SORONG,sorongraya.co- Ketika Provinsi Papua dan Papua Barat berada dalam kondisi konflik yang terus terjadi, media massa selayaknya menyuguhkan pemberitaan yang mencerahkan dan menyejukkan masyarakat dengan mengedepankan prinsip-prinsip jurnalisme damai (peace journalism).
Kasus terakhir adalah penyerangan Pos Koramil Kisor, Kodim 1809/Maybrat pada Kamis (2/9/2021) lalu. Empat prajurit TNI AD gugur dalam kejadian tersebut.
Informasi lain yang beredar adalah upaya pengejaran terhadap kelompok bersenjata tersebut. Di sisi lain adanya informasi banyak penduduk di wilayah Distrik Aifat Selatan melarikan diri ke hutan akibat adanya kehadiran aparat keamanan.
Demikian disampaikan Ketua Ikatan Jurnalis Tv Indonesia, Pengda Papua Barat, Chanry Andrew Suripatty kepada wartawan di Sorong, Senin (6/9/2021).
Menurut Chanry, media massa bukan hanya menyuguhkan fakta-fakta dan realita tapi juga media massa perlu menjadi bagus dari solusi menyelesaikan konflik di Papua dan Papua Barat. Media massa harus mengedepankan jurnalisme damai.
Media massa diharapkan dapat menjadi bagian dari upaya penyelesaian dan perdamaian di bumi Papua,” ujarnya.
Chanry pun menyayangkan masih banyak media massa lebih menerapkan jurnalisme perang dan kekerasan dalam pemberitaan mereka, yang lebih memberitakan konflik dan sedikit mengungkap akar permasalahan untuk memberi solusi.
Pemberitaan yang disuguhkan akhir-akhir ini terkesan malah memperbesar konfrontasi dalam konflik yang terjadi di Papua yang membuat seolah-olah Papua ini tidak aman.
“Jurnalisme seperti itu menjadikan arena konflik sebagai fokus pemberitaan, bukan mengurai salah pengertian dan dampak yang ditimbulkan dari konflik itu,” kata Chanry yang juga jurnalis MNC Media Grup.
Meski banyak kalangan menilai berita konflik menjadi hal yang bernilai jual karena menarik. Namun, hal itu sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Tanpa ingin mendikte.
Tidak ada ruginya perusahaan media massa memberi porsi lebih pada masyarakat di luar pemerintah dalam penyelesaian konflik di Papua.
” Suara dari masyarakat, yang selama ini menjadi suara yang tidak terdengar (voice of the voiceless), merupakan salah satu prinsip jurnalisme damai yang harus ditonjolkan.” ujar Chanry.
Lebih lanjut Chanry mengatakan, aparat keamanan juga diharapkan dapat memberi ruang kepada media dalam melakukan liputan di area konflik dan dapat memberikan jaminan keamanan kepada jurnalis.
” Jadi, informasi jangan hanya dari aparat keamanan semata. Jurnalis kerap agak kesulitan dalam melakukan liputan di lapangan karena terkesan semuanya harus satu pintu dari Humas Polri atau Bagian Penerangan Kodam atau Korem. Karena fakta di lapangan tidak bisa dihiasi oleh warna tapi harus di tampilkan apa adanya” ujarnya.
Chanry menambahkan, prinsip jurnalisme damai perlu dibakukan dalam prosedur atau aturan perusahaan media massa. Hal tersebut dinilainya sangat diperlukan karena media massa tidak akan pernah objektif dan netral.
” Ada prosedur internal perusahaan yang menjadi pagar pemberitaan. Wartawan tidak bisa netral tapi mereka juga bisa lebih objektif ketika harus tunduk pada sebuah aturan,” katanya.