Scroll untuk baca artikel
Hukum & KriminalMetro

JAM Pidum Setujui Penyelesaian Perkara Pencurian Mesin Air Melalui Mekanisme RJ

×

JAM Pidum Setujui Penyelesaian Perkara Pencurian Mesin Air Melalui Mekanisme RJ

Sebarkan artikel ini
Kantor Kejaksaan Agung RI (Sumber Asumsi.co)

SORONG,sorongraya.co- Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 15 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Keadilan Restoratif.

” Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme Keadilan Restoratif yaitu terhadap tersangka Syahraja Mangana Awaluddin dari Kejaksaan Negeri Asahan,” jelas Kapuspenkum Kejaksan Agung, Harli Siregar melalui siaran pers, Senin malam, 24 Juni 2024.

Dalam siaran pers tersebut Kapuspenkum menambahkan, tersangka disangkakan melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian. Namun, saat diketahui alasan dan kronologi dari perbuatan tersangka, Jaksa Fasilitator dari Kejari Asahan berupaya untuk mendamaikan tersangka dengan pihak sekolah.

Kapuspenkum menyebut bahwa kronologi kejadian bermula saat tersangka melihat ada dua sumur galian yang berdekatan di atas sumur tersangka. Saat diamanati lebih dekat, tersangka berniat untuk mengambil kedua mesin air yang merupakan milik korban Agus Salim dan Koko Syahputra Lubis untuk dibawa pulang ke rumahnya.

” Kedua korban menyampaikan kepada saksi Ruben Siagian, yang tak lain penjual mesin pompa air bahwa mesin pompa air milik saksi Agus dan Koko telah hilang,” ujarnya.

Harli menambahkan, saksi Ruben memberikan informasi tersebut pada saksi Musa yang saat itu sedang mencari mesin pompa air. Saksi Ruben juga menyampaikan pada saksi Musa apabila ada yang menawarkan mesin pompa air agar dibeli saja karena kemungkinan itu milik saksi Agus dan Koko yang baru dicuri.

Pada hari berikutnya, tersangka berangkat dari rumah menuju rumah saksi Musa menawarkan 2 unit mesin pompa seharga Rp 500.000. Kemudian, saksi Musa setuju membeli satu mesin pompa air saja dengan harga Rp 150.000, namun saksi Musa meminta agar pembayarannya ditunda.

” Saksi Musa kemudian melihat tersangka pulang dengan membawa satu unit mesin pompa air yang tidak jadi jual, lalu tersangka meletakkannya dibelakang rumah saksi Musa,” tuturnya.

Lebih lanjut mantan Kajati Papua Barat itu mengatakan, setelah menerima pompa air tersebut, saksi Musa langsung menghubungi saksi Ruben Siagian, saksi Agus dan Koko untuk datang menemui saksi Musa dirumahnya. Keempat saksi lalu bersama-sama mengecek kondisi dan ciri-ciri mesin kedua pompa air yang ditawarkan.

Diketahui ciri-ciri dan nomor mesin pompa air sesuai dengan bon faktur milik saksi Agus dan saksi Koko. Kedua saksi ini melaporkan perbuatan tersangka ke Polsek Bandar Pulau pada hari Minggu 25 februari 2024, sekira pukul 10:00 WIB.

” Akibat dari perbuatan tersangka saksi korban Agus Salim dan saksi korban Koko Syahputra Lubis mengalami kerugian sekitar Rp 2,5 juta,” tegasnya.

Pada kesempatan itu juga lanjut Harli, Kepala Kejaksaan Negeri Asahan Dedyng Wibiyanto bersama Kasi Pidum Yosua Parlaungan Lumbantobing dan Jaksa Fasilitator Muhammad Fadhlan Siregar serta Sofie Eka Putri menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative justice.

” Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada kedua korban. Selain itu, korban dan tersangka memiliki hubungan yang baik,” ujarnya.

Harli mengungkapkan, dulunya korban Koko ini merupakan rekan kerja tersangka. Sementara saksi korban Agus pernah mempekerjakan tersangka sebagai anggotanya. Korban juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kajari Asahan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kajari Sumatera Utara.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung Idianto sependapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Makanya, Kejati Lampung pun mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Permohonan disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 24 Juni 2024,” bebernya.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 14 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif,tethadap tersangka:

1. Tersangka Rusnandi Pontoh alias Nandi dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan atau Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.
2. Tersangka M. Rido Irpan Wahyudi dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
3. Tersangka Jonggara Siahaan dari Kejaksaan Negeri Toba Samosir, yang disangka melanggar Primair Pasal 351 Ayat (2) Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Ari Suhendra als. Ari Tato dari Kejaksaan Negeri Medan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan jo. Pasal 56 KUHP.
5. Tersangka Joni Swar dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
6. Tersangka Ismail Yulianto als Mail bin Yusri, SM dari Kejaksaan Negeri Rejang Lebong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Nia binti Ansir Sunaidi dari Kejaksaan Negeri Lebong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Tersangka Kana bin Aja (Alm) dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
9. Tersangka Pasir Ampolu Siagian bin Iskak Siagian dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
10. Tersangka Abdul Hadi als Hadi Bin H. Asiman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Mempawah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Ricky H. E. Bless dari Kejaksaan Negeri Sorong, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (2) KUHP tentang Penganiayaan.
12. Tersangka Fajar Agusti bin M. Sadri Saputra dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
13. Tersangka I Rangga Saputra als Apek bin Muhamad dan Tersangka II Silvi Tiara Putri binti Razali dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 KUHP.
14. Tersangka Sudarmin, S.Sos bin Nasaruddin dari Kejaksaan Negeri Jeneponto, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1)

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.