SORONG. sorongraya.co – Pentingnya pemahaman kepada masyarakat bahwa Pancasila adalah Dasar dan Falsafah Negara, sebagaiama diamanatkan dalam Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945.
Dalam konteks yang lebih operasional maka Kebangsaan dan Demokrasi menjadi menu yang selalu disoroti atau didiskusikan dalam kehidupan berbangsa dan berenegara, karena Indonesia memiliki keberagaman yang sangat signifikan dan bahkan sebagai negara dalam poros kepulauan bukan negara kontinen.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi V, DPR RI, Michael Watimena saat memaparkan materi pada acara Sosialisasi Empat Pilar yang dilaksanakan di Daerah Pemilihan (Dapil) Papua Barat pada 23 September 2017 lalu.
Lanjut Michael, fenomena yang belum lama ini dapat dilihat bersama adalah Pilkada DKI Jakarta (2017), dimana terjadi pemisahan kelompok antar kelompok masyarakat karena polarisasi pilihan politik yang menjurus kepada identitas keagamaan, yang bisa menghancurkan apa yang telah diletakan sebagai dasar oleh pendiri republik ini (Founding Father), dalam rumusan ideal “Ketuhanan Yang Masa Esa”. Sila ini pula menjadi potret keberagaman bangsa, Bhinneka Tunggal Ika.
Michael juga menyinggung dan mengingatkan tentang Amandeman UUD yang telah dilakukan sebanyak Empat kali pada sidang Umum MPR tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan ini memberikan implikasi yang cukup fundamental pada struktur kenegaraan Indonesia.
“Dulunya lembaga tertinggi negara – MPR, yang keanggotaannya terdiri dari Anggota DPR dan Anggota DPD, kini ditempatkan menjadi lembaga tinggi negara, setara dengan Presiden dan DPR,” tutur Michael.
Di sisi lain, lanjut Michael, dengan dilakukannya empat kali amandemen UUD, yang notabene merupakan salah satu tuntutan reformasi pada waktu itu, maka peran dan partisipasi daerah semakin dituntut dalam pembangunan nasional.
Bahwa otonomi diberikan kepada pemerinah daerah untuk mengurus daerah masing-masing dengan tetap memperhatikan pendelegasian kewenangan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Pemaknaan pemerintah daerah ini semakin diperkaya dalam stuktur ketatanegaraan pasca amandemen, yakni dengan ditempatkannya Kepala Daerah (Bupati/Walikota/Gubernur) sejajar dengan DPRD sebagai satu kesatuan pemerintahan di daerah.
Kata Michael, secara lengkap ada Enam tuntutan reformasi, Yaitu (I). Amandemen UUD 1945, (II). Penghapusan Doktrin Dwi-Fungsi ABRI, (III). Penegakkan Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN, (IV). Otonomi daerah, (V). Kebebasan Pers, dan (VI). Mewujudkan Kehidupan Demokrasi.
Penataan kehidupan demokrasi sangat dirasakan saat ini dengan adanya PEMILU secara langsung, baik untuk anggota legislatif (DPR) maupun Presiden dan Kepala Pemerintahan Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupten/Kota.
Dinamika konsepsi ini hingga Pemilu serentak yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Pilkada serentak 2015, 2017, dan 2018 yang dilaksanakan memberikan indikasi bahwa ada sejumlah kemajuan dalam kehidupan demokrasi Indonesia, khususnya di Papua Barat, tetapi juga ada sejumlah kerawanan yang masih harus dihadapi bersama menuju Pemilu 2019.
Pada hakekatnya semua upaya perwujudan Kehidupan Demokrasi ini adalah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat, yang notabene merupakan implementasi dari sendi dasar dari Demokrasi Pancasila, yakni rakyat mengakui dan saling menerima kemajemukan sebagai anugerah Tuhan.
“Kita boleh berbangga bahwa Pilkada Serentak 2017 di Papua Barat terlaksana secara baik, demokratis dan mendapatkan pengakuan dari banyak pemangku kepentingan. Bahkan secara keseluruhan/ akumulatif dengan Pilkada Serentak 2015, menunjukkan bahwa kesadaran dan sikap demokrasi masyarakat di Papua Barat telah semakin dewasa,” tutur Michael.
Pada kesempatan itu, Michael Watimena mengingatkan bahwa sebagai bagian dari NKRI kita harus tetap menjaga dan merawat ke-Indonesiaan, sebagai mujizat sejarah yang dialami bangsa Indonesia. Karena itu pula maka Pancasila, dan UUD NRI 1945 menjadi perekat NKRI yang Bhinneka Tunggal Ika ini. [***]