Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) beberkan sejumlah temuan pasca kejadian 2021.
Hukum & Kriminal

Komnas HAM Sebut Ada Sejumlah Temuan Pasca Kejadian 2021

Bagikan ini:

SORONG,sorongraya.co- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada beberapa temuan saat melakukan pengamatan selama satu minggu di Kabupaten Maybrat pasca kejafian 2021 lalu.

Temuan tersebut dibeberkan oleh Koordinator Subkomisi Permajuan HAM Komisi Hak Azasi Manusia, Anis Hidayah di kantor LBH PBHKP, Jumat sore 28 Juli 2023.

Anis Hidayah menyebut temuan tersebut antara lain tidak adanya data yang valid terkait jumlah dan sebaran pengungsi. Data Pemkab Maybrat menyatakan ±5.296 jiwa (1.253 Kepala Keluarga) dari 5 Distrik yang mengungsi, yaitu Aifat Selatan dan Aifat Timur Raya.

” Dari data tersebut, sebanyak 1.909 jiwa (547 KK/Kepala Keluarga) dari Distrik Aifat Selatan sudah kembali ke rumah masing-masing di 18 Kampung. Sementara itu, pengungsi yang masih berada di pengungsian berjumlah 3.387 jiwa (706 KK) dari 4 Distrik di Aifat Timur Raya, yaitu Aifat Timur Jauh, Aifat Timur Tengah, Aifat Timur Selatan dan Aifat Timur. Sementara data Polres Maybrat menunjukkan 903 KK-3.775 jiwa,” jelasnya.

Anis Hidayah menambahkan, di Distrik Aifat Selatan, sebanyak 80% pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing. Sementara hampir seluruh pengungsi dari 4 Distrik belum kembali dan tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Maybrat, khususnya di Kampung Aisho, Kumurkek dan Aimas, Kabupaten Sorong.

Lebih lanjut diungkapkan oleh Anis Hidayah, beberapa kondisi yang sangat memprihatinkan baik mereka yang sudah kembali dan yang belum, yaitu rumah mereka rusak. Pintu dan jendela dirusak saat penyisiran terkait peristiwa 2021.

Salah satu daerah di Maybrat yang tertera tulisan Kawasna Militer.

” Sampai hari ini sudah dilakukan upaya-upaya perbaikan kecil. Dengan adanya kondisi seperti itu belum adanya rasa aman dam nyaman bagi pengungsi untuk kembali ke kampung halaman,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjut, Anis, isi rumah mereka hilang dan hancur, termasuk peralatan berkebun. Jadi, kalau pengungsi kembali seperti hidup dari nol lagi.

” Yang paling menyedihkan, sejak 2021 hingga hari ini ada 138 orang yang meninggal di pengungsian. Salah satu diantaranya adalah Kepala Distrik, dikarenakan stres, tidak ada trauma healing dan sebagainya. Ini harus menjadi perhatian yang sangat serius,” terangnya.

Anis mengaku bahwa sebagian kecil fasilitas, seperti sekolah, gereja dan kantor kampung digunakan sebagai pos pengamanan.

Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Hari Kurniawan menambahkan, mengenai akses pendidikan anak-anak merasa trauma sebab mereka setiap harinya dijaga oleh aparat TNI-Polri bersenjatakan laras panjang. Mereka dijaga dan di foto.

” Banyak gereja yang dijadikan pos pengamanan sehingga masyarakat tidak dapat beribadah. Natal pun warga tak bisa merayakannya di gereja,” ujar Hari Kurniawan sore tadi.

Dia menyebut dari catatan Komnas HAM, 2 dari 19 pos pengamanan yang ada di 13 kampung merupakan pos pengamanan gabungan TNI-Polri. Bahkan di salah satu daerah tertera tulisan Kawasan Militer.

” Pertanyaan kami, tidak ada tindakan kedaruratan sehingga membangun pos keamanan sebanyak itu di beberapa wilayah,” sambungnya.

Hari membeberkan bahwa aparat keamanan gabungan telah melakukan upaya pemulangan pengungsi yang dibagi dalam empat tahap, yakni tahap satu distrik Aifat Selatan bagian barat, tepatnya kampung Kisor, Roma, Krus, Kaitana, Tolak, Imsun dan sekitarnya pada minggu kedua bulan Februari 2023.

” Di tahap kedua, Distrik Aifat Selatan Bagian Timur, tepatnya kampung Sorry, Sabah, Samerakator, Tahsimara dan sekitarnya pada Minggu kesatu Maret 2023,” ujarnya.

Hari menambahkan, tahap tiga, Distrik Aifat Timur Tengah, dalam hal ini kampung Faankahrio, Kamat, Assem, Ayata, Aisa, dskt.) pada Minggu ke-4 Maret 2023. Tahap empat, Distrik Aifat Timur, Aifat Timur Selatan dan Aifat Timur Jauh. Namun, tahap 4 belum dapat diselesaikan karena situasi keamanan dan sejumlah hambatan lainnya, seperti infrastruktur dan akses jalan.

” Situasi keamanan inilah yang menjadi alasan sehingga pengungsi belum mau kembali ke kampung halaman. Mereka yang datang dan pergi harus di data. Inilah yang membuat pengungsi tidak nyaman,” tandasnya.

Tak hanya itu, pengungsi mau berladang dan berburu dibatasi waktunya. Ketika pengungsi masuk hutan selama 3 hari, mereka sudah tidak dapat kembali lagi ke kampung.

Padahal warga membutuhkan waktu 3 hingga 4 hari untuk mengerjakan sagu sebagai makanan pokok. Kalau tiga hari kemudian tidak masuk kampung lantas mau ngapain.

Sementara orang-orang tersebut hidupnya juga bergantung dengan kiriman dari saudaranya yang berada di luar Maybrat.

” Dengan kondisi yang demikian, orang masuk lalu diperiksa KTPnya serta keperluannya apa. Bahkan rekan-rekan NGO yang mau membuat kegiatan di kawal oleh aparat keamanan. Itu menandakan bahwa Maybrat sudah tidak aman dan nyaman,” ungkapnya.

Terkait jaminan keamanan sudah dilakukan per Oktober 2022 melalui surat Bupati Maybrat ke Pangdam XVIII/Kasuari dan Kapolda Papua Barat untuk meminta jaminan keamanan. Sudah diturunkan 1 SSK Brimob dari Yonif Raider 762/VYS di Kampung Kisor, Imsun, Bousha, Faankahrio, Sabah, sampai Kamat pada November 2022.

” Kondisi penyintas yang seperti menyebabkan mereka sangat susah untuk diterima di rumah-rumah penduduk sehingga pengungsi harus menyewa rumah. Pertanyaan besarnya, darimana pengungsi mendapatkan uang membayar sewa rumah, sedangkan mereka tidak bekerja,” kata Hari.

Anis kemudian menyarankan kepada pemda Maybrat memikirkan jalan keluar atas permasalahan warga yang kehilangan dokumen kependudukan, sertifikat tanah, kain timur dan ijazah karena ada beberapa warga yang kehilangan ijazah dari SD hingga Perguruan Tinggi. Akibatnya tak bisa mencari pekerjaan.


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.