Hukum & Kriminal

Mantan Napidana Kasus 9.000 Pil PCC Masuk DPO Polresta Jayapura Kota

Bagikan ini:

SORONG,sorongraya.co- Pengusaha Tempat Hiburan Malam (THM) sekalgus mantan narapidana kasus kepemilikan 9.000 butir pil PCC Hendrik Poltak Sitorus masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polresta Jayapura Kota.

Hendrik Poltak Sitorus yang diketahui terlibat dalam kasus mnuman keras oplosan hingga menyebabkan 6 orang warga Papua meninggal dunia kabur dan hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.

Enam warga Papua asal Kota Sorong yang dipekerjakan oleh Hendrik Poltak Sitorus, yakni Marlince Nuride, Victor Tugerfai, Baltasar Tiberi, Lodyk Noride dan pasangan suami istri Demianus dan Fatmawati Saweri meninggal dunia akibat di suruh mencoba minuman keras oplosan yang di produksi oleh tersangka.

Sementara satu warga Papua lainnya Papua Rumaropen, meski dinyatakan sembuh setelah menjalani perawatan di RSUD Jayapura, namun mengalami rabun.

Atas kasus tersebut mantan anggota DPRD Kota Sorong dan juga pemilik MB Oxy ini dilaporkan ke Polreata Jayapura Kota dengan Laporan Polisi Nomor LP/B/870/V/2022 tanggal 25 Mei 2022.

Kapolresta Jayapura Kota Kombes Victor D Makbon saat dihubungi melalui telepon seluler, Minggu, 14 Agustus 2022 mengatakan, yang bersangkutan sudah tiga kali di panggil tapi tidak hadir, sehingga kami tetapkan DPO.

” Seharusnya sebagai tersangka ketika di panggil harus datang,” ujarnya.

Kapolresta Jayapura pun mengaku bahwa Hendrik Poltak Sitorus di prosea hukum terkait meninggalnya 6 warga Papua asal Kota Sorong.

Perwira berpangkat tiga melati ini lantas menyebit bahwa penetapan DPO terhadap Hendrik Poltak Sitorus sesuai dengan pasal yang dikenakan 136 huruf a dan b UU RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 204 ayat (1) dan (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Koalisi Aliansi Masyarakat Suku Besar Imekko Sorong Raya dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sorong (BEM UMS) serta PMKRI Kabupaten dan Kota Sorong menggelar unjuk rasa di depan Mapolres Sorong Kota, Kamis, 11 Agustus 2022.

Unjuk rasa yang di lakukan puluhan aktivis ini menuntut proses hukum terhadap Henderik Sitorus yang mendistribusikan etanol dalam jumlah banyak.

” Kehadiran masyarakat Inanwatan, Metemani, Kais dan Kokoda (Imekko) di Polres Sorong Kota untuk menyampaikan beberapa pernyataan sikap terkait meninggalnya 6 warga Papua akibat minuman keras oplosan.

Selain itu, kami juga meminta agar Hendrik Sitorus angkat kaki dari tanah Papua,” kata Kepala Suku Besar Imekko, Fritz Bidori.

Frits menambahkan, katanya HS sedang dalam proses hukum, ini sudah 2 bulan 6 hari tidak ada informasi. Makanya, kedatangan kami ke mapolres Sorong Kota menyampaikan keresahan kami.

” Apabila Hendrik Sitorus tidak di tindak maka warga Imekko akan menuntut yang bersangkutan lewat hukum positif dan hukum adat,” ujar Fritz.

Lebih lanjut Fritz mengatakan, selaku kepala suku dan tokoh adat meminta agar pemerintah kota Sorong tidak semena-mena mengeluarkan izin peredaran miras.

” Apakah di Papua tidak memiliki aset lain untuk PAD, selain penjualan miras. ” Aset tumpah ruah di tanah Papua ini tentunya menghasilkan PAD yang luar biasa. Namun, kenapa masih juga ada penjualan miras,” ujar Fritz.

Sementara itu, Intelektual muda Imekko Ferry Onim memberikan dukungannya terhadap proses hukum yang di lakukan polres Sorong Kota.

Menurut Ferry ada tujuh poin yang menjadi tuntutan kami terkait bisnis Hendrik Sitorus. Pertama, soal perdagangan miras oplosan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pelarangan Peredaran Minuman Oplosan.

Di sisi lain, siapa yang mendistribusikan puluhan jeriken etanol yang di sita polisi dari rumah Hendrik Sitorus. Padahal untuk mengedarkan etanol harus ada resep dokter.

Kedua, perdagangan perempuan, yang seolah-olah di kemas seperti lapangan kerja. Bahkan dalam bisnisnya tersebut di duga salah seorang perempuan yang dalam keadaan hamil mengalami keguguran.

Ketiga, lanjut Ferry, kami minta kepada kapolres Sorong Kota segera berkomunikasi dengan Polda Papua dan memastikan agar SPDP Hendrik Sitorus bi
[14/8 13.09] K Junaidi: bisa di kirim ke keluarga melalui Kuasa Hukum sebagai bukti penegakkan hukum terhadap 6 korban dari suku Imekko, Bintuni, Biak, Serui dan semua korban untuk dapat diketahui.

Keempat, Hendrik Sitorus di minta segera membayar denda adat nyawa korban sebesar Rp 5 milliar sesuai hasil pertemuan tanggal 14 Juli 2022 lalu di mapolres Sorong Kota.

Lebih lanjut Ferry mengatakan, tuntutan kami yang kelima, yakni Hendrik Sitorus beserta marga marga Sitorus lainnya segera angkat kaki dan keluar dari tanah Papua karena telah melakukan kejahatan terhadap orang Papua dan hutan Papua.

Keenam, jika tuntutan kami tidak dapat diselesaikan dengan hukum positif, maka kami mengambil tindakan melalui hukum adat, nyawa ganti nyawa sesuai jatuh 6 korban.

Ketujuh, kami keluarga besar Imekko memberikan batas waktu tanggal 11 hingga 24 Agustus 2022.

Sementara itu, Kapolres Sorong Kota AKBP Johannes Kindangen saat menemui massa aksi menegaskan bahwa pihaknya telah bekerja sama dengan Polres Jayapura dalam pengungkapan kasus meninggalnya 6 warga Papua.

Bilamana masyarakat memiliki saksi yang bisa memberikan keterangan terhadap kasus meninggalnya 6 warga Papua segera bawa ke Polres Sorong Kota,” tambahnya.


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.