SORONG,sorongraya.co- Panitia Musyawarah Adat 10 Marga di Distrik Mare, Kabupaten Maybrat yang dibentuk oleh Ikatan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Mare Se-Sorong Raya (IPPMM-SR) menyelenggarakan Pelatihan Pemetaan Wilayah Adat 10 Marga di Distrik Mare, Kabupaten Maybrat.
Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 8-10 November 2021 ini bertujuan membangun kesiapan tim fasiltator musyawarah adat untuk memeriksa kelengkapan data dari setiap marga dan membangun kesepakatan bersama di tingkat ketua-ketua marga untuk menyelesaikan pemetaan wilayah adat 10 Marga di Distrik Mare.
Kegiatan ini dirancang sebagai respon pemuda suku Mare, Kabupaten Maybat untuk menjaga dan melindungi hak masyarakat hukum adat atas tanah dan sumber daya dalam di Distrik Mare, Kabupaten Maybrat.
Musyawarah adat yang bertujuan memetakan wilayah adat merupakan langkah penting bagi marga-marga pemilik untuk menata hak-hak adatnya. Karena perkembangan pembangunan dan investasi daerah yang semakin pesat dikhawatirkan akan berdampak besar pada konflik kepemilikan hak adat serta kerusakan aset-aset masyarakat adat yang berada di atas dan di dalam wilayah adat mereka.
Dalam sambutannya Ketua Panitia Musyawarah Adat Saudara Alvius Baru menyampaikan bahwa pemetaan wilayah adat marga-marga di Distrik Mare harus di selesaikan untuk mewujudkan pengakuan-pengakuan bersama antar marga dalam rangka penataan wilayah adat tanpa konflik.
Senada dengan Alvius, Kepala Bidang Fasilitasi Politik Dalam Negeri, Badan Kesbangpol Kabupaten Maybrat; Samuel Asar Belas yang juga tokoh intelektual suku Mare menyampaikan bahwa kegiatan ini bisa menjadi model untuk wilayah-wilayah lain di Papua.
” Kita telah menaruh contoh baik proses yang benar untuk wilayah lain,” kata Samuel.
Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat adat, Isak Yewen juga mengajak semua ketua marga, perwakilan masyarakat dan pemuda mare untuk mendukung kegiatan ini.
” Musyawarah adat ini sampai dengan pemetaan wilayah adat akan dapat berjalan baik apabila masyarakat bersatu, saling mendengarkan sesuai dengan sembonyan orang Mare “Mari Anya,” tutur Isak Yewen.
Diketahui, selama 3 hari kegiatan, diskusi dan pelatihan diarahkan pada peningkatan pemahaman dan kemampuan fasilitator dalam mengumpulkan data sosial “Boo Watum” yang menceritakan sejarah, silsilah marga, bukti kepemilikan, batas-batas wilayah adat sampai dengan penggunaan dan pemanfaatan wilayah adat oleh masyarakat.
Diskusi tentang pilihan hukum legalisasi hak masyarakat adat dengan merujuk pada Perdasus Papua Barat Nomor 09 Tahun 2019 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat, Permendagri 52/2014 Tentang Tata Cara Indentifikasi dan Penetapan Hak Masyarakat Adat, UU Desa, Pemen ATR 17/2020 tentang Penatausahaan Hak Ulayat dan UU Nomor 41 Tentang Kehutanan juga disajikan memperkaya pengetahun masyarakat.
Diskusi kebijakan dimaksudkan juga untuk memperkuat peta jalan kerja pengakuan hak adat pasca musyawarah dan pemetaan wilayah adat.
Sebagai penutup di hari ketiga, fokus pelatihan diarahkan pada pengembangan ketrampilan, pemahaman dan kemampuan mengoperasikan GPS (global positioning system) yang akan digunakan untuk merekam titik koordinat batas wilayah adat dan merekam garis wilayah adat dari setiap marga.
Pelatihan dan inisiatif musyawarah adat yang difasilitasi oleh IPPMM-SR ini juga mendapat dukungan dari Yayasan Econusa. Serta bekerjasama dengan Pekumpulan Aka Wuon, The Samdhana Institute dan SKP-KC OSA Sorong. Kolaborasi ini menjadi model baik dalam membantu masyarakat adat memetakan, melegalisasi dan melindungi wilayah adatnya. Sekaligus menjadi fondasi bagi upaya-upaya masyarakat dalam pengelolaan asest adat secara berkelanjutan.