SORONG,sorongraya.co– Empat anggota yang mengaku sebagai bagian dari struktur Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB) resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana makar oleh Polresta Sorong Kota.
Kapolresta Sorong Kota, Kombes Pol Happy Perdana Yudianto, dalam konferensi pers yang digelar di Mapolresta Sorong Kota pada Senin (5/5/2025), menyampaikan bahwa keempat tersangka masing-masing berinisial AGG, PR, MS, dan NM.
Menurut keterangan Kapolresta, para tersangka diketahui memiliki peran dan jabatan strategis dalam organisasi NRFPB, mulai dari Staf Khusus Presiden merangkap Menteri Dalam Negeri, hingga pejabat setingkat Wakapolda, Kasat Reskrim, dan anggota militer NRFPB.
“AGG menjabat sebagai Staf Presiden sekaligus Menteri Dalam Negeri NRFPB, PR sebagai Wakapolda Domberai, MS menjabat sebagai Kasat Reskrim, dan NM adalah anggota tentara NRFPB,” terang Kombes Pol Happy.
Penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk meminta keterangan dari lima saksi serta mengamankan sejumlah barang bukti penting. Barang bukti tersebut di antaranya 18 dokumen yang berkaitan dengan NRFPB, pakaian dinas kepolisian dan ketentaraan berlogo NRFPB, serta kartu identitas keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Kapolresta juga mengungkapkan bahwa para tersangka sebelumnya sempat mengirim surat kepada Presiden RI Prabowo Subianto berisi ajakan untuk melakukan upaya damai. Surat tersebut turut ditembuskan ke Polresta Sorong Kota, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya, Pemerintah Kota Sorong, dan Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya.
“Keempat tersangka ini telah dilantik oleh pihak yang mengaku sebagai Presiden NRFPB di Jayapura, untuk menjalankan peran di wilayah Papua Barat Daya. Itu sudah cukup bagi kami untuk menetapkan mereka sebagai tersangka kasus makar,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, keempat tersangka dijerat dengan Pasal 106 KUHP jo Pasal 87 KUHP jo Pasal 53 ayat (1) KUHP, dan/atau Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau jo Pasal 56 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mereka diancam dengan pidana penjara maksimal 20 tahun atau bahkan seumur hidup,” tegas Kapolresta. (*)