SORONG, sorongraya.co – Pasien Rumah Sakit Sele Be Solu bernama Septian, mengaku kecewa dengan pelayanan petugas saat merawat pasien, yang terkesan tidak professional. Padahal Ia merupakan pasien umum, bahkan keluarganya membayar biaya perawatan hingga Rp 18 juta lebih secara cash.
Septian yang berusia 18 tahun ini merupakan salah satu korban pembacokan yang terjadi di Rental Playstation Malanu, Kelurahan Malanu, Distrik Malaimsimsa, Kota Sorong, oleh orang tak dikenal. Peristiwa pembacokan itu terjadi pada Minggu 05 Januari 2025 lalu.
Ia menceritakan bahwa setelah peristiwa pembacokan itu terjadi, Paman Septian, bernama Richad membawa Septian ke Rumah Sakit Mutiara untuk mendapatkan pertolongan pertama. Setibanya di Unit Gawat Darurat RS Mutiara, petugas mengaku tidak bisa menangani karena luka akibat sabetan parang cukup besar, sehingga disarankan ke Rumah Sakit Angkatan Laut.
Richard kemudian membawa Septian ke RS AL. Setiba di RS AL, petugas UGD menangani luka sobek Septian dengan membalutnya rapi sehingga tidak ada lagi tetesan darah. Namun karena dokter bedah berada di Katapop, Kabupaten Sorong, sehingga Ia disarankan membawa ke Rumah Sakit Sele Be Solu yang lebih lengkap penanganannya.
“Pihak Rumah Sakit AL juga sengaja tidak membuat rujukan karena berkaitan dengan administrasi yang lama, sedangkan Septian butuh penanganan cepat,” terang Richard saat ditemui wartawan di kediamannya. Rabu, 08 Januari 2025.
Lanjut Richard, setiba di Sele Be Solu, petugas kemudian membuka balutan kepala Septian untuk melihat luka. Setelah membuka, petugas menutup kembali luka namun darah terus mengalir dari kepala Septian. Keluarga yang panik meminta kejelasan kepada dokter dan petugas jaga. Namun dengan respon yang kurang baik, petugas membiarkan Septian terbaring sendirian di Ruang UGD tanpa kejelasan mau diapakan.
“Kami keluarga emosi, panik, darah terus mengalir, Dia (septian) sudah lemas, sudah pucat, beberapa kali hilang kesadaran, tapi sepupunya terus jaga dan kasih ingat dia supaya terus jaga kesadaran. Petugas malah terlihat asik bermain HP. Setelah kami keluarga ribut-ribut dan mem-videokan kejadian itu baru dokter jaga hubungi dokter lainnya di balik telepon. Selang beberapa lama, baru Dia dibawa ke ruang operasi,” terang Richard.
Saat penanganan, petugaspun mengatakan bahwa luka kecelakaan tidak ditanggung BPJS pihak keluarga pun menyanggupi untuk Septian dijadikan pasien umum dan bayar sebagai pasien umum. Padahal Septian terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan aktif.
“Pikiran keluarga, yang penting anak ini selamat itu Saja. Karena kami trauma, setahun lalu keluarga kami ada yang diabaikan saat dibawa ke rumah sakit, begitu dia meninggal dunia karena terlambat ditangani,” ungkap Richard.
Setelah masuk ruang operasi, Richard mengaku pasrah kepada dokter dan petugas yang melakukan operasi. Setelah operasi dan dibawa ke kamar inap, Ia pun menyelesaikan tanggung jawab membayar biaya operasi dan kamar hingga mencapai Rp18 juta lebih.
“Saya sempat minta rinciannya juga, 18 juta itu untuk apa saja. Katanya petugas itu sudah yang tertera disana, dokternya juga bilang begitu. Yah kami pun terima saja,” lanjut Richard.
Cerita Septian di Ruang Operasi RS Sele Be Solu
Hal yang membuat keluarga terkejut dan kecewa adalah pengakuan Septian. Setelah siuman Septian kemudian mengaku kepada keluarga jika dirinya masih trauma dan merasakan nyeri saat di ruang operasi.
“Saat itu, petugas sekitar 2-3 orang di ruang operasi pegang kepala Saya terus bilang aktif. Ini aktif dok. Terus dokternya menjawab sudah jahit saja. Pas jarum kena kepala Saya, Saya sempat berontak, teriak sakit. Tapi mereka teruskan Saja. Darah sudah penuhi dada Saya, Saya dengan sisa tenaga mengusap darah di dada Saya. Hingga tusukan kelima Saya sudah tidak kuat dan berontak, Saya bilang kenapa tidak dibius. Sakit sekali. Terus petugas bilang, kalau mau dibius ko pakai selang bius itu. Terus dengan sisa tenaga saya pakai selang itu sendiri, dan setelah itu Saya tidak sadarkan diri,” ungkap Septian dengan pandangan kosong.
Pasca operasi, Ia mengaku terdapat gangguan pada penglihatannya dan masih merasakan nyeri dibagian jahitan. Serta trauma sensasi jahitan dikepalanya.
“Pasca operasi, kami tidak diberitahu berapa luka jahitannya dan tidak diberikan obat pasca operasi. Kami perawatan sendiri saja dirumah. Nanti tanggal 15 baru disuruh balik untuk kontrol,” sambung Bibi Septian.
Septian, Richard dan keluarga berharap agar pelayanan medis di Rumah Sakit dapat diperbaiki pelayanannya. Apalagi bagi mereka yang terpaksa mengaku sebagai pasien umum demi mendapatkan pelayanan cepat.
“Kami kecewa dengan pelayanan di Sele Be Solu. Mulai dari UGD, ruang operasi sampai pasca operasi. Kalau bisa kami berharap. Cukup kami yang terakhir dilayani seperti ini. Tolong semua pasien darurat itu ditangani cepat dan tepat. Kasihan anak kami ini sudah menjadi korban kekerasan kriminal kemudian diperlakukan tidak manusiawi begitu, kami harap ada evaluasi dalam pelayanan darurat di Rumah Sakit Sele Be Solu,” harap Richard.
Septian dan keluarga juga berharap agar pelaku pembacokan segera ditangkap oleh pihak kepolisian sehingga dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Belum diketahui motif pelaku membacok sejumlah anak di tempat Play station tersebut.