Kota Sorong,sorongraya.co- Masyarakat adat dari marga atau gelek Bewela menyayangkan tindakan yang dilakukan salah satu oknum polisi yang menyampaikan pesan kepada salah satu anak keluarga Yotleli bahwa Senin, 19 Agustus 2024 pihak Badan Pertanahan Kota (BPN) Kota Sorong akan melakukan pengembalian batas atas tanah garapan yang berlokasi di RK 01 Gunung Kelurahan Dum Timur, Distrik Sorong Kepulauan, Kota Sorong, Papua Barat Daya.
” Seharusnya pesan tersebut disampaikan secara tertulis oleh PD Irian Bhakti bukan disampaikan secara lisan di pinggir jalan seperti anak kecil,” kata Wellem Buratehi sore tadi.
Selaku pemilik hak ulayat Wellem Buratehi menilai tindakan oknum polisi sebagai pembawa pesan dari PD Irian Bhakti tidak beretika.
” Bukan seperti itu cara seorang pemimpin
Tanah itu bukan milik pribadi melainkan BUMN, dan diatas tanah tersebut telah terjadi permasalahan jual diatas jual,” ujarnya.
Bahkan Wellem menyebut bahwa tindakan tersebut sama sekali tidak menghargai marga Bewela dan LMA Malamoi dan Dewan Adat Malamoi Kota Sorong.
” Karena ini rumah kami, selaku pemilik hak ulayat dari marga Bewela minta kantor BPN Kota Sorong tidak melakukan pengembalian batas atau pengukuran,” tegasnya.
Tak hanya itu, Wellem juga minta Kanwil BPN Papua Barat melihat permasalahan ini secara baik.
” Kalaupun mau melakukan pengembalian batas atau pengukuran harus melibatkan kami selaku pemilik hak ulayat maupun LMA Malamoi dan Dewan Adat Malamoi Kota Soronng,” tambahnya.
Wellem menyebut mekanisme itu haruslah dilakukan sebab sesuai dengan UU Otonomi Khusus Papua dan UU Pokok Agraria.
” Ini bisa dikatakan perampasan hak orang. Saya minta PD Irian Bakti, BPN Kota Sorong bahkan oknum pejabat atau oknum pegawai yang mau coba-coba, masyarakat adat tidak akam tinggal diam,” tegas Wellem.
Ia pun mengancam akan melakukan pemalangan jika PD Irian Bhakti dam BPN Kota Sorong tetap melakukan pengembaliam batas atau pengukuran tanpa jika tak menghargai masyarakat adat.
Lebih lanjut Wellem mengatakan bahwa surat pelepasan tanah adat dari marga tersebut jadi dasar dari peningkatan stastus.
” Saya pikir dalam blangko permohonan tertulis harus disertai surat Pernyataan Pelepasan Adat dari marga setempat,” ujarnya.
” Selama ini saya pantau ada oknum pejabat atau oknum pegawai BPN Kota Sorong yang di duga menerima sesuatu lalu melakukan pengukuran,” sambungnya.
Wellem mengingatkan bahwa tanah garapan itu milik adat. Maka, saya minta PD Irian Bhakti menunngu sampai bagian yang menangani aset milik negara dari pusat turun ke kota Sorong lalu kita lakukan pertemuan dengan pemilik tanah adat marga Bewela dan LMA Malamoi, Dewan Adat Malamoi.
” Kita bersama-sama mengecek legalitas status tanah baik di Sorong Kota maupun Sorong Kepulauan,” tandasnya.
Wellem menduga bahwa telah terjadi praktik penjualan bahkan penyewaan tanah secara diam-diam tanpa melibatkan masyarakat adat.
Ingatlah bahwa saat ini Indonesia berusia 79 tahun, pemilik tanah adat juga ingin merdeka diatas tanah adatnya atau negerinya sendiri.
” BPN Kota Sorong harus menghargai masyarakat adat pemilik hak ulayat. Ibarat peribahasa Dimana Langit Dipijak Disitu Langit Dijunjung,” ungkapnya.
Ia juga menekankan, kalau demi kepentingan pelayanan Tuhan, untuk anak-anak asli Papua dan non Papua pasti kita dukung.
Mari kita saling menghargai sebab Tuhan tidak mengiginkan hal seperti ini terjadi. Tuhan kan sudah menempatkan masing-masing suku bangsa dan tanahnya.
” Masing-masing harus saling menghormati dan menghargai. Makanya, saya minta panitia pembagunan gedung sekolah minggu Bethel Doom bersabar hingga masalah selesai,” tutupnya.