MANOKWARI,sorongraya.co– Perumusan Rancangan Peraturan Daerah Khusus (Raperdasus) Pembangunan Berkelanjutan di Provinsi Papua Barat tidak hanya berfokus pada pelestarian alam tanah Papua saja. Salah satu niatan luhur adalah mengakui hak dan memastikan kesejahteraan masyarakat adat yang juga mendiami kawasan hutan tanah Papua.
Suara itu menjadi gaung dalam pelaksanaan Konferensi Internasional Keanekaragaman Hayati, Ekowisata dan Ekonomi Kreatif (ICBE) 2018 hari pertama. Sejumlah Pembicara dalam Sesi- sesi yang diselenggarakan menyuarakan hal itu.
“Ada 7 Masyarakat Adat yang perlu kita dengar di Tanah Papua ini. Dan dengan Sumber Daya Alam yang melimpah di Tanah Papua ini kita sudah berikan kontribusi besar bagi kepentingan negara dan dunia internasional. Jadi harapan-harapan kami lewat Perdasus dan peraturan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan kebijakan pemerintah kita harapkan dapat diakomodir sehingga kita bisa pacu percepatan pembangunan di tanah papua,” ucap Gubernur Papua Barat Drs Dominggus Mandacan saat berbicara dalam Plenary Session.
Dirinya menyebut pemerintah pusat dapat mengakomodir dan membantu upaya-upaya masyarakat di tanah papua untuk menjaga kelestarian alam. “Seperti yang saya bilang kemarin, mereka-mereka yang menjaga hutan ini seharusnya juga diberikan insentif dalam bentuk Ekologikal Transfer Fiskal, juga diharapkan dalam penetapan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) oleh Pemerintah Pusat perlu juga memperhitungkan luasan kawasan konservasi dan lindung sebagai salah satu Indikator.
Upaya mengapresiasi masyarakat adat yang menjaga kawasan hutan pun disuarakan oleh Sekretaris II Provinsi Papua Noak Kapisa. Berbicara dalam Plenary Session yang sama, dirinya menyebut diperlukan insentif bagi masyarakat adat yang menjaga kawasan mereka.
“Orang -orang yang jaga hutan dapat diberikan insentif, baik itu melalui DAU atau DAK. Karena sesuai dengan visi Papua 2100, Masyarakat sejahtera, dan kawasan sumber daya alam juga lestari,” ucap dia.
Sementara Ketua Tim Kerja ICBE 2018, Prof Dr Charlie Heatubun mengatakan, perubahan nama dari Perdasus Provinsi Konservasi menjadi Pembangunan Berkelanjutan pun dilakukan untuk kepentingan masyarakat. Pasalnya, nomenklatur Konservasi hanya membuat masyarakat takut untuk mengelola bahkan menyentuh kawasan-kawasan tertentu.
“Dengan ini filosofinya jadi modern, sehingga kita bisa gunakan secara bijaksana. Kita bukan tidak gunakan kawasan kita, tapi gunakan untuk kesejahteraan masyarakat,” terang dia.
Sedangkan Ketua DPRD Provinsi Papua Barat, Pieters Kondjol dalam sesi berbeda menyatakan, ada Raperdasus yang tengah dirancang untuk memastikan hak masyarakat adat. Dalam proses penyusunan pun DPRD selalu berkonsultasi dengan Majelis Rakyat Papua (MRP). Dirinya menyebut peran masyarakat adat sangat penting untuk menjaga 9 juta hektare kawasan hutan Papua Barat.
“Kami berharap dengan komitmen pembangunan berkelanjutan kami, ada insentif -insentif yang diberikan entah itu dari DAU, DAK atau dana lain. Supaya masyarakat dengan pendampingan yang dilakukan juga bisa mengawasi hutan kita,” terang Pieters.(***)