MANOKWARI,sorongraya.co – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat mengundang Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Papua (UNIPA) membahas masa depan keberlanjutan Otonomi Khusus (Otsus).
Pembahasan tersebut melalui Biro Otsus Provinsi Papua Barat gelar Fokus Group Diskusi (FGD) tentang permasalahan Otonomi Khusus Papua di Papua Barat bersama dan mengundang sejumlah OPD Provinsi Papua Barat, di Aston Niu Hotel Manokwari, Selasa (15/10).
FGD tersebut, juga dihadiri oleh Sekretaris Daerah Nathaniel Mandacan, Kasdam Kodam VIII Kasuari Brigjen TNI, Dedi Sambowo, Perwakilan Polda Papua Barat Sahad Siregar, MRP Papua Barat dan tim kajian nasional permasalahan otsus dari UI.
Sekda Papua Barat, Nataniel Mandacan mengatakan, ada banyak sektor pembangunan yang dipacu oleh pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten/kota maupun pemerintah pusat melalui program-program sumber daya manusia pembangunan sumber daya aparatur pemerintah maupun pemberdayaan bagi orang asli Papua dapat berkembang secara signifikan.
Dimana pemerintah pusat telah menunjukkan komitmennya untuk membangun Papua tanpa henti-hentinya melalui alokasi anggaran yang cukup memadai, setiap tahun rutin dikucurkan mencapai triliunan rupiah.
“Hal ini dibuktikan dengan alokasi dana Otsus 2% DAU Nasional untuk Provinsi Papua Barat terhitung sejak tahun 2009-2019 mencapai Rp 20.920.826.960.950.00 Triliun,” tuturnya.
Dan kata dia, dana tambahan infrastruktur untuk provinsi Papua Barat terhitung sejak tahun 2008 – 2019 mencapai Rp 9.355.196.321.000.00 triliun.
Besaran dana ini menurut Sekda Papua Barat Nataniel Mandacan, pemerintah pusat sudah serius membangun rakyat Papua yang ada di Provinsi Papua Barat.
“Permasalahan kita hari ini terjadi kontradiksi berbanding lurus antara sikap respon rakyat Papua selama ini menerima dan mengadili pemerintah dengan mengatakan bahwa Otsus gagal,” ujar Mandacan.
Sikap rakyat mengatakan otsus Papua gagal dalam pelaksanaannya itu artinya kita pemerintah baik pusat maupun provinsi dan kabupaten juga gagal dalam mengubah perilaku orang Papua menuju kesejahteraan yang sejati sesuai prinsip dasar lahirnya otonomi khusus Papua.
“Dengan mencermati besaran dana otsus Maupun dana tambahan infrastruktur yang begitu besar jumlahnya diperuntukkan bagi Pemprov Papua dan Papua Barat selama ini, dapat dikatakan bahwa kita perlu mengevaluasi kembali letak kekurangan maupun permasalahan di dalam implementasi undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua bagi provinsi Papua dan Papua Barat,” bebernya.
“Kita diundang oleh tim kajian nasional evaluasi otsus dan permasalahan yang datang dari pusat ingin mendapatkan masukan dari kita semua baik selaku politisasi, birokrasi, Academi, para pemuda maupun para tokoh adat perempuan dan tokoh agama tentang permasalahan otonomi khusus Papua di Provinsi Papua Barat,” sambungnya.
Melalui forum FGD ini lanjutnya, masalah Otsus saat ini untuk menjadi masukan dan dijadikan bahan kajian tindak lanjut pemerintah pusat dalam menyusun langkah-langkah tindak lanjut sesuai kewenangannya.
Jujur bahwa sasaran capaian otsus bagi orang asli Papua selama ini belum menunjukkan hasil yang signifikan, bahkan belum menampakan adanya kebijakan yang berpihak baik bersifat afirmatif memberdayakan maupun melindungi orang asli Papua sebagai bagian utama dari tujuan pembentukan otonomi khusus Papua di Provinsi Papua Barat.
Pembangunan di era otsus Papua dapat dikatakan bahwa secara fisik banyak membawa perubahan namun pembangunan manusia Papua selama ini dianggap belum dapat diukur Siapa yang keberhasilan secara jelas baik secara data dari sisi kualitatif maupun kuantitatif kegagalan implementasi otsus Papua di Provinsi Papua maupun Papua Barat selama ini dituding oleh rakyat Papua bahwa menunjukkan Kegagalan dapat pula dipicu oleh beberapa aspek pokok antara lain berupa.
1.Pengaturan pelimpahan wewenang antara Kementerian lembaga dengan daerah provinsi belum diatur dan diserahkan secara langsung melalui payung hukum yang jelas sehingga menjadi sulit bagi daerah dalam melaksanakan sebagian kewenangan khusus menjadi terhambat.
2. Sejak lahirnya undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 dalam negeri Republik Indonesia terlambat membentuk kelembagaan OSIS secara bersamaan sebagai bagian dari perangkat pelaksanaan khusus dalam bagan OSIS yang kami maksudkan di sini antara lain pembentukan MRP pengangkatan anggota DPR jalur otsus maupun kelembagaan badan maupun biro sebagai perangkat operasional pembantu gubernur dalam melaksanakan fungsi perencanaan pelaksanaan pembangunan monitoring dan evaluasi hasil-hasil pembangunan Otsus.
“Sampai saat ini secara operasional OPD pelaksanaan program-program pembangunan pemberdayaan orang asli Papua belum diwujudkan secara baik dan maksimal. Karena disebabkan belum di wujudkan secara baik dan maksimal disebabkan belum ada OPD Teknis yang di bentuk ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota di Papua Barat,” terang Nataniel.
Untuk dikatakan, menjadi evaluasi penting bagi kita, baik pihak kementerian dalam negeri maupun pemerintah Provinsi Papua Barat ke depan dengan memperhatikan kebutuhan akan penataan kelembagaan otsus khususnya pada internal OPD sebagai fungsi pengendali pembangunan Otsus.
Dan pada tahun 2021 akan memasuki fase pertama di mana berakhirnya dana Otsus berdasarkan ketentuan pasal 34 UU nomer 21 tahun 2001 tentang dana Otsus, berdasarkan hasik kajian yang cepat dilakukan pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat bekerja sama dengan pihak KOMPAK menyimpulkan bahwa ketika pada tahun 2021 alokasi dana Otsus yang bersumber dari 2 % DAU nasional setiap tahun dianggarkan melalui APBN oleh pemerintah pusat akan berakhir.
“Maka dampak yang akan dirasakan pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat, Kabupaten/kota, akan mengalami dampak buruk terhadap kemampuan pendapatan daerah dalam membiayai berbagai program pembangunan,” ucapnya.
Karena keberadaan dana Otsus selama ini, ucapnya, mampu mendongkrak APBD Provinsi dan Kabupaten/kota dari sisi jumlah hal ini mengimbangi jumlah PAD Kabupaten/kota, khusus bagi daerah pemekaran karena selama ini kurang meningkatkan sumber daya pendapatan asli daerah.
Ketika dana otsus berakhir, maka akan mengalami kesulitan daerah baru pemekaran seperti kabupaten Maybrat, Tambrauw, Pegunungan Arfak dan kabupaten lainnya yang selama ini kurang ada dukungan pengelolaan sumber daya alam yang seiring dengan peningkatan PAD hal ini akan terasa menjadi beban daerah bahkan berimplikasi buruk terhadap aktivitas pembangunan di daerah Papua Barat.
Oleh sebab itu agenda Provinsi Papua Barat saat ini yang menjadi utama dan penting di mata kita adalah memberi dukungan kepada berbagai pihak untuk bersama-sama mendorong adanya merekonstruksi kembali Pasal 34 ayat 6 undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Papua.
Ketua Tim kajian nasional permasalahan otonomi khusus dari Universitas Indonesia, Prof.Dr. Kusnanto Anggoro, berharap pertemuan tersebut dapat menjadi sarana untuk bisa memahami berbagai persoalan menyangkut pelaksanaan otonomi khusus di Papua Barat.
Tentu harus memahami persoalan yang dihadapi masyarakat untuk kemudian ditampung, dan menjadi pertimbangan dalam pelaksanaannya kedepan terutama terkait dengan otonomi khusus yang memang harus memiliki keberpihakan kepada masyarakat,” ujarnya.
Dikatakan, saran dan masukan yang diperoleh tim akan menjadi laporan khusus yang kemudian menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan petinggi negara. Dalam perjalannya, Otsus sendiri sudah berumur hampir 19 tahun sehingga tantangan dan hasilnya sudah dapat terlihat lebih jelas.
“Pendapat yang dari banyak tempat bisa diakomodasikan dengan pemikiran lainnya, karena saya yakin tahun depan akan menjadi pembahasan panjang di dewan perwakilan rakyat. Tentang penggantian otonomi khusus yang sudah berlangsung selama 19 tahun, sekarang banyak gagasan namun dalam perjalanannya menghadapi banyak persoalan,” terangnya. [*/krs]