SORONG, sorongraya.co – Dengan menggunakan toga Tim Kuasa Hukum enam tersangka penyerangan Pos Koramil Kisor melakukan unjuk rasa di depan kantor Pengadilan dan Kejaksaan Negeri Sorong. Dalam orasinya, Leonardo Ijie menyatakan penegakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan dan Kejaksaan Negeri Sorong layaknya ‘pencuri’, diam-diam memindahkan lokasi sidang ke Makassar.
Sangat disayangkan penegakan hukum diatas tanah Papua. Proses sidang pertama, dengan terdakwa anak LK berjalan baik, lantas untuk enam tersangka dipindahkan ke Makassar,” ujar Leonardo Ijie.
Lebih lanjut Leo menyampaikan, biarkanlah enam tersangka diadili secara profesional, jika mereka bersalah, biarkanlah di vonis oleh pengadilan. Lalu mengapa lokasi sidang dipindahkan ke Makassar.
“Ingat siapa yang bekerja tidak baik di tanah ini maka akan menerima konsekwensi tujuh turunan. Meski demikian, kami masih percaya akan keadilan tersebut. Tapi dengan memindahkan lokasi sidang membuat kami tidak percaya lagi,” ujar Leo.
Menurutnya, ini adalah pelanggaran HAM berat yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif. Apa yang terjadi semakin memperumit keadaan di Papua. Sembari berteriak, strategi apa yang kalian siapkan di lokasi sidang di Makassar. Kalian yang merasa sebagai tangan Tuhan sebenarnya tidak mampu. Perlu diingat bahwa kalian bertindak dengan menggunakan uang rakyat.
Penegakan hukum yang dilakukan terhadap anak LK adalah asumsi bukan fakta yang sebenarnya. Hukum adalah Panglima, tegak lurus ke atas bukan menghancurkan yang ada di bawah,’ tegas Leo.
Sementara Fernandi Ginuni menyampaikan hari ini pengadilan dan kejaksaan negeri Sorong harus memberikan jawaban atas pemindahan lokasi sidang. Katanya pengadilan dan kejaksaan negeri Sorong tidak bisa diintervensi, tapi hari ini apa yang terjadi membuat kami harus berdiri berteriak menyampaikan penindasan yang terjadi kepada Orang Asli Papua.
“Keadilan di atas segala-galanya, hukum itu panglima, laly apa gunanya sekolah hukum selama 4 tahun kalau pada akhirnya menghancurkan hukum itu sendiri. Yang kami sampaikan adalah suara daripada suami, istri dari mereka tang tertindas. Jika bersalah hakimi mereka. Bukan dengan cara memindahkan mereka dengan diam-diam ke Makassar,” ucap Nando.
“Jika tidak mampu menegakan hukum lebih baik jangan melakukan penegakan hukum. Kami bicara atas nama UU, bukan untuk kepentingan kami,” tegas Nando.
Mau di bawa kemana keenam tersangka tersebut, kami akan tetap mendampingi hingga kasus tersebut memiliki kekuatan hukum mengikat atau inkracht.
“Kami mendampingi para tersangka bukan meminta-minta melainkan kerja keras dan keercayaan yang diberikan oleh keluarga para tersangka. Ini suara hati dari mama-mama yang saat ini berada di hutan,” ujar Nando.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Sorong, Eko Nuryanto menjelaskan, sesuai surat yang di terima Kejaksaan Negeri Sorong dari Mahkamah Agung bahwa lokasi sidang dipindahkan dari PN Sorong ke PN Makassar.
Alasan pemindahan, kata Eko terkait dengan keamanan terdakwa, JPU maupun majelis hakimnya, itu saja.
“Untuk teknis persidangannya sama dengan yang sebelumnya. Apabila terdakwa tidak punya pengacara maka majelis hakim akan menunjuk. Jika terdakwa sudah menunjuk pengacara, ya nggak masalah juga,” ucapnya.
Eko membantah bahwa tiga dari enam tersangka yang sudah dipindahkan ke Makassar masih di bawah umur. Kata dia, sesuai dengan keterangan domisili yang kita dapatkan, enam tersangka tersebut sudah dewasa.
Lagi-lagi Eko mengatakan, pemindahan lokasi sidang bukan disebabkan keterangan salah satu saksi dipersidangan melainkan karena adanya surat dari Mahkamah Agung.
Eko pun menegaskan mengenai pemindahan lokasi sidang tidak menjadi kewajiban bagi kita untuk memberitahukan. Berbeda jika mengenai penetapan tersangka, keluarga maupun pengacara kita beritahukan.