SORONG, sorongraya.co – Unit usaha PT Austindo Nusantara Jaya Tbk yang mengoperasikan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sorong Selatan dan Maybrat, PT Putera Manunggal Perkasa terancam demurrage. Pasalnya, hingga saat ini pengapalan CPO milik perusahaan tersebut belum bisa dilakukan sesuai jadwal.
Tertundanya pengapalan CPO milik PT PMP dikarenakan masyarakat Kampung Yahadian menahan kapal tugboat Alfath dan tongkang Cahaya Kapuas milik unit usaha PT ANJ tersebut. Penahanan kapal tugboat dan tongkang terjadi pada Minggu 15 Maret 2020 di Muara Kais.
Atas perintah kepala suku Nerigo, kapal tugboat Alfath dan tongkang Cahaya Kapuas yang saat itu akan melakukan proses pindah muat CPO ke kapal tanker yang akan membawa CPO ke fasilitas pengolahan pihak pembeli diikat kain merah sebagai tanda melarang.
Atas perintah kepala suku Nerigo, kedua kapal itu pun digiring ke Kampung Yahadian untuk ditahan hingga tuntutan masyarakat dipenuhi, yaitu permintaan bantuan pembangunan gereja, seperti yang dilakukan perusahaan di wilayah operasi perusahaan di Sorong Selatan.
“Akibat penundaan pengapalan CPO kami, perusahaan mengalami kerugian karena tingginya biaya waktu tunggu kapal tanker selama bongkar muat (demurrage). Perusahaan telah melaporkan hal ini kepada Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, bukan semata karena ini menghambat operasi, namun karena tindakan memaksakan kehendak dan mengancam merupakan tindakan kriminal,” ujar Kepala Hubungan Pemerintah dan Pemangku Kepentingan ANJ untuk Wilayah Papua, Gritje Fonataba.
Gritje menambahkan, setelah peristiwa penahanan kapal, pihak PMP bertemu masyarakat dan tokoh adat Yahadian serta Ketua Pembangunan Gereja yang juga mantan anggota DPRD Sorong Selatan, Richard Ginuni.
Pada pertemuan pertama, Senin tanggal 16 Maret 2020, masyarakat mengajukan permintaan bantuan transportasi untuk mengangkut material bahan pembangunan gereja. Sementara pertemuan kedua, Rabu, 18 Maret 2020, PMP menjelaskan kebijakan sosial perusahaan yang telah dikomunikasikan kepada masyarakat, yaitu pembagian zonasi/wilayah berdasarkan kontribusi lahan dan jarak dengan operasi perusahaan. Zona 1 artinya kontribusi lahan lebih besar dan jaraknya lebih dekat dengan operasi perusahaan dibanding zona 2 dan zona 3. Nah, Kampung Yahadian masuk dalam zona 3.
Meski masyarakat sempat melepas tugboat Alfath untuk mengisi bahan bakar dan tongkang Cahaya Kapuas dapat melanjutkan proses pemuatan CPO ke kapal tanker, masyarakat kembali menahan tugboat pengganti dan tongkang yang sudah selesai melakukan proses pemuatan CPO hingga hari ini.
Gritje menegaskan, permintaan masyarakat Kampung Yahadian tidak dapat kami penuhi, karena perusahaan memiliki keterbatasan finansial, terlebih saat ini perusahaan masih dalam tahap awal memasuki periode komersial.
Gritje berharap, Pemerintah Daerah harus hadir dan merespons kebutuhan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang tidak dapat dijangkau oleh kemampuan perusahaan. Hal ini merupakan kewenangan pemerintah.
Sebagai perusahaan yang telah berinvestasi di Papua memandang bahwa tujuan pemerintah untuk menarik investor ke Papua harus dibarengi dengan upaya dan program pemerintah dalam menyiapkan masyarakat untuk menerima dan bekerja sama dengan investor, agar tujuan pembangunan dapat tercapai.
“Meski tidak dapat dipungkiri ada dinamika budaya, adat dan kearifan lokal, cara-cara berkomunikasi dengan menekan dan memaksakan kehendak bukanlah contoh dan promosi yang baik untuk investasi di Papua, kususnya Sorong Selatan,” ujarnya.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, melalui Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Yohan H Kokurule, telah mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menghalangi, melarang, atau pun membatasi aktivitas perusahaan terkait investasi mulai dari produksi sampai pemasaran hasil. [tri]
Editor: Junaedi