Kota Sorong,sorongraya.co- Keputusan Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya sudah final. Dalam keputusannya Majelis Rakyat Papua (MRP) tidak memberikan rekomendasi kepada pasangan Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiuw sebagai Orang Asli Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai Orang Asli Papua berdasarkan Surat Keputusan MRPBD Nomor : 10/MRP.PBD/2024 Tanggal 6 September 2024 dinilai adalah suatu keputusan yang tepat.
” Keputusan yang dibuat MRP tentunya berdasarkan hasil pertimbangan yang Matang. Hal ini menunjukan bahwa MRP telah menjalan tugas luhur untuk menjaga
hak-hak dasar Orang Asli Papua,” jelas Praktisi hukum Jatir Yudha Marau, Minggu, 08 September 2024.
Lebih lanjut Yudha menjelaskan bahwa Surat KPU Nomor : 1718/PL.02.2-SD/05/2024 tanggal 26 Agustus 2024 tidak dapat menganulir keputusan MRP yang telah menggugurkan paslon ARUS. Sehingga KPU Papua Barat Daya harus menyatakan bahwa pasangan ARUS tidak memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai calon Gubernur dan Wakli Gubernur PBD periode 2024-2029 karena bukan Orang Asli Papua.
Yudha menyebut, salah satu point yang di pertimbangkan dalam Surat KPU tersebut diatas adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29/PUU-IX/2011 atas Pemohon David Barangkea sebagai Kepala Suku Yawa Onat Dan Komarudin Watubun Tanawani Mora sebagai pihak yang telah diakui menjadi anggota masyarakat hukum adat dengan marga Tanawani Mora.
Dalam pertimbangannya terhadap Pasal 20 Ayat (1) huruf a UU Nomor 21 Tahun 2001, lanjut Yudha, MK menyatakan bahwa pasak tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa pertimbangan dan persetujuan MRP mengenai status seseorang sebagai OAP sebagaimana dimaksud Pasal 1 huruf t UU Nomor 21 Tahun 2001, yang bakal menjadi calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur adalah pertimbangan yang harus didasarkan atas
pengakuan suku asli di Papua asal bakal calon gubernur dan/atau wakil gubernur yang
bersangkutan.
” Subtansi dari putusan ini sebagaimana dalil Pemohon karena MRP tidak mengakomodir Komarudin Watubun yang telah diangkat menjadi anggota masyarakat adat dengan marga Tanwani Mora yang diberikan olrh David Barangkea sebagai Kepala Suku Yawa Onat,” ujarnya.
Masih terkait putusan MK, menurut Yudha MRP memberikan persetujuan hanya kepada paslon OAP tidak terhadap Komarudin Watubun yang
telah di angkat oleh David Barangkea sebagai Kepala Suku.
” MK menganggap keputusan MRP tersebut bertentangan dengan Hak Konstitusi Pemohon dan Permohonannya di Kabulkan,” tuturnya.
Yudha menilai MRP tidak melanggar hakk konstitusi paslon atas keputusan yang telah di terbitkan oleh MRP. Karena untuk menyatakan hal tersebut harus melalui suatu permohonan ke MK.
Ia juga meyebut, dinamika publik semenjak paslon ARUS menyatakan diri maju sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur PBD.
Kemudian, pasangan ini mendapat dukungan dari beberapa suku-suku asli Papua di provinsi PBD telah terjadi banyak lersoalan karena diantara suku-suku tersebut ada yang mengakui keaslian AFU sebagai OAP dan/atau di angkat sebagai Anak Adat,
Namun, banyak juga diantara suku-suku
yang sama meragukan AFU sebagai OAP atau menolak AFU diangkat sebagai Anak Adat.
Oleh karena terjadi banyak persoalan diantara suku-suku tersebut kemudian menyampaikan aspirasinya pada MRP.
” MRP sebagai representasi kultural OAP yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak OAP telah menjalankan tugas luhur untuk melakukan Investigasi, Verifikasi, mempertimbangkan atas balon yang dimaksu. Hasilnya, sebagaimana telah
diputuskan oleh MRP dan menyerahkannya pada KPUD PBD,” ungkapnya.
Yudha menambahkan, keputusan MRP Provinsi Papua Barat Daya Nomor : 10/MRP.PBD/2024 tentang Pemberian Pertimbangan dan Persetujuan Terhadap Balon Gubernur dan Balon Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat Daya yang memenuhi syarat OAP pada Pilkada tahun 2024 tanggal 6 September 2024 adalah merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara.
Tindakan tersebut tentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi paslon tersebut.
” Jika, ada pihak-pihak yang hendak mempersoalkan keputusan MRP adalah merupakan bentuk sengketa TUN,” tambah Yudha.
Praktisi hukum yang juga pengacara ini melihat dalam Pasal 140 ayat (1), (2) dan (3) PKPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali kota Dan Wakil Wali kota telah jelas diatur ketentuan Rekomendasi MRP.
Di dalam pasal ini calon Gubernur dan Wakil Gubernur di provinsi Papua Barat Daya
memperoleh lertimbangan dan persetujuan dari MRP provinsi Papua Barat Daya.
Sementara KPU Provinsi Papua Barat Daya menyampaikan calon Gubernur dan Wakil
Gubernur kepada MRP provinsi Papua Barat Daya untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan.
” Untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan, pemberian pertimbangan dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” beber Yudha.
Yudha mengingatkan, apabila nantinya KPU menetapkan balon ARUS sebagai peserta pemilukada, maka menurut kami KPU telah
melampaui kewenangan dan sewenang-wenang.
Hal ini dapat menimbulkan gejolak sosial dan akan terjadi gugat-menggugat dengan peserta pemilkada lainnya yang merasa dirugikan dengan adanya keputusan KPU tersebut.
Diharapkan kepada semua pihak menghargai keputusan MRP provinsi Papua Barat Daya. Apapun keputusannya bersifat mengikat dan berakibat hukum
” Jika berkeberatan dengan keputusan MRP dapat menyalurkan upaya hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutup Yudha.