WAISAI, sorongraya.co-Ditepian Jalan Trans Bandara yang sunyi di Kampung Napirboi, Distrik Waigeo Selatan, Raja Ampat, suara mesin pompa bahan bakar kini terdengar seperti musik kemajuan. Dari tempat yang dulu gelap oleh keterbatasan, berdiri SPBU Napirboi sebuah simbol perubahan yang menyalakan harapan baru bagi warga pesisir di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
SPBU Napirboi yang dikelola oleh PT Lima Putra Yef resmi beroperasi di Kelurahan Saonek, Distrik Waigeo Selatan, dan setiap minggunya menyalurkan rata-rata 1 ton bahan bakar minyak (BBM) kepada masyarakat. Angka itu mungkin tampak kecil, tetapi di wilayah terpencil seperti Raja Ampat, ia berarti besar menandai awal dari keadilan energi di tanah timur Indonesia.
Sebelum SPBU ini berdiri, warga harus menempuh jarak jauh hanya untuk mendapatkan bahan bakar. Kini, nelayan, pengemudi ojek, hingga sopir angkot bisa mengisi penuh tangki mereka tanpa harus meninggalkan kampung.
“Kehadiran SPBU ini sangat membantu. Dulu kami harus cari BBM jauh, bahkan kadang beli di eceran dengan harga tinggi. Sekarang lebih mudah dan murah,” katanya.
Program BBM Satu Harga yang dijalankan PT Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku menjadi payung utama lahirnya SPBU seperti Napirboi. Namun, perjalanan menyalurkan energi ke wilayah 3T bukan tanpa hambatan.
“Tantangan utama di Raja Ampat adalah akses logistik antarpulau. Distribusi dilakukan secara multimoda, dari kapal ke jeti, lalu ke mobil tangki sebelum sampai ke penyalur. Kadang harus dari kapal ke drum, tergantung kondisi lapangan,” jelas Irsan Gasani, Sales Branch Manager Papua Barat I Pertamina.
Ia menambahkan, meski sistem ship to ship belum diterapkan, Pertamina memastikan setiap liter bahan bakar yang disalurkan memenuhi standar nasional.
“Toleransi maksimal 0,6, dan saat ini masih di angka 0,4. Kalau lewat dari itu, harus dikalibrasi ulang,” ujarnya.
Program BBM Satu Harga adalah wujud nyata komitmen negara untuk menghadirkan keadilan energi bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk di pelosok timur.
“Untuk wilayah Papua, titik BBM Satu Harga ada di Mamberamo Raya dan Raja Ampat. Tahun ini total ada 15 titik di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, kehadiran BBM Satu Harga bukan hanya soal bahan bakar, tetapi juga tentang pemerataan ekonomi dan pengurangan disparitas harga.
“Program ini mengurangi beban masyarakat di daerah terpencil. Pertamina berkomitmen menjaga ketahanan energi nasional dan memastikan pemerataan akses hingga ke Tanah Papua,” tegasnya.
Infrastruktur yang terbatas dan medan yang sulit membuat biaya distribusi BBM di wilayah 3T sering kali melonjak tinggi. Namun, semangat untuk menyalakan energi ke seluruh penjuru negeri tidak pernah padam.
Program ini didukung pula oleh diversifikasi energi, seperti penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan pembangkit mikrohidro di beberapa desa, serta konverter kit bagi nelayan agar bisa beralih ke bahan bakar gas yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Inisiatif seperti Program Patriot Energi juga terus berjalan untuk membangun ketahanan energi berbasis masyarakat memastikan setiap desa, sekecil apa pun, memiliki akses terhadap sumber daya energi yang layak.
Kini, setiap suara mesin motor di Napirboi menjadi simbol kehidupan yang terus berdenyut. Dari tanah Raja Ampat yang kaya keindahan alam, hadir cerita tentang kesetaraan dan kemandirian energi.
SPBU Napirboi bukan sekadar bangunan dengan pompa dan tangki ia adalah metafora tentang janji Indonesia: menghadirkan energi Merah Putih dari Sabang sampai Merauke, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.
“Kalau dulu masyarakat beli dari sumber yang tidak jelas, sekarang mereka lebih mudah menjangkau SPBU resmi,” kata Irsan Gasani menutup perbincangan.
Dari barat hingga timur, dari kota hingga pesisir, cahaya dari Napirboi membuktikan bahwa keadilan energi bukan mimpi melainkan kenyataan yang kini menyala di ujung timur negeri.