SORONG, sorongraya.co – Setelah Marga Su, Kini pemilik hak ulayat atas tanah seluas 8.000 hektare di Distrik Moi Sigin, Kabupaten Sorong, Roberth Sawat Samanas resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri kelas IIb Sorong pada Rabu siang 4 April 2018.
Robert Sawat menggugat Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Dalam Negeri cq Gubernur Provinsi Papua Barat cq Bupati Sorong. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta cq Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat cq Disnakertrans Kabupaten Sorong.
Tanah yang digugat itu merupakan lahan transmiggrasi yang digunakan sejak pembebasan lahan dari 14 Februari 1978 hingga 1984 belum dibayar oleh pemerintah.
“Sudah beberapa tahun terakhir ini saya bolak balik Jakarta mengurus ganti rugi atas tanah kami sejak tahun 1984 yang dipakai untuk lahan transmigrasi belum mendapatkan hasil,” kata Roberth Sawat kepada wartawan di Pengadilan Negeri Sorong.
Padahal keluarga besar Sawaad Samanas tidak pernah melepaskan tanah tersebut kepada pemerintah. Tanah seluas 8.000 hektare yang dijadikan lahan transmigrasi terdiri dari empat Satuan Pemukiman (SP), yaitu SP Klasari, SP Klasop, SP Klabdalin dan SP Wanasobo.
Kata Robert, Dalam gugatan ganti rugi yang harus dibayar kepada marga Sawat Rp 40 triliun rupiah ditambah biaya sewa tanah sejak tahun 1984 hingga sekarang Rp 272 miliar serta ganti rugi tanaman tumbuh Rp 1 triliun.
Meski belum bertemu dengan Bupati soal ganti rugi namun marga Sawat sudah pernah demo ke DPRD Kabupaten Sorong untuk mempertanyakan hak mereka, sayangnya hingga saat ini belum mendapatkan hasil.
“Ini hak kesulungan dan masing-masing marga telah diberikan haknya. Jadi tidak elok jika tanah yang dimiliki satu marga dicaplok begitu saja,” tegas Robert Sawat.
Sementara pemeilik hak ulayat lainnya, Soleman Suu menambahkan sebagai pemerintah seharusnya tidak boleh semena-mena dengan masyarakat. Menurutnya aturan yang dibuat sengaja untuk mengelabui masyarakat.
Soleman Suu mengancam apabila tanah tidak dibayar saya akan memgambil sikap tegas. “Jika dikatakan saya sudah melepas tanah, saya mau tegaskan itu adalah tanah untuk pembangunan kampus kedokteran. Total keseluruhan 27 hektare. Akan tetapi yang sudah mendapat pelepasan adat baru 11 hektare,” terang Soleman Suu.
Sementra itu, kuasa hukum marga Suu dan Sawat Samanas, Markus Souissa, SH mengatakan pihaknya menggugat pemerintah Kabupaten Sorong karena ini merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Pusat.
Perkara yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri Sorong itu pihaknya juga telah menyerahkan ke Komisi III DPR RI. Jika dalam waktu dekat apabila diminta untuk bertemu di Jakarta pihaknya siap untuk menghadiri pertemuan tersebut.
“Perlu diingat bahwa pemkab Sorong hanya punya satu kewajiban mengeluarkan rekomendasi. Sedangkan yang membayar adalah pemerintah pusat. Pemerintah kabupaten Sorong tetap harus digugat karena gugatan akan kurang pihak,” ujar Markus Souissa. [jun]