SORONG, sorongraya.co – Sidang lanjutan kasus penganiayaan dengan terdakwa mantan Kapolsek Sorong Barat, AKP Alexander Mody Hehalatu kembali digelar di Pengadilan Negeri Sorong, Selasa 30 Juni 2020.
Dalam persidangan saksi korban, Berliana Dolok Saribu menjelaskan, terkait kasus penganiayaan yang menimpa dirinya sudah dilaporkan ke Kompolnas dan Wakapolda, namun selama 120 hari tidak ada respon atas laporan saya sehingga saya menggunakan jasa advokat Jatir Yudha Marau, barulah kasus ini bisa ditindaklanjuti secara hukum.
Saksi korban menceritakan kronologis penganiayaan yang dilakukan terdakwa Alexander Mody Hehatu sejak tanggal 13 hingga 23 Desember 2019. Sebelumnya ibu terdakwa menelepon, meminta datang ke Sorong, karenanta saya langsung berangkat dari Bintuni menggunakan kapal cepat datang ke Sorong.
Setelah bertemu dengan langsung melakukan penganiayaan, dengan cara memukul dan menendang hingga saksi korban terjatuh.
Awalnya, saksi korban dituduh menyadap handphone terdakwa. Meskipun sudah diberikan penjelasan tetapi terdakwa tidak mau mendengar penjelasan dari saksi korban. Lantaran marah terdakwa membanting HP miliknya sehingga terhempaslah tiga kartu simcard yang menurut terdakwa kartu itu adalah kepunyaan korban.
Berkali-kali terdakwa memukul korban hingga jatuh terguling. Saya mencoba meminta tolong tetapi tidak ada satupun oran atau tetangga yang datang menolong.
Sejak tanggal 13 hingga 23 Desember 2019 terdakwa kerapkali menyiksa saksi korban. Meskipun hubungan tanpa status antara terdakwa dan korban membuahkan perempuan yang kini berusia 21 tahun, terdakwa terus melakukan penganiayaan.
Saksi korban mengatakan, dirinya dituduh oleh terdakwa berselingkuh dengan salah satu pegawai Lapas Sorong berinisial R sebanyak 23 kali, memberikan R uang Rp 30 juta serta mengontrakan R rumah di Km 12. Tak hanya itu, terdakwa pun menuduh saksi hendak meracuninya dan melakukan penyadapan terhadap handphone terdakwa. Atas tuduhan itulah menurut terdakwa, saksi pantas mendapat penganiayaan.
Berhari-hari terdakwa memukul dan menendang, berkali-kali juga saksi meminta pertolongan, termasuk kepada adik terdakwa FH tapi sia-sia. Saksi dibiarkan mendapat penyiksaan dari terdakwa, yang menyuruhnya telanjang lalu disiksa, disuruh menjilat lantai hingga makan kecoa. Bahkan dalam keadaan telanjang dan luka, terdakwa selalu menodongkan senjatanya ke kepala saksi sembari mengatakan saya akan habisi kamu. Apabila kamu meminta bantuan kepada ibumu atau siapapun saya akan habisi.
Mendapat siksaan yang tak henti-henti mengakibatkan sekujur tubuh saksi korban mengalami luka lebam dan menimbulkan rasa sakit. Saksi korban sudah tak tahu lagi bagaimana caranya meyakinkan terdakwa bahwa dirinya tidak berselingkuh dengan R. Karena memang orang yang selama ini berhubungan dengannya adalah terdakwa.
Dengan meneteskan air mata, saksi korban yang merupakan pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni ini mengakui mengapa dirinya masih saja berhubungan dengan terdakwa yang telah beristri, begitu juga saksi yang telah bersuami. Terdakwa berjanji akan membiayai kebutuhan anak dari hasil hubungannya dengan saksi korban. Tetapi hal itu tidak pernah didapatkan, yang ada penyiksaan terus menerus.
Sebelum menyiksa, terdakwa selalu menanyakan soal hubungan perselingkuhan saksi dengan orang yang berinisial R. Jika saksi menjawab tidak, penyiksaan yang diterima dari terdakwa. Tak hanya menggunakan tangan unruk menyiksa, benda-benda seperti sapu ijuk, alat tensi meter hingga sepatu dan pistol dipakai terdakwa menganiaya saksi korban.
Pernah sekali, kata saksi korban, dirinya dibawa oleh terdakwa ke Polsek Sorong Kota untuk diproses hukum lantaran menyadap handphone terdakwa dan berselingkuh dengan R. Di depan anggota Polsek Sorong Kota berinisial R saya dipukul dan ditendang lagi oleh terdakwa hingga saya menjerit. Pemukulan berlangsung hingga malam harinya. Saya sempat di bawa Polsek Sorong Barat, dan setelah pulang terdakwa memukul karena saya tidak mengakui berselingkuh.
Dengan HP nya, terdakwa merekam saya yang dalam keadaan telanjang sambil menjilat lantai. Dari hasil visum yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum, Haris Suhud Tomia, tanggal 24 Desember 2019 yang ditandatangani dokter Maria menyimpulkan bahwa kejadian yang dialami korban akibat trauma benda tumpul.
Saksi Berliana Dolok Saribu dipersidangan menyampaikan, betapa pentingnya seorang AKP Alexander Mody Hehalatu bagi Polres Sorong Kota dan Polda Papua Barat sehingga apa yang dia perbuat dan saya laporkan tidak diakomodir.
Menanggapi, keterangan saksi korban, terdakwa yang didampingi Penasihat Hukumnya Vecky Nanuru dan rekan menegaskan, apa yang dikatakan saksi bahwa saya melakukan pemukulan dari tanggal 13 sampai 23 itu tidak benar. Saya pernah melakukan pemukulan sekali, itupun menggunakan tangan bukan dengan alat, seperti pengakuan saksi.
Sidang yang dipimpin hakim Willem Marco Erari itupun ditunda hingga Kamis besok dengan agenda yang sama, pemeriksaan saksi. Diberitakan sebelumnya, terdakwa Alexander Mody Hehalatu didakwa oleh JPU dengan dakwaan alternatif pertama Pasal 351 Ayat (2) KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP, kedua Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. [jun]
Respon (1)