Karyawan PT Samudera Haluan Inti Perasada (SHIP), yang di PHK sepihak didampingi Kuasa Hukum.
Hukum & Kriminal

Di PHK Dengan Alasan Efisiensi, Decky Refassy Tempuh Segala Cara

Bagikan ini:

SORONG,sorongraya.co- Tidak terima lantaran di PHK secara sepihak oleh PT Samudera Haluan Inti Persada (SHIP), dengan alasan efisien dan perusahaan mengalami kerugian, Decky Refassy terpaksa menempuh upaya hukum.

Decky Refasi yang ditemui, Kamis, 14 Juli 2022 menceritakan, awalnya saya bekerja di perusahaan tersebut Nopember 1997 sampai dengan Januari 1998 lalu diangkat sebagai pegawai tetap.

” Saya ditempatkan di bagian operasional perkapalan di dermaga Suprauw, Sorong Barat. Seiring berkembangnya perusahaan, saya dipercayakan menjabat sebagai pimpinan perusahaan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan Ekpedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Namun, sebelumnya juga saya berkecimpung di bidang operasional perkapalan, si bawah perusahaan Buma Kumawa Grup,” kata Decky.

Di awal tahun 2004 saya dimutasi ke bagian agen perkapalan di daerah Teluk Bintuni. Sejak ditempatkan si bagian agen perkapalan, perusahaan ini berjalan baik.

Tepatnya di tahun 2008 saya dipercayakan sebagai kepala cabang Tanjung Kumawa hingga tahun 2016. Selanjutnya perusahaan memercayakan saya sebagai menejer PT Samudera Haluan Inti Persada (SHIP).

Selama kurang lebih 5 tahun saya menjalankan tugas sebagai menejer PT SHIP, di awal Maret 2021 tiba-tiba saya diberhentikan oleh perusahaan dengan alasan efisien yang disebabkan Covid -19.

Namun, menurut saya ada yang janggal sebab selain alasan efisiensi, surat kedua yang saya terima adanya kerugian yang dialami perusahaan.

” Jika alasannya efisiensi mengapa setelah saya diberhentikan perusahaan melakukan perekrutan karyawan baru menggantikan saya,” ujar Decky.

Decky sangat menyayangkan tindakan perusahaan yang tiba-tiba melakukan PHK terhadap dirinya. Padahal loyalitas saya terhadap perusahaan 23 tahun lamanya.

Loyalitas saya tidak sebanding dengan apa yang dijanjikan oleh perusahaan. Di samping itu, ada kejanggalan lainnya, yakni hilangnya Jamsostek dati tahun 1998 hingga 2008.

“Jadi, selama 10 tahun tersebut, setiap kali menerima daftar gaji tertera pemotongan iuran Jamsostek. Akan tetapi setelah saya cek, ternyata 10 tahun itu perusahaan tidak membayarkan Jamsostek saya,” kata Decky.

Decky menilai, apa yang di lakukan oleh perusahaan dengan tidak mendaftarkan saya sebagai peserta Jamsostek, hal itu sangat melanggar aturan Ketenagakerjaan.

” Saya berharap, perusahaan memerhatikan apa yang menjadi ketentuan perundang-undangan dengan membayar semua yang menjadi hak mantan karyawan,” ungkapnya.

Pasca di PHK oleh perusahaan klien kami sempat dibantu oleh salah satu syarikat pekerja untuk menyelesaikan permalahan yang dihadapi. Waktu itu perusahaan menawarkan pesangon sebeaar Rp 59 juta rupiah.

Setelah pak Dance meninggal dunia, koordinasi dengan pihak perusahaan terputus dan akhirnya pak Decky Refassy menghubungi kami untuk menjadi kuasa hukumnya,” ujar Adnan Bonto Wali.

Setelah menerima kuasa, kami pun gerak cepat berkoordinasi dengan HRD PT Buma Kumawa Grup yang merupakan perusahaan induk dari PT SHIP.

” Kami menyampaikan bahwa klien kami seharusnya menerima haknya yang dihitung berdasarkan ketentuan UU. Kalaupun perusahaan melakukan PHK sepihak dengan alasan efisiensi sangat tidak logis,” kata Bonto.

Bahkan Bonto mempertanyakan alasan efisiensi seperti apa, jika perusahaan kemudia merekrut karyawan baru dalam jumlah banyak.

Nah, ada perbedaan nilai pesangon antara kami dengan perusahaan. Nilai pesangon yang kami sodorkan totalnya Rp 320 juta lebih. Sementara perusahaan hanya menyanggupi Rp 59 juta.

” Perusahaan hanya menjanjikan pesangon Rp 59 juta, sedangkan pesangon, penghargaan terhadap masa kerja, tunjangan perumahan sebesar 15 persen plus pemotongan gaji yang katanya untuk iuran Jamsostek walaupun kenyataannya tidak demikian,” kata Bonto.

Tepat hari Kamis ini tanggal 14 Juli 2022 kami telah bertemu dengan pihak HRD perusahaan, dalam hal ini pak Arfandi. Dalam pertemuan tersebut perusahaan tetap pada nilai Rp 59 juta.

Karena mentok maka kami akan melanjutkannya ke tahap tripartit. Kami akan tetap mengawal hak-hak klien kami hingga selesai,” kata Bonto.

Soal pemotongan iuran Jamsostek dari tahun 1998 hingga 2009, klien kami sudah mengeceknya di BPJS Ketenagakerjaan dan hasilnya, hanya terdaftar mulai 2009.

Bahkan slip gaji di tahun 2005 tertera pemotongan Jamsostek. Lantas selama kurang lebih 10 tahun ke belakang hak daripada klien kami dikemanakan.

” Kami masih mengupayakan langkah persuasif, dengan tripartit. Artinya, kalau masalah ini diselesaikan dalam durasi pendek jauh lebih bagus. Sebaliknya, jika perusahaan bersikeras, sampai ke Pengadilan Hubungan Industrial pun kami siap,” tegas Bonto.

Upaya lainnya termasuk melaporkannya ke Badan Pengawas Ketenagakerjaan pasti akan di lakukan setelah tidak tercapainya kesepakatan.

” Saya hanya megingatkan, apabila kita tawar menawar soal tunjangan BPJS Ketenagakerjaan mungkin bisa, hanya saja ini soal pesangon. Tak ada kata tawar menawar karena hitungan berdasarkan UU,” ujarnya.


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.