Perwakilan suku Moi dan Maya Kabupaten Raja Ampat menyikapi pemalangan yang terjadi di kantor sekretariat Pansel Anggota MRP Kabupaten Raja Ampat.
Metro Tanah Papua

Imbas Pemalangan di Raja Ampat, OAP Diminta Hargai Hak Tujuh Suku

Bagikan ini:

SORONG,sorongraya.co- Menanggapi aksi pemalangan yang dilakukan tiga suku terhadap kantor sekretariat Panitia Seleksi (Pansel) Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat Daya Kabupaten Raja Ampat, Juru Bicara Suku Maya, Ludia Mentansan menyampaikan, untuk menjaga agar tidak terjadi konflik di Kabupaten Raja Ampat, kita harus saling menghormati dan menghargai antar sesama suku.

” Kami 7 suku yang ada di wilayah Doberay menghargai saudara-saudara kita yang berasal dari komunitas atau suku lainnya yang sudah ikut mengambil bagian dalam pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus adalah bagian daripada Orang Asli Papua (OAP),” ujar Ludia semalam.

Ludia menambahkan, UU Otsus yang kemudian penjabarannya diatur di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) sangat jelas untuk masing-masing kultur. Karena kita harus kembali melihat hak-hak daripada suku-suku yang ada di wilayah adat setempat.

Perempuan asli Papua ini lantas mencontohkan, hak untuk mendapat pekerjaan, hak mendapat setiap kebijakan-kebijakan dari pemerintah.

” Kita di Provinsi Papua Barat Daya ini khususnya saudara-saudara kita yang dari luar, kita minta untuk menghargai dan mengakui dan saling menghormati adat istiadat yang berada di Provinsi Papua Barat Daya,” kata Ludia.

Menurut Ludia, kemarin nyaris terjadi konflik di kabupaten Raja Ampat. Sedikit hikmah tang mau saya sampaikan sekakigus memperkecil masalah yang terjadi bahwa hak adat dari masing-masing komunitas suku itu sudah diberikan oleh Tuhan dan leluhur di atas tanahnya masing-masing.

” Jadi, saya mau katakan bahwa ada satu kata yang mengatakan bahwa di mana bumi di pijak di situlah langit di junjung. Artinya, kita harus saling menghargai,” tegasnya.

Kembali lagi, perempuan asli Papua ini meminta kepada saudara-saudara kami lainnya yang tinggal dan mendiami kabupaten Raja Ampat tolong menghargai kami.

” Jangan sampai terjadi permasalahan yang berujung pada perampasan hak-hak dasar. Saya berpikir bahwa masalah dasar itu diatur dalam Konvensi Internasional PBB,” kata Ludia.

Dikatakan Ludia bahwa proses yang dilakukan oleh pansel inikan belum kepada perekrutan melaibkan baru sebatas sosialisasi di kampung-kampung Demonstrasi dan pemalangan sudah terjadi.

” Polisi sebagai alat keamanan audah seharusnya menegakkan aturan. Berikanlah pansel membuka pendaftaraan dulu, jika nantinya ada sanggahan, silahkan mau demonstrasi atau menyampaikan aspirasi,” ujarnya.

” Kami seorang perempuan yang melahirkan anak-anak. Kami tahu bahwa kami adalah bagian dari suku itu. Karenanya, kami tidak mau mereka menderita diatas tanah itu. Anak-anak Maya harus dihargai di atas hukum adat kami,” tambahnya.

Ludia pun meminta, jika negara benar-benar memerhatikan kami suku Maya, kejadian kemarin itu sudah mengarah ke konflik horizontal.

” Kita harus menjalankan dan menyukseskan perekrutan anggota MRP. Kami ingin bahwa pemerintah itu berdiri untuk melihat komunitas suku yang ada dengan baik. Ada kerja sama antara kita, dewan adat suku dengan pemerintahan. Supaya kita ini bisa ada di kursi-kursi yang disiapkan oleh negara,” kata Ludia.

Lebih lanjut dikatakan oleh Ludia, pemerintah telah menyiapkan kursi MRP, DPR Otsus dan DPRK bagi OAP karena itu bagian dari kultur.

” Masing-masing dari kita harus bisa membuktikannya melalui sidang musyawarah besar, apakah kami ini bukan suku asli. Mereka salah persepsi jati diri mereka tidak ada di atas tanah kami. Marga dan bahasa,” terang Ludia.

Diakui Ludia, kami ini punya dusun, punya tempat keramat, punya laut. Kami tidak pernah pergi ganggu saudara kami di luar. Seharusnya mereka berterima kasih bisa hidup dan tinggal diatas tanah kami.

” Terhadap apa yang terjadi seharusnya dewan adat memberi teguran sebab apa dilakukan telah menciptakan konflik,” ungkapnya.

Sebagai perwakilan dari sub suku Klabra, kami sangat kecewa dengan apa yang terjadi kemarin. Suku Maya merupakan bagian daripada suku Moi besar.

” Pemerintah sendiri telah mengakui keberadaan setiap suku. Bagi saudara-saudara kita yang ada sebaiknya saling menghormati dan menghargai sesama Orang Asli Papua (OAP). Begitu juga saling menghargai tanah adat masing-masing yang merupakan Ibu yang dititipkan Tuhan kepada kita,” kata Gidion Kilmi.

Gidion menyebut bahwa di tanah ini telah terbagi atas 7 suku, marilah saling menghargai dan menghormati masing-masing suku.

Disi-sisi lain, Juru Bicara LMA Malamoi Kota Sorong, Thomas Malibela menyatakan bahwa suku Maya yang ada di kabupaten Raja Ampat merupkan bagian dari kami.

” Kami tidak ada kaitannya dengan politik atau apapun. Kami disini bicara hukum adat. Harus saling menghargai kamar adat masing-masing,” kata Thomas Malibela.

Dikatakannya, secara garis rumah besar kami adalah Moi. Pengertian bahwa teman-teman yang ada di Maybrat, Sorong Selatan dan sebagainya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Menanggapi masalah terkait dengan Raja Ampat itu, problem yang sangat krusial. Kita semua tahu bahwa ini mendekati momen 2024. Oleh karenanya, saya tegaskan, jangan bawa adat ke dalam politik di atas tanah adat kami.

Biarkanlah adat berjalan dengan baik, begitu juga dengan politik. Jadi, jangan mengorbankan masyarakat adat di atas tanah ini. Teman-teman yang ada di Raja Ampat itu juga bagian daripada kami maupun tinggal saya percaya bahwa teman-teman di sana terdiri dari berbagai macam sub-suku.

” Kami yang ada di kota Sorong mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Namun, kembali kepada persoalan adat, tolong hargai kami,” kata Thomas dalam konferensi pers semalam.

Thomas mengatakan, mengenai penetapan marga-marga telah diatur di dalam Peraturan Wali Kota (Perwalia) Nomor 13 Tahun 2022.

Sejumlah tokoh adat Moi dan adat Maya sampaikan pernyataan sikap.

” Kami tetap menjunjung tinggi hak teman-teman yang ada di wilayah adat masing-masing. Mari kita menjaga keseimbangan dan kesejahteraan dengan membantu pemerintah sehingga tidak ada lagi konflik yang dapat memecah belah suku-suku yang ada,” tutur aktivis lingkungan ini.

Thomas mengajak semua suku yang ada di wilayah adat Doberay duduk bersama sehingga tidak ada konflik horizontal.

Berkaitan dengan lembaga kultur, dalam hal ini MRP, menjadi hak dari suku-suku yang ada di provinsi Papua Barat Daya. Poinnya sudah ada jelas bahwa hal itu sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah. Masing-masing dari kami mengatur kamar adatnya masing-masing.

” Semua sudah jelas, kita berada di rel yang tidak melenceng. Terkait dengan persoalan lainnya dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Tebtu kita juga harus menaati hukum yang berlaku,” ujar Thomas.

Diakui Thomas bahwa ada hukum positif maupun negatif bisa dibicarakan dengan baik. Demi kepentingan generasi kedepan kita jangan berpikir belakang. Saya berharap seleksi anggota MRP di kota Sorong lebih profesional dan merujuk pada Perwali Nomor 13 Tahun 2022. Siapa yang berhak adalah yang memiliki potensi,” kata Thomas.

Lebih lanjut Thomas mengatakan, siapa pun yang nantinya terpilih dapat melihat masyarakat adat secara besar. Jadi berkat di atas tanah Malamoi ini.

” Disis lain kami bersyukur bahwa ada suku-suku Papua lain yang kemudian berada di dalam rumah besar kami bersama-sama menjaga teman-teman,” ucapnya.

Thomas mengajak duduk sama-sama sebagai anak adat jangan memicu konflik di atas tanah ini. Mari berdagang tangan, kalau memang ada yang tidak baik kita selesaikan.

” Semua ada bagian-bagiannya, ada wadahnya yang bisa diatur di situ. Kalau kita bicara ada kembalikan ke adat. Bicara negara kembalikan ke negara. Mari bangun negeri ini bersama,” ajaknya.

Masih di tempat yang sama, Juru Bicara LMA Malamoi Sorong, Abraham Marvin Kalasa menegaskan bahwa keberadaan masyarakat adat Moi di Kabupaten Sorong dilindungi di dalam Perda Nomor 10 Tahun 2017.

Suku Malamoi sendiri di Kabupaten Sorong terdiri dari Moi Klin, Abun, Moi Segin hingga Moi Maya.
Adat ini adalah UU Tuhan sesuai dengan nyanyian rohani 84 ayat 1. Sebab orang Maya sudah ada di kabupaten Raja Ampat sebelum suku-suku lain datang.

” Kita bukan mendeskreditkan teman-teman OAP yang lain. Namun, berikanlah hak kepada mereka yang punya hak untuk mendapatkan itu,” ujar Abraham Kalasa.

Abraham mengingatkan bahwa suku Malamoi sesuai namanya memiliki sifat yang halus dan terbuka dengan siapa pun.

” Kami terbuka menerima siapa saja yang mau makan, mau tinggal, mau hidup, mau bekerja, tapi UU Otsus mengatur agar kita OAP menjadi tuan negerinya. Khusus untuk Raja Ampat tuannya adalah suku Maya,” tegasnya.

Lebih lanjut dikatakan Abraham, panitia seleksi anggota MRP PBD menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan Juknis dan Juklak yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.

Sementara, Juru Bicara Panitia Kongres Masyarakat Adat Domberay, Provinsi Papua Barat Daya, Aristoteles Kambu mengatakan ini sesuatu yang tidak bagus, tidak baik-baik saja.

” Saya mau sampaikan di sini bahwa sesama OAPx kita telah diberikan hak lewat UU Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otsus,” ujarnya.

Menurutnya, Otsus bicara secara umum buat OAP dari Raja Ampat hingga Merauke. Lalu negara membagi Papua menjadi 7 wilayah adat. Karenanya kmai berkewajiban membentuk Dewan Adat Domberay untuk melindungi hak adat tujuh suku sebab memiliki adat dan budaya yang sama.

Di lain pihak, negara telah menghormati OAP dengan memberi kesempatan membentuk MRP dan anggota DPR melalui jalur Otsus.

Bukan hanya itu saja, negara juga telah menambah kursi Otsus di DPR Kabupaten dan Kota. Jika negara sudah menghormati kami minta saudara-saudara kami sesama OAP kharus menghormati kami sebagai anak adat yang punya tanah di atas wilayah hukum adat Doberay.

” Tidak lama lagi Kongres Masyarakat Adat Doberay akan dilaksanakan. Tujuannya mengawal hak adat tujuh suku di wilayah adat Doberay,” kata Aris.

Adik dari sekretaris tim Deklarator Edison Kambu ini, berujar, pihaknya telah menyampaikan keada Penjabat Gubernur Papua Barat Daya, jika hadirnya dewan masyarakat adat Doberay adalah untuk bermitra dengan pemerintah.

” Kami akan bangun kemitraan dengan pemerintah provinsi PBD. Sebagai tuan rumah kami harus menjaganya. Saya sudah berulang kali sampaikan ke media, sebagai sesama OAP kita sama-sama saling menghormati,” ungkapnya.

Aris pun secara konsisten mengatakan soal kurai MRP, DPRP serta DPRK itu harga diri buat kami. Mengingat hal itu nerupakan prinsip dan hak mutlak kami.


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.