Staf saat menduduki kantor BLUD UPTD Raja Ampat. [foto: istimewa]
Metro

Begini Nasib Anak Negeri Yang di PHK BLUD UPTD Raja Ampat

Bagikan ini:

WAISAI, sorongraya.co – Beginilah nasib anak negeri Raja Ampat yang kini harus menelan kepahitan setelah di Putus Hubungan Kerja (PHK) oleh Badan Layanan Umum Daerah Unit Pelaksana Teknis Dinas (BLUD UPTD) Kabupaten Raja Ampat ditengah pandemi Corona Virus atau Covid-19.

Hal ini berdasarkan surat nomor : 523/262/DKP-PB/4/2020 tentang perihal situasi darurat BLUD UPTD KKP akibat pandemi C-19.

Salah satu staf yang enggan namanya disebutkan menyatakan, persoalan surat pemberhentian berdasarkan SK tanggal 30 April 2020 mendatang maka kontrak kerja 150 orang staf BLUD  UPTD telah berakhir, dan surat tanggal 1 Mei 2020 mendatang staf yang direkrut atau dievaluasi kembali kurang lebih sebanyak 54 orang, sedangkan staf yang dirumahkan kurang lebih 96 orang.

Berkaitan dengan hal tersebut dirinya secara peribadi menyesalkan putusan BLUD UPTD Raja Ampat. “Artinya, kami sudah terjatuh kemudian tertimpa tangga pula. Sehingga kami yang sebagian besar anak-anak negeri mesti mengaduh ke siapa?,” katanya kepada sorongraya.co di Waisai, Selasa 28 April 2020.

Dirinya berharap Pemerintah Provinsi Papua Barat dapat melihat hal itu karena selama ini mereka bekerja di bawa DKP Provinsi PB, namun setelah dikonfirmasi ke pihak kantor yang berkordinasi dengan Pemrov Papua Barat terkesan melepas tanggung jawab. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah membutuhkan mereka disaat – saat tertentu.

“Jika Pemprov PB tidak mampu untuk mengelola kawasan konservasi maka kembalikan kewenangan ke daerah. Setelah di PHK kami begitu terpukul sebab anak dan istri mau makan apa dengan kondisi begini,” ungkapnya.

Lanjut Dia, sebanyak 56 staf perwakilan dari semua kawasan ingin bertemu langsung dan bertatap muka dengan Kepala BLUD UPTD Raja Ampat, namun yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan karena Covid-19 sehingga mereka (staf) menawarkan beberapa solusi bahwa dalam kondisi ini jangan ada yang di PHK.

“Kondisi seperti ini merupakan wabah global sehingga dampaknya cukup besar, kami rela bekerja tanpa digaji asalkan deberikan sembako untuk menafkahi anak dan istri kami. Dengan begitu, mereka dapat melakukan patroli dan monitoring demi melindungi kawasan konservasi raja ampat. Tetapi beliau masih meragukan keputusan kami. Dalam kondisi seperti ini justru kami kehilangan induk seola – ola tidak ada pemimpin yang perhatian terhadap kami,” ujarnya.

Dirinya juga berharap agar ada perhatian serius dari Pemerintah setempat, dan juga Pemprov PB karena dengan adanya wabah C-19 maka akan terjadi konflik internal dan berdampak pada kawasan konservasi di Raja Ampat. [dav]


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.