Scroll untuk baca artikel
Metro

Fernando Solossa: Radiogram Gubernur PB Dinilai Lecehkan DPRD Maybrat

×

Fernando Solossa: Radiogram Gubernur PB Dinilai Lecehkan DPRD Maybrat

Sebarkan artikel ini

SORONG, sorongraya.co – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Maybrat Fernando Solossa menegaskan bahwa radiogram Gubernur Papua Barat nomor 005/30/SETDA-PB/2018 terkait penyelesaian masalah di Kabupaten Maybrat dinilai sangat melecehkan Dewan.

Menurutnya, sesuai Undang-Undang Otonomi Daerah yang dinamakan Pemerintah Daerah terdiri dari Bupati dan Wakil Bupati selaku eksekutif, legislatif yang tak lain adalah representasi masyarakat Maybrat.

Nah, di dalam radiogram Gubernur Papua Barat ini dijelaskan yang dikatakan pemerintah daerah adalah Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah untuk hadir bersama gubernur membahas masalah Ibu Kota Maybrat.

“Kami merasa bahwa hal ini sangat melecehkan kami karena sudah membuat kegaduhan di kabupaten Maybrat,” tegas Fernando Solossa di Hotel Mariat Sorong, Minggu sore 8 Juli 2018.

Dia menambahkan, demi menjaga stabilitas keamanan pihaknya meminta agar Tim Rekonsiliasi dibubarkan. Sebab apa yang direkomendasikan oleh tim ini bertentangan dengan konstitusi Negara.

Tim rekonsiliasi memberikan masukan kepada Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo melalui Menteri Dalam Negeri akan tetapi tembusan tidak kepada DPRD Maybrat. Baginya hal tersebut merupakan pembangkangan terhadap Undang-Undang Pemerintah Daerah, juga MD3 yang diperkuat dengan Peraturan Daerah tentang Tata Tertib DPRD itu sendiri.

Bagi Fernando apa yang dilakukan sangat menggangu tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) karena tidak dikomunikasikan bahkan tidak  melibatkan DPRD Maybrat.  Fernando Solossa meminta kepada gubernur Papua Barat agar kisruh letak ibu kota Maybrat ditunda usai pemilu, dan pertemuan tersebut harus melibatkan DPRD Maybrat.

Dibeberapa kesempatan masyarakat sering melakukan demonstrasi, KPU serta merta meminta kepada Pemerintah Provinsi agar permasalahan yang terjadi dibicarakan secara baik.

Namun, faktanya tidak direspon baik oleh gubernur dengan membangun opini di media sehingga membuat keresahan di kalangan masyarakat Maybrat, sehingga menurutnya pertemuan sebaiknya dipending hingga usai pemilu 2019, sedangkan tim rekonsiliasi dibubarkan demi stabilitas keamanan di kabupaten Maybrat dan demi suksesnya pemilu 2019.

“Apa yang kami sampaikan ini tolong diperhatikan dengan baik,” tegas Nando.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar yang tak lain mantan Ketua DPRD Maybrat, Moses Murafer, S.H menilai penyelesaian ibu kota Maybrat bersifat kepentingan belaka. Ia meminta kepada gubernur Papua Barat agar memberikan masukan yang baik kepada Pemerintah Pusat. Otonomi Khusus haruslah dijalankan secara baik dan benar dengan melibatkan DPRD Maybrat.

Kehadiran tim rekonsiliasi baginya sama sekali tidak memberikan arti apa-apa. Menurut Moses Murafer, pemerintah pusat tidak berani menyelesaikan masalah ibu kota Maybrat. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16 itu sah, sifatnya nasional, sudah sepantasnya pemerintah pusat mengeksekusi putusan tersebut, bukannya melemparkan bola panas ke masyarakat di Maybrat.

Kondisi yang ada saat ini di Kabupaten Maybrat bisa berdampak pada pemboikotan pemilu. Jika itu terjadi sudah mengarah ke yang namanya disintegrasi bangsa.

Moses Murafer menyarankan agar presiden dan mendagri mengeluarkan satu keputusan yang bijaksana menuntaskan permasalahan letak ibu kota Maybrat sehingga terciptanya kedamaian dan kesejahteraan di masyarakat Maybrat yang merupakan bagian daripada Negara Kesatuan Republik Indonesi. [jun]

Editor : Mohan

Example 120x600

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.