SORONG. sorongraya.co – Sebagai organisasi non-pemerintah dan masyarakat sipil yang memfokuskan gerakan pada upaya penegakan hukum di Tanah Papua, Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari memiliki beberapa catatan tentang penegakan hukum di Provinsi Papua Barat sepanjang Tahun 2017.
Secara umum dapat dikatakan bahwa proses penegakan hukum dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai kasus berkategori sebagai kirminal luar biasa (extra ordinary crime) masih berjalan di tempat alias tidak banyak memperoleh kemajuan yang dapat dibanggakan.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Cristian Warinussy mengatakan, hal itu tercermin dari beberapa kasus berkategori sebagai kasus klas kakap seperti dugaan korupsi dana hibah bagi Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Papua Barat yang dalam konteks proses hukumnya sudah bermuara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi/Pengadilan Negeri Manokwari.
Yaitu dengan diadili dan divonisnya Albert Rombe, SE sebagai salah satu terdakwa dengan dugaan kerugian negara mencapai 25 Milyar rupiah lebih tapi sayang sekali karena Rombe belum dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sesuai amanat Pasal 270 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Saat ini salah satu terdakwa lain yaitu Dr.Ir.Yanuarius Renwarin, MS sedang diadili perkaranya dengan tuduhan mencakup tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Pengadilan Negeri Manokwari,” tutur Yan.
Seharusnya penyelidikan dan pengusutan kasus dana hibah KONI Papua Barat tidak berhenti pada Rombe dan Renwarin saja, tetapi harus juga menyasar para eks petinggi KONI Papua Barat lain seperti mantan Ketua Umum KONI Papua Barat Abraham Octavianus Atururi, juga mantan Wakil Bendahara Sri Lestari, bahkan Kepala Dinas Pengelolaan Pendapatan dan Aset Daerah (DPPKAD) Provinsi Papua Barat saat ini Abia Ullu serta mantan Bendahara Umum KONI Jaenab Uswanas.
“Ini berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dalam pemeriksaan terdakwa Albert Rombe, SE maupun terdakwa Dr.Ir.Yanuarius Renwarin, MS yang mana nama-nama mereka disebutkan oleh para saksi yang dihadirkan JPU,” ucap Yan.
Di lain pihak, kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan gedung Rektorat Universitas Papua (UNIPA) yang sampai saat ini seperti “tertelan” waktu dan bahkan ada sinyalemen bahwa pihak institusi penegak hukum belum melakukan audit kerugian negara bersama lembaga negara yang berkompeten seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di daerah ini,
Demikian halnya juga kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan kapal kargo di Kabupaten Sorong Selatan yang sudah menetapkan dua orang tersangka, termasuk mantan Bupati Sorong Selatan Otto Ihalauw, tapi belum mengalami progress dalam konteks pemeriksaan formal sesuai amanat Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Juga kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan sirkuit balapan sepeda motor di Distrik Masni-Kabupaten Manokwari yang sudah menetapkan 2 (dua) orang tersangka, tapi terkesan seperti ada “tarik-ulur” dalam alih tanggung-jawab atas berkas dan status tersangka diantara Polres Manokwari dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari hingga jelang akhir tahun 2017 ini. Padahal sudah ada P-21.
Sementara itu, dalam kasus dugaan tipikor pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Rakyat Provinsi Papua Barat juga terkesan berjalan di tempat, walaupun sudah ada pemeriksaan oleh penyidik Direktorat Reskrim Khusus (Dit.Reskrimsus) Polda Papua Barat.
Sebenarnya dalam konteks dugaan tipikor di Provinsi Papua Barat, institusi penegakan hukum semisal kepolisian dan kejaksaan juga perlu melakukan penelusuran terhadap kegiatan pengelolaan dana hibah dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dalam kegiatan pembinaan kepemudaan pada kepengurusan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Papua Barat periode lalu.
Serta dana hibah Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat dalam konteks kegiatan pemberantasan bahaya Narkoba bagi organisasi masyarakat (ormas) Granat. Juga dana hibah bagi sejumlah yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan serta kemasyarakatan lainnya di Papua Barat.
Dalam aspek penegakan hukum di bidang pertambangan, LP3BH mencatat walaupun ada upaya “penangkapan” terhadap sejumlah penambang ilegal di kawasan sekitar Kali Wasirawi-Distrik Masni-Kabupaten Manokwari dan dibawa ke pengadilan.
Namun demikian terkesan ada “tebang pilih”, karena justru pelaku pemberi “ijin” ilegal dari pihak masyarakat adat setempat yang cenderung melawan hukum berdasarkan amanat Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara justru tak tersentuh hukum.
Juga aspek pengrusakan lingkungan dan prosedurnya sesuai amanat Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sama sekali tidak disentuh dan ditelusuri oleh penyidik Polda Papua Barat dalam kasus “penambangan ilegal” tersebut.
LP3BH juga mencatat bahwa Kejaksaan Negeri (Kejari) Manokwari masih “menunggak” beberapa kasus yang pernah dilidik di tahun 2017 dan terkesan “dihentikan” secara melawan hukum seperti dalam kasus TV Parlemen, kasus KPU Provinsi Papua Barat serta kasus Bappeda Kabupaten Manokwari Selatan.
Kesemua kasus ini seperti “sengaja” dihentikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manokwari tanpa melalui prosedur dan cenderung juga melanggar amanat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017.
Demikian juga adanya upaya “menghentikan” proses hukum atas kasus pidana pemalsuan surat yang diduga dilakukan oleh oknum anggota DPRD Kabupaten Teluk Wondama Yermias Rumkorem oleh Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Manokwari Andi Sitti Chedjariah, SH, MH.
Padahal P-21 dari kasus tersebut sudah dikeluarkan oleh mantan Kasipidum Irna Sandra, SH pada tanggal 30 April 2016 (sekitar dua tahun lalu) dengan surat nomor : B-360/T.1.12/Epp.1/04/2015, tapi hingga jelang akhir tahun 2017 ini kasus tersebut seperti “hilang ditelan bumi” di Kejari Manokwari. Hal mana diudga melanggar amanat pasal 8 ayat (1) huruf b, Pasal 138 ayat (1) dan Pasal 139 KUHAP.
“Kiranya di tahun 2018, penegakan hukum dalam konteks pidana korupsi dan pidana umum di Provinsi Papua Barat akan jauh lebih baik yang dapat dinampakkan dari upaya peningkatan kapasitas dan kinerja institusi penegak hukum baik Polri maupun Kejaksaan di daerah ini,” pungkas Yan. [dwi]