat adat, sementara sebagian sisanya diarahkan menuju Kampung Saporkren untuk berdiskusi dengan Orgenes Dimara selaku punggawa ekowisata setempat.
“Pada tahun 2012 itu saya sudah mendapat tamu, dalam tiga bulan saya sudah dapat 160 orang (tamu) dari mancanegara,” ungkap Orgenes Dimara dihadapan peserta kegiatan yang mengunjunginya.
Orgenes juga menekankan pentingnya kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah dan sektor swasta. “Saya memulai dengan merangkul masyarakat. Bagaimana caranya saya bisa menyelamatkan alam? Saya harus mementingkan satu faktor utama: memperhatikan perut masyarakat dulu,” pungkas pria yang juga ketua Kelompok Tani Hutan (KTH).
Di hari terakhir kegiatan, 11 April 2019, Peserta yang tinggal di Waisai secara bergiliran menjajal pengamatan burung atau birdwatching di titik wisata Warkesi, Kampung Saporkren, wahana agrowisata petik buah naga di Waisai, dan juga Waiwo. Usai melihat kelimpahan ikan di Waiwo, Malik Tuturop – salah satu Peserta dari Kampung Werpigan, menyatakan komitmennya, “(Potensi) Yang ada di Raja Ampat ini ada di Fakfak juga. Sekembalinya dari sini, saya akan berbicara kepada keluarga saya di Fakfak dan mengajak mereka untuk turut menjaga alam,” pungkasnya. [red]