MANOKWARI,sorongraya.co – Anggota DPRD Manokwari, Adrianus Mansim kembali angkat suara terkait polemik perebutan kursi pucuk pimpinan legislatif dari partai Golkar. Ia menilai, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Papua Barat seakan cuci tangan dengan fakta yang terjadi.
Pernyataan ini disampaikan Adrianus Mansim menjawab sekaligus menanggapi pernyataan Ketua DPD Partai Golongan Karya Papua Barat (Golkar PB), Mosez Rudy F. Timisela, Senin (07/10) malam, kepada sejumlah media massa yang dianggapnya menyesatkan opini publik terkhusus di Manokwari.
“Ada statement dari pengurus DPD Partai Golkar Papua Barat di salah satu media online, maka perlu saya menjawab dan meluruskan agar tidak terjadi disinformasi dan penyesatan opini public terkhusus di Manokwari,”ujarnya.
Menurut Adrianus, pernyataan Ketua DPD Partai Golkar Papua Barat, Mosez Rudy F. Timisela justru kontra produktif. Disatu sisi mengatakan bahwa penetapan calon ketua DPRD adalah ranah DPC Partai Golkar Manokwari, namun di sisi lain mengatakan ini merupakan keputusan mutlak DPP yang tidak ada sama sekali campur tangan DPD Partai Golkar Provinsi dan Kabupaten.
“Saya sendiri bingung dan tentu publik menjadi bingung dengan pernyataan ini, apakah ini ranah DPC Manokwari atau ranah DPP Partai Golkar?,”cetus Adrianus Mansim melalui siaran pers yang diterima sorongraya.co, Selasa malam, (08/10).
Karena itu, ia merasa perlu menanggapi pernyataan Ketua DPD Partai Golkar tersebut. Dimana aksi pemalangan kantor Golkar tidak bisa dilihat secara sempit bahwa itu terjadi lantaran dipicu oleh surat DPP Golkar yang menunjuk Norman Tambunan sebagai Calon Wakil Ketua DPRD Manokwari.
Ia menegaskan, jika aksi protes dan pemalangan itu adalah akumulasi kekecewaan terutama masyarakat suku Mansim Boray. Dimana selama ini Ketua DPD Partai Golkar Papua Barat selalu menyatakan diri, membela kepentingan anak asli Papua.
“Dimana beliau berdiri hari ini, tanggung jawab kepemimpinan seharusnya ditunjukkan bukan malah melempar tanggung jawab ke DPP Partai Golkar. Tapi ada beban komando yang harus dipikul oleh seorang pemimpin dan hari ini kemampuan leadership itu diuji,”ujarnya.
“Saya menerima pernyataan bahwa keputusan ada di DPP Partai Golkar, jadi mari kita sama-sama ke DPP untuk menjelaskan bagaimana situasi sosial politik saat ini di Manokwari. Saya sangat yakin dalam proses pengambilan keputusan oleh DPP, pihak provinsi tidak secara terbuka menjelaskan situasi sosial politik di Manokwari yang sekarang sedang terjadi. Akan menjadi bahan kajian di semua parpol mengenai situasi sosial politik dari suatu keputusan yang akan diambil,”sambung Adrianus.
Kata dia, selama partai Golkar berdiri di Manokwari bahkan di Papua Barat, tidak pernah ada peristiwa pemalangan kantor seperti yang terjadi saat ini. Adrianus juga menegaskan, bahwa aksi tersebut merupakan aspirasi rakyat yang ikut memperjuangkan kemenangan Partai Golkar melalui wakil rakyat pilihannya.
“Mereka lah, pemilik saham partai Golkar. Mereka yang menyalurkan hak politiknya dan mempercayakan hak-haknya untuk diperjuangkan oleh Partai Golkar melalui saya. Jadi jangan membangun narasi bahwa masyarakat ini masalah eksternal dan orang per orang yang lain adalah internal, salah besar menurut saya,”ucapnya.
Kembali dikemukakan, terkait pernyataan Ketua DPD Partai Golkar Papua Barat bahwa keputusan mutlak ada di DPP, hal tersebut benar adanya dan kewenangan mutlak menunjuk siapa yang akan mewakili partai di pucuk pimpinan DPRD, berada pada level DPP. Namun dia menyebutkan bahwa keputusan itu bukanlah final yang berlaku sejak ditetapkan.
Menurutnya lagi, masih ada mekanisme peninjauan kembali sepanjang alasan-alasan peninjauan kembali suatu keputusan dapat diterima oleh pejabat berwenang dan itu sudah terjadi di beberapa daerah.
“Pak Ketua (DPD Partai Golkar) pasti tahu itu, dan peran itu yang saya harapkan dimainkan oleh jajaran pengurus DPD. Sebagai penyambung antara Kabupaten dan Pimpinan Pusat, mari sama-sama kita jelaskan kepada DPP bahwa di bawah ini ada gejolak dan harus diselesaikan, bukan malah melempar isu-isu di media bahwa ini ada eksternal yang mencampuri masalah internal, sekali lagi ini sangat keliru,”tegasnya.
Adrianus juga menuding salah satu pengurus DPD Partai Golkar Papua Barat tidak memahami betul akar sejarah lahirnya Undang-undang (UU) Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua dan Papua Barat dengan mengatakan rekomendasi Majelis Rakyat Papua (MRP) PB, salah alamat, karena tidak tercantum dalam UU Otsus.
Lanjutnya, ilmu perundang-undangan itu tidak se-sempit pemahaman yang melihat undang-undang hanya pasal-pasal itu tidak lahir serta merta, harus dibaca mulai dari konsideran hingga lampiran penjelasannya, bahkan kalau perlu dibaca naskah akademiknya agar tidak gagal paham.
Dibagian konsideran terkandung landasan filosoif, sosiologi dan yuridis suatu Undang-Undang, terkandung falsafah, kehendak pembentukan, fakta empiris perlunya pembentukan undang-undang dan jawaban atas kekosongan hukum dan kebutuhan sosial politik dimana undang-undang itu berlaku.
“Jika kita baca konsideran UU Otsus disitu kita bisa memahami alasan, maksud dan tujuan pembentukan UU Otsus, bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap hak Asasi Manusia di papua, khususnya masyarakat Papua,” imbuhnya.
Masih di bagian konsideran, bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Papua dan Provinsi yang lainnya, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta memberikan kesempatan yang sama kepada penduduk asli Papua, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka NKRI, serta bahwa pemberlakuan kebijakan khusus dimaksud didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli. Kemudian tercantum bahwa telah lahir kesadaran baru di kalangan masyarakat Papua untuk memperjuangkan secara damai dan konstitusional pengakuan terhadap hak-hak dasar.
“Dan jelaslah landasan yuridis saya sebagai Orang Asli Papua bahwa yang saya lakukan adalah dalam konteks memperjuangkan hak-hak saya untuk diberi kesempatan oleh Partai menjadi pimpinan DPRD di tanah kelahiran saya sendiri, perjuangan damai dan konstitusional dalam kerangka Negara yang demokratis, Negara Kesatuan Republik Indonesia,”ucapnya.
Kemudian terkait rekomendasi MRP PB, kata Adrianus Mansim, sangat terang benderang di dalam UU Otsus 21/2001 bahwa MRP adalah representasi kultural orang asli papua, yang memiliki kewenangan diatur dalam pasal 20 huruf e. Yaitu, memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak orang asli papua, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. Dan dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
“Jadi MRP sedang menjalankan kewenangannya dan tanggung jawabnya sesuai tujuan pembentukannya. Yang mengatakan rekomendasi MRP salah alamat justru dia itu salah paham dan bahkan tidak paham untuk apa MRP dibentuk,” tukasnya.
Terkait rekomendasi tersebut, ucap Adrianus, diteruskan atau tidak tentu berada diluar kewenangan MRP PB. Karena dari sudut pandang Otsus memang seperti itulah seharusnya MRP bertindak. Lebih parah lagi menyarankan MRP untuk melakukan revisi UU Otsus, ini lebih parah lagi tidak pahamnya dimana kewenangan revisi itu berada,” pintanya.
“Jadi kesimpulannya adalah saya sangat terbuka untuk berdiskusi dengan siapa saja, terutama teman-teman di Provinsi dan Kabupaten tetapi dalam konteks ini harus kita bersama-sama di DPP karena ranahnya sudah menjadi ranah DPP Partai Golkar,” pungkasnya. [krs]