SORONG,sorongraya.co- Menanggapi dibatalkannya dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas perkara ilegal loging atas nama Sopiah alias Endang oleh Majelis Hakim, Gracelyn Manuhuttu.
Jaksa Penuntut Umum, Haris Suhud Tomia saat dikonfirmasi, Selasa siang (20/10/2020) mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Papua Barat. Mengenai bagaimana sikap dari Kejaksaan Tinggi Papua Barat, tentunya akan kami sampaikan. Karena perkara inikan yang tangani adalah Kejaksaan Tinggi Papua Barat, saya hanya menyidangkan saja,” ujarnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Sopiah alias Endang, Max Mahare membenarkan bahwa dakwaan yanh diajukan JPU dibatalkan oleh majelis hakim pada sidang lanjutan, dengan agenda Putusan Sela di PN Sorong, Senin (19/10/2020).
Lebih lanjut Max mengatakan, ditolaknya dakwaan JPU lantaran eksepsi yang kami ajukan. Ada tiga alasan dalam eksepsi yang kami ajukan.
Yang pertama, mengenai asal-usul kayu sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Jadi, di dalam dakwaan JPU, seharusnya diuraikan terlebih dahulu darimana asal-usul kayu tersebut. Apakah kayu itu merupakan hasil tebangan dari hutan negara kah atau hutan konservasi ataukah kayu Non Police Line (NPL). Di dalam dakwaan harus dijelaskan secara rinci, bukan kemudian dimulai dari jembatan besi Klamono hingga tertangkap tangan. Karena asal-usul kayu itu tidak jelas sehingga ada kaitannya dengan ketidakjelasan dokumen,” ungkapnya.
Nah, yang kedua, berkaitan dengan asas koneksitas bahwa dalam perkara atas nama Sopia alias Endang disebutkan ada dua tersangka. Yang satu oknum aparat keamanan dan yang satu lagi seorang warga sipil. Faktanya, hanya ada satu tersangka saja.
Oknum aparat yang dimaksud dalam perkaranya ini, diduga datanya dipalsukan oleh penyidik sehingga kasusnya ibu Sopia alias Endang ini bisa lolos ke kejaksaan tinggi Papua Barat, yang berujung tahap dua.
Padahal kalau kita cermati secara baik, berdasarkan UU P3H ini harus ada dua tersangka atau korporasi. Klien kami dalam perkara yang dilimpahkan ke kejati Papua Barat, sedangkan data oknum aparat yang dimaksud, seolah-olah sudah dilimpahkan ke peradilan lain.
Alasan ketiga berkaitan dengan waktu. Namun, hal itu tidak dipertimbangkan lagi oleh majelis hakim. Alasan pertama dan kedua sudah cukup bagi majelis hakim dalam mengambil keputusan membatalkan dakwaan. Karena dakwaan JPU dianggap tidak menjelaskan darimana asal-usul kayu,” ujar Max.
Merespon upaya hukum lainnya dari kejati Papua Barat, Max mengatakan, dirinya siap jika kejati Papua Barat melakukan perlawanan hukum. Akan tetapi lebih bagus lagi kalau mereka mengajukan kembali surat dakwaan, lebih bagus lagi.
Perlu diingat bahwa kronologis penyelidikan saja sudah tidak jelas. Bagaimana mau menyusun dakwaan. Apakah kembali mau mengajukan dakwaan yang uraiannya sama sekali tidak jelas soal asal-usul kayu tersebut.
Max mengingatkan janganlah menjadikan pengadilan ini sebagai bemper bahwa perkara tersebut layak disidangkan, barulah majelis hakim yang mencari-cari dasar hukumnya. Perubahan dakwaan itukan ridak hanya terkait formilnya saja, materiilnya juga.
Bagaimana mau melengkapi dakwaan kalau dari awal penyelidikan tidak dijelaskan asal-usul kayu. Saya mau katakan, kesalahan terbesar dalam perkaranya ibu Sopiah ini berada pada Gakkum. Mengapa saya katakan demikian, sebab pada saat perkara ini bergulir di ruang sidang, dengan agenda pemeriksaan saksi, dari masyarakat adat, Gakkum tidak mau. Sesuai SK Menteri KLHK, apabila ada perkara kayu yang bersentuhan dengan masyarakat adat diselesaikan dengan cara persuasif bukan preventif bahkan pidana. Dari situlah Gakkum tidak mau bersentuhan dengan masyarakat adat.
Dibuatlah oleh Gakkum, seolah-olah itulah adalah “kayu hantu” yang kemudian terdakwa disuruh angkut. Kalau jaksa mau melakukan perlawanan, saya akan melaporkan bahwa dalam perkara atas nama Sopiah alias Endang ini, baik Gakkum dan kejaksaan menggunakan data palsu atas nama “Mr J” yang tak lain adalah oknum aparat sebagai tersangka kedua dalam perkara yang dimaksud,” ancam Max.
Max menegaskan, yang membuat data palsu, ada tersangka lainnya, sekadar memenuhi pasal 55 ayat (1) ke-1 kuhp adalah penyidik Gakkum. Penyidiknya tahu bahwa itu data palsu, yang mana “Mr J” tidak pernah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi maupun tersangka. Dilain pihak, yang menggunakan data palsu adalah kejaksaan.
Ketika kejaksaan memaksakan diri mau melakukan perlawanan, maka laporan pidana saya masukan. Semua pihak yang turut terlibat dalam pemalsuan data ini saya laporkan,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, terdakwa Sopiah alias Endang di dakwa dengan dakwaan tunggal, melanggar pasal 83 ayat (1) huruf b jo pasal 12 huruf e undang-undang nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 kuhp.(jun)