BANDAR LAMPUNG,sorongraya.co – Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau Anak Penyandang Disabilitas (APD) termasuk dalam kelompok yang paling rentan mengalami diskriminasi berlapis khususnya seksual.
Kondisi ketidakberdayaan ABK ini juga kerap dimanfaatkan sepihak dan perlu diwaspadai serta jadi perhatian khusus Pemerintah dan juga masyarakat.
“ABK kerap mengalami diskriminasi yang berlapis. Disamping kasus kekerasan seksual terhadap APD kian meningkat. Kondisi ketidakberdayaan APD juga kerap dimanfaatkan dimanfaatkan,”kata Deputi Bidang Perlindungan Anak, Nahar dalam Rapat Koordinasi Perlindungan Anak Disabilitas di Bandar Lampung, Jumat siang, 1 Februari 2019.
Menurutnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) harus serius dalam menangani kasus kekerasan seksual pada anak khususnya APD. Sebagai contoh, kejadian kasus inses dengan korban ABK di Kabupaten Pringsewu, Povinsi Lampung, mendorong Kemen PPPA harus melakukan koordinasi kebijakan perlindungan anak penyandang disabilitas.
“Koordinasi diharapkan dapat lebih menguatkan sistem perlindungan khusus anak sebagai bentuk dukungan pemerintah pusat kepada pihak-pihak yang telah bekerja dalam melindungi dan memenuhi hak anak di daerah,”tuturnya dalam press release yang diterima sorongraya.co Jumat malam, 1 Februari 2019.
Disamping melahirkan pola penanganan dan perlindungan terhadap APD, bentuk penanganan kepada mereka yang menjadi korban kekerasan harus berdasarkan kepentingan terbaik bagi anak. Biasanya menjadi korban kekerasan seksual itu tidak jauh dari tempat asal dan tidak jauh dari orang-orang terdekat.
Sementara itu, Kepala Dinas PPPA Provinsi Lampung, Bayana mengatakan, kejadian akan kasus kekerasan seksual yang bersifat Inses (sedarah/sekandung) yang terjadi di Kabupaten Pringsewu, telah menyadarkan banyak pihak karena peristiwa itu terjadi di depan mata yang berada sangat dekat di lingkungan masyarakat.
“Peristiwa ini menggugah dan menjadi pendorong bagi kita untuk lebih memperkuat lagi pengawasan dan kepedulian melalui, perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat atau PATBM,”jelasnya.
Lebih lanjut Bayana menjelaskan, penanganan terbaik dari suatu masalah yaitu, seluruh elemen terintegrasi satu sama lain. Kedepan, pihaknya akan membentuk perlindungan PATBM di desa-desa dan kelurahan di Provinsi Lampung.
“Kami harap masyarakat buka mata dan telinga sebagai bentuk tanggung jawab,”kata dia.
Rapat koordinasi lintas sektoral yang digelar tersebut, ada tiga komponen yang dibahas yaitu, pencegahan kekerasan, penyediaan layanan, penguatan dan pengembangan lembaga penyedia layanan APD.
Adapun hasil dari rapat itu, muncul kesepakatan dan rencana tindak lanjut diantaranya, pemetaan terhadap APD sebagai dasar dalam memberikan edukasi keluarga yang memiliki APD, maupun di lingkungan masyarakat, adanya identifikasi dan sosialisasi layanan terhadap APD dalam rangka penguatan kelembagaan, serta pengembangan PATBM di seluruh desa atau wilayah. [dwi]