SORONG, sorongraya. co- Tak tahan dengan perilaku sang suami yang kerapkali melakukan penganiayaan, Mizna Umar, istri dari Aipda WH, oknum polisi Raja Ampat angkat suara.
Terduga WH diketahui sudah tiga kali melakukan KDRT terhadap istrinya Mizna Umar.
Sebelumnya, ketika terduga pelaku melakukan penganiayaan yang kedua, Polres Raja Ampat melakukan sidang etik, akan tetapi dicabut lantaran Mizna Umar memaafkan WH.
” Pengniayaan yang ketiga inilah, Mizna Umar enggan untuk memaafkan sang suami. Bahkan korban kekeh jika apa yang dilakukan suaminya harus diproses hingga pengadilan,” ungkap Mizna Umar saat memberikan keterangan pera kepada sejumlah wartawan, Rabu, 14 Juni 2023.
Didampingi kuasa hukumnya Muhammad Iqbal Muhidin, Mizna Umar menceritakan kronologis penganiayaan ketiga yang dialami. Tanggal 3 Januari 2023 lalu, sekitar pukul 16.00 WIT, korban dari rumah Asrama Polisi (Aspol) Polres Raja Ampat mendatangi rumah salah satu anggota Polres Raja Ampat, yang diketahui bernama Fani. Tujuan korban datang ke rumah tersebut untuk mencari suaminya karena korban mendapat informasi jika suami korban sedang pesta minuman keras (miras).
” Pas saya disana, mendapati suami saya sedang pesta miras dengan dua orang temannnya. Pas suami saya suruh pulang, dia lalu berdiri dan memukul saya dari arah dagu,” tuturnya.
” Saya sempat mengeluarkan sebuah gunting dari dalam jaket, sayangnya guntung tersebut dirampas hingga menyebabkan tangan saya mengalami luka sobek di telapak tangan dan jari,” tambahnya.
Lebih lanjut Mizna menuturkan, setelah kejadian itu, istri dari Fani melerai dan melarikan saya ke RS Taja Ampat untuk mendapat pertolongan medis.
” Setelah dari rumah sakit saya angsung menuju kediaman Wakapolres Raja Ampat saat itu dijabat oleh pak Okoka. Saya pun melaporkan kejadian itu. Tak lama kemudian, suami saya di tahan di sel tahanan polres Raja Ampat,” bebernya.
Mizna mengaku, dirinya pernah mengalami KDRT dari suaminya di tahun 2020 dan 2022.
Sementara kuasa hukum korban, Mohamad Iqbal Muhiddin menambahkan, kliennya meminta kepada Kapolda Papua Barat dan Kapolres Raja Ampat untuk menindak tegas dan memberikan sanksi berat berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dari institusi kepolisian kepada WH yang saat aktif bertugas di propam polres Raja Ampat.
Iqbal mengaku, hingga detik ini korban belum mendapatkan informasi terkait status WH, apakah masih terduga atau sudah dinaikkan menjadi tersangka. Karena korban tidak pernah diberitahukan hasil pengembangan untuk hasil penyelidikannya dari pihak penyidik yang menangani masalah ini, “tutur Iqbal.
Iqbal menambahkan tahap 1 saja korban yang mencari tahu sendiri. Karena tidak adanya tranparansi penyelidikan sehingga korban menggunakan pendampingan hukum.
” Dalam waktu dekat kami akan melayangkan surat kepada polda Papua Barat dan polres Raja Ampat,” tutupnya.