JAKARTA. sorongraya.co – Kasus kejahatan seksual terhadap anak di wilayah hukum Tobasa terulang kembali. Perlakuan bejat dan biadab ini dilakukan oleh ayah kandungnya berinisial JS (38) dan paman (tulang) korban sendiri MN (33).
JS dan MN yang merupakan warga Desa Nadeak Napitu, Kecamatan Silaen, Tobasa melakukan perbuatan tak manusiawi itu berulang kali sejak korban berusia 12 tahun hingga akhir tahun 2017. Akibat perlakuan biadab ayah dan paman korban ini, korban saat ini mengandung 4 bulan dan mengalami depresi berat.
Dari Informasi yang dihimpun Tim Relawan Investigasi Cepat (quick investigation voluntary) komnas Anak di Tobasa, sungguh diluar dugaan bahwa perlakuan bejat yang dialami korban ini justru diduga diketahui oleh ibu korban.
Menurut keterangan korban kepada pihak kepolisian dan informasi yang dihimpun dari warga masyarakat Deda Nadeak Napitu, setelah ibu korban mengetahui anaknya hamil, untuk menghilang bukti perlakuan Ayah dan Pamannya itu ibu korban justru diduga berinisiasi dan memerintahkan korban minum obat untuk menggugurkan kandungannya.
Untuk memberikan dukungan moral dan psikososial terapi terhadap korban, Komnas Perlindungan Anak sebagai lembaga pelaksana tugas dan fungsi untuk memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia bersama pegiat perlindungan anak di Toba Samosir, Jumat 02 Februuari 2018 berencana menemui korban dan warga masyarakat Desa Nadeak Napitu.
Dihari Sabtu, 03 Februari 2018 akan bertemu dengan Kapolres Tobasa dan penyidik Unit Perlindungan Perempuan Anak ( PPA) untuk melakukan kordinasi penegakan hukum atas peristiwa kejahatan kemanusiaan ini.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait kepada media mengatakan, kasus kejahatan seksual yang dilakukan terduga ayah dan paman korban di Desa Nadeak Napitu ini merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) setara dengan tindak pidana korupsi, narkoba dan terorisme.
Dalam kunjungan Komnas Perlindungan Anak di Polres Tobasa Sabtu yang akan datang mendorong Polres Tobasa untuk berkenan menjerat tersangka dengan Ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI No. 23 Tahun 2002, junto UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sehingga Jaksa Penunut Umum (JPU) dapat menuntut pelaku dengan acaman pidana minimal 10 tahun dan maksimal pidana penjara 20 tahun, dan dapat ditambahkan dengan pidana tambahan pisik seumur hidup dan hukuman tambahan “Kastrasi”, kebiri melalui suntik kimia dan dapat ditambahkan pula dengan tambahan hukuman sepertiga dari pidana pokoknya.
“Dan jika ibu korban terbukti dan meyakinkan ikut serta atau mendukung terjadi kejahatan seksual ini, ibu korban juga dapat dijerat pudana penjara maksimak 15 tahun dan minimal 5 tahun, dan yang terpenting tidak ada “KATA DAMAI” terhadap kejahatan seksual,” tegas Arist.
Dalam pengungkapan kasus kejahatan seksual yang terjadi di Desa Nadeak Napitu ini, tidaklah berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak memberikan apreasi terhadap kepedulian warga Desa Nadeak Napitu atas peristiwa ini demikian juga memberikan apresiasi kepada Polres Tobasa yang telah cepat dan sigap menindaklanjuti laporan warga masyarakat Silaen, sehingga pelaku dapat ditangkap dan korban dapat diselamatkan.
Dengan demikian atas peristiwa ini sudah saatnya warga masyarakat di Tobasa secara khusus di Kecamatan Silaen segera waspada dan peduli terhadap anak dengan menumbuhkan gerakan bersama menjaga dan melindungi anak harus dilakukan sekampung atau “sahuta”.. yakni Sada anak Sada Boru”. [mat]