SORONG, sorongraya.co -Sumber yang di rangkum dari data https://www.globalforestwatch.org/map/ Tahun 2002 sampai 2020, Kota Sorong kehilangan 968 ha hutan primer basah, menyumbang 45% dari total kehilangan tutupan pohon dalam periode yang sama. Area total hutan primer basah di Kota Sorong berkurang 5.4% dalam periode waktu ini.
Di Kota Sorong puncak kebakaran umumnya dimulai pada awal Maret dan berlangsung sekitar 12 minggu. Terdapat 0 VIIRS peringatan kebakaran yang dilaporkan antara 2 November 2020 dan 25 Oktober 2021 dengan hanya mempertimbangkan peringatan yang sangat diyakini. Ini normal dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dari 2012.
Dari 2001 hingga 2012, Kota Sorong mendapatkan tambahan 368ha tutupan pohon skala kawasan setara dengan 1.0% dari pertambahan tutupan pohon di Papua Barat.
Sedangkan Dari 2001 hingga 2012, Kota Sorong mendapatkan tambahan 368ha tutupan pohonskala kawasan setara dengan 1.0% dari pertambahan tutupan pohon di Papua Barat.
Hutan primer adalah termasuk hutan yang dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi, menyediakan beraneka layanan ekosistem, sehingga hutan-hutan tersebut amat penting untuk dipantau dalam perencanaan penggunaan lahan nasional dan perhitungan karbon. Set data ini mendefinisikan hutan primer sebagai “tutupan hutan tropis lembab alami dewasa yang belum sepenuhnya dibuka dan tumbuh kembali dalam riwayat baru-baru ini.” Para peneliti mengklasifikasikan citra Landsat menjadi data hutan primer, menggunakan algoritma berbeda untuk setiap wilayah.
Kota Sorong merupakan daerah yang letaknya paling depan dalam Peta tanah Papua, jika dilihat Peta Tanah Papua yang berbentuk burung, posisi wilayah sorong berada pada paruh atau mulut burung. Jumlah penduduk di Kota Sorong berkisar 282.146 jiwa dibanding daerah lain di wilayah sorong Raya.
Kota yang luas wilayahnya 1.105 km2 ini memiliki 10 Kecamatan dan 41 Kelurahan, hampir 70% wilayah di kota sorong dipenuhi padat penduduk, sementara 30% sisanya merupakan wilayah pegunungan hutan dan perairan.
Untuk tata letak hutan sendiri tidak begitu signifikan, sebab daerah yang seharusnya menjadi daerah hutan konservasi kini telah disulap menjadi daerah padat penduduk, seperti wilayah kilo meter 13 bagian pante. Dimana daerah tersebut merupakan tempat pemukiman warga yang cukup padat.
Kasus serupa terjadi di Kabupaten Sorong, Kabupaten Sorong Selatan dan Separuh Kabupaten Maybrat. Kabupaten Sorong yang memiliki hutan sangat luas tersebut sebagian hutannya kini telah dieksplotasi menjadi perkebunan sawit. Begitu juga di Kabupaten Sorong Selatan dan Maybrat. Sebagian hutan di dua wilayah tersebut kini telah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.
Kita tau sendiri bahwa jika hutan primer telah diubah menjadi sebuah perkebunan raksasa, maka akan berdampak pada seluruh ekosistem di dalam hutan tersebut. Seperti hilangnya hewan-hewan yang dilindungi, tempat perburuan masyarakat lokal pun hilang. Dampak lain secara global adalah meningkatkan suhu panas bumi sehingga mengakibatkan hutan mudah terbakar, terjadi kekeringan pada tanah disebabkan tidak ada lagi tempat penyimpanan air.
Berdasarkan data https://www.globalforestwatch.org/map/ bahwa sejak 2019 sampai 2020, Kota Sorong kehilangan 76ha hutan primer basah, menyumbang 28% dari total kehilangan tutupan pohon dalam periode yang sama. Area total hutan primer basah di Kota Sorong berkurang 0.42% dalam periode waktu ini. Padahal hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan sistem lingkungan di bumi. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian serius oleh masyarakat maupun pemerintah agar tidak merajalela.