MetroTanah Papua

PHK Sepihak terhadap 43 TPD, Agustinus: Ini Jebakan Administrasi Yang Merugikan Tenaga Pendamping

×

PHK Sepihak terhadap 43 TPD, Agustinus: Ini Jebakan Administrasi Yang Merugikan Tenaga Pendamping

Sebarkan artikel ini

SORONG,sorongeaya.co- Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap 43 Tenaga Pendamping Profesional (TPP) oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) menuai kecaman dari berbagai pihak.

Pemecatan ini diduga dipicu oleh kebijakan baru yang mengharuskan TPP menandatangani surat pernyataan yang mencakup empat butir ketentuan, salah satunya pengakuan bahwa mereka tidak pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dalam Pemilu 2024.

Sekretaris Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai, Agustinus Daniel Kapisa, menilai kebijakan ini tidak adil dan bertentangan dengan peraturan sebelumnya yang mengizinkan TPP mengikuti kontestasi politik tanpa harus mundur dari jabatannya.

Ia menyebut keputusan ini sebagai jebakan administratif yang sengaja dibuat untuk menyingkirkan pendamping desa yang terlibat dalam Pemilu 2024, serta mengabaikan hak-hak tenaga pendamping, terutama Orang Asli Papua (OAP).

“Ini jebakan administrasi yang merugikan tenaga pendamping,” ujar Agustinus, yang menegaskan bahwa kebijakan ini berpotensi menyebabkan gejolak sosial dan penurunan kualitas pendampingan masyarakat desa.

Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Pendamping Masyarakat dan Desa Nusantara (DPW APMDN) Papua Barat Daya telah melayangkan surat keberatan kepada Komisi V DPR RI, Ombudsman, dan Kantor Staf Presiden untuk meminta peninjauan ulang keputusan PHK ini. Mereka juga mendesak Dewan Adat Papua Wilayah III Doberai dan DPD RI untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan ini.

Sementara itu, Ketua DPW APMDN Papua Barat Daya, Guy James Kipuw, menyampaikan penolakan keras terhadap kebijakan yang dinilai sebagai bentuk jebakan administratif. Guy menegaskan bahwa tenaga pendamping bukanlah “Pertamina” atau “kasus BLBI”, melainkan pemberdaya masyarakat yang telah mengabdi selama bertahun-tahun. Menurutnya, kebijakan baru ini menghambat kerja keras yang telah mereka lakukan, bahkan membuat mereka kehilangan pekerjaan tanpa alasan yang jelas.

“Setelah belasan hingga puluhan tahun mengabdi, kami sekarang dipaksa berhenti hanya karena perubahan aturan yang tidak masuk akal,” ujar Guy.

Ia juga menyoroti dampak kebijakan ini yang tidak hanya merugikan tenaga pendamping, tetapi juga masyarakat desa yang mereka dampingi. Guy mengajak Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini dan meminta dukungan dari Dewan Adat Papua serta senator Papua Barat untuk memperjuangkan hak-hak tenaga pendamping.

Dengan kebijakan ini, masa depan tenaga pendamping desa, khususnya di Papua, kini terancam. Jika keputusan PHK ini tidak dibatalkan, ratusan hingga ribuan tenaga pendamping di seluruh Indonesia berisiko mengalami nasib serupa.

“Kami tidak akan diam. Kami akan terus berjuang agar hak kami tidak diinjak-injak,” tegas Guy James Kipuw.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.