SORONG, sorongraya.co – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Cristian Warinussy menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri tentang rencana pemekaran propinsi di Tanah Papua.
Pernyataan Presiden bahwa dia hanya meneruskan “keinginan” masyarakat adat kawasan Pegunungan Tengah. Yaitu mengenai rencana implementasi amanat UU RI No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Di sisi lain, pernyataan Mendagri Tito tentang rencana pemerintah melakukan pemekaran wilayah di Tanah Papua berdasarkan laporan intelijen. Hal ini bagi Cristian Warinussy sangat merendahkan hak asas rakyat Papua (Orang Asli Papua).
“Pertanyaanya Kenapa demikian? Karena di dalam amanat pasal 76 UU RI No.21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, telah dijelaskan tentang mekanisme dan prosedur pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi,” tutur Yan kepada sorongraya.co. Sabtu 2 November 2019.
“Dimana itu dilaksanakan dengan persetujuan Majelis Rakyat Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua. Persetujuan mana diberikan oleh MRP dan DPR setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang,” tambah Yan Cristian.
Dengan demikian maka menurut Yan Cristian bahwa pernyataan Mendagri Tito justru bersifat melawan hukum serta memalukan. Karena menjadi pertanyaan apa rekomendasi dari intelijen tersebut? Bagaimana mungkin antara Presiden dan Mendagri berbeda sikap dan pandangan dalam menilai rencana pemekaran provinsi di Tanah Papua.
Lebih lanjut aktivis pembela HAM ini mengatakan bahwa, di Tanah Papua sudah berlaku UU No 21 Tahun 2001 yang merupakan aturan hukum mengenai pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan nasional di Tanah Papua. Sehingga sebagai Kepala Negara seharusnya melalui pembantunya seperti Mendagri dapat mendengar aspirasi apapun dari siapapun, termasuk dari rakyat Papua.
Tapi dalam menyikapi dan atau membijakinya, seyogyanya presiden menyerahkan kembali kepada Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat serta MRP dan DPR Papua dan Papua Barat, agar aspirasi pemekaran tersebut dikaji dan ditetapkan melalui mekanisme hukum dan politik versi pasal 76 UU RI No 21 Tahun 2001 tersebut. Sehingga akan diperoleh hasil apakah sudah layak dan sesuai kebutuhan mayoritas rakyat Papua atau kah lebih bersifat sebagai kepentingan politik semata. [red]