SORONG,sorongraya.co – Anggota DPRD Komisi A dan BANGGAR DPRD Kabupaten Maybrat, Agustinus Tenau, S.Sos, M.Si, menyayangkan, kondisi jalan penghubung Ayawasi ke Mosun saat ini sangat memprihatinkan, membuat masyarakat yang berdomisili disana mengeluh dan harus mengumpulkan swadaya sendiri untuk memperbaiki keadaan jalan yang rusak.
Saat dihubungi media ini, Senin (29/7) Agus mengatakan, pemerintah jangan tidur, harus bangun dan melihat ruas jalan penghubung dari Ayawasi ke Mosun sangat rusak dan harus cepat diperbaiki karena jalan tersebut berada di Distrik Aifat Utara yang saat ini masuk dalam daftar pemekaran Aifat Utara Barat. Jalan ini juga sebagai penghubung dengan wilayah Mare, Yumasses dan bersinggungan langsung dengan wilayah Kabupaten Tambrauw. Di sana, ada sekitar 1.000 kepala keluarga, sekolah, puskesmas, pasar dan fasilitas umum lainnya.
“Tak banyak yang dapat dilakukan masyarakat, selain bekerja sendiri perbaiki jalan tanpa ulur tangan pemerintah. Bahkan, kami anggota DPRD Kabupaten Maybrat yang melakukan penjaringan aspirasi, harus mendapat kecaman serta pengusiran, karena dinilai tak mampu menyuarakan aspirasi mereka selama ini,”kata Agus
Menurut Agus, sejak Kabupaten Maybrat dimekarkan tahun 2009 silam, akses jalan ini tak tersentuh keseriusan pemerintah daerah. Padahal di sana, daya beli masyarakat sangat baik dan tinggi, sehingga akses jalannya harus menjadi perhatian pemerintah daerah dan tak boleh mengabaikannya, bukan hanya memperhatikan akses jalan di wilayah-wilayah lain.
“Jalan ini dulu adalah jalan setapak keluarga, jalan adat dan jalan agama yang digunakan oleh para misionaris untuk mewartakan firman Tuhan di kampung-kampung di sana. Setelah hadirnya Pemerintah Sorong Selatan, oleh Bupati Otto Ihalauw, jalan ini dibuka dan dijadikan jalan alternatif,”terang Agustinus.
Setelah hadirnya kabupaten Maybrat, harapan besar masyarakat ditaruh kepada pemerintah. Meskipun di periode pertama kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati jalan ini tak tersentuh, masyarakat masih mengerti bahwa ada keterbatasan dan kondisi Maybrat yang belum stabil. Namun, setelah melewati kurang lebih 10 tahun pemekaran, jalan tersebut masih juga terbengkalai.
“Setelah kami orang Aifat duduk di DPRD, mulai dari saya sendiri, saudara saya kakak Maximus Air dan almarhum Paskalis Baru, kami terus menerus menyuarakan hal ini. Namun sampai saat ini, aspirasi tentang jalan tersebut tidak pernah mendapat perhatian,”ungkapnya.
Oleh karena itu, dengan kritis Agustinus meminta agar pihak eksekutif tidak mengesampingkan masalah ini dan juga menaruh perhatian terhadap wilayah mereka. “Mosun itu masuk di Aifat Utara dan saat ini menjadi barometer bagi Kabupaten Maybrat, karena akses penerbangan ibu kota ada di Aifat Utara. Karenanya, eksekutif jangan hanya melakukan penumpukan rencana penganggaran, atau mengulang kembali pekerjaan di daerah-daerah tertentu, kemudian mengabaikan daerah-daerah di Aifat,”ketusnya.
Lanjutnya, pihak eksekutif, harus membagi rata perhatian pembangunan dalam APBD ke 24 distrik, sehingga tidak timbul kecemburuan dari masyarakat dan berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, akses jalan Ayawasi-Mosun dan sebaliknya, merupakan akses jalan paling mudah dan terdekat dari masyarakat di Mare, Mare Selatan, Mare Utara, Yumassess dan bahkan Kabupaten Maybrat, untuk ke ibu kota.
“Hampir setiap tahun penganggaran APBD, saya selalu mengusulkan masalah ini dan bahkan setiap pergantian kepala distrik atau musrenbang tingkat distrik, masyarakat selalu menyuarakannya, namun sangat disayangkan, hal ini selalu dikesampingkan dan pemerintah hanya selalu mengurus hal-hal yang mengulang atau kegiatan yang sama dari tahun ke tahun,”ujarnya.
Perlu diketahui bahwa jalan ini masuk dalam 7 jalan prioritas di Kabupaten Maybrat, yang suka atau tidak suka harus dibangun. Jalan ini tak sulit untuk mengerjakannya, karena dasarnya sudah dibuka oleh Pemerintah Sorong Selatan dan Pemerintah Kabupaten Maybrat di periode pertama, hanya tinggal melanjutkannya saja, dengan peningkatan atau pengaspalan.
“Memang ada dua tahun anggaran pemerintah maybrat membantu peningkatan jalan ini, namun di dua tahun itu, terhitung hanya Rp 2 miliar di tahun 2016 dan Rp 950 juta di tahun anggaran 2018. Bagaimana mungkin bisa dilakukan pengaspalan dari Ayawasi ke Mosun, yang memiliki jarak kurang lebih 10 kilometer hanya dengan dana begitu. Sementara dari perhitungan konsultan yang pernah saya minta, pengaspal jalan dari Ayawasi menuju Mosun kurang lebih memakan biaya sebesar Rp 27,5 miliar,”ujarnya.
Agus menyarankan, apabila pemerintah belum cukup anggaran untuk membangunnya, bisa dilakukan secara bertahap dari tahun ke tahun hingga tuntas. “Setiap tahunnya kami DPRD usulkan, tetapi sampai di Bappeda, Dinas PU, jalan ini tidak masuk dalam prioritas mereka. Padahal, acuan dalam penganggaran harus menggunakan hasil musrenbang, bukan menggunakan data pribadi atau keinginan pribadi mereka,”keluhnya.
Selain akses jalan prioritas Ayawasi Mosun, ia juga menyinggung soal peningkatan jalan prioritas lainnya, seperti jalan dari Yukase, Mapura, Subiah, Kokas, Suli, Kumurkek Ibu Kota Kabupaten Maybrat. Ruas berikutnya, Yukase, Afes, Tuso, Ayamaru Kota, serta ruas lainnya di Sauf ke Ayamaru Kota atau ruas jalan dari Jalan Raya Sorong Selatan Ayamaru, Athabu, Eway, Yaksoro, Aitinyo dan Fategomi, yang seharusnya menjadi ruas utama dan harus menjadi perhatian pemerintah.
“Harusnya pemerintah daerah jangan bikin jalan baru lagi, kalau bisa fokus pada tujuh ruas jalan yang sudah ada dan dianggarkan agar bisa tuntas dan difungsikan oleh masyarakat, kemudian bisa pindah untuk merencanakan pembangunan jalan yang baru lagi,”sarannya.
Pemerintah harus malu menanggapi hasil swadaya masyarakat di empat kampung calon Distrik Aifat Utara Barat, yang menghasilkan uang sebesar Rp 50 juta, untuk menyewa alat berat, membeli kayu dan lain sebagainya untuk perbaikan jalan dan jembatan. “Jalan ini kan tanggung jawab pemerintah daerah, bukan tanggung jawab pemerintah provinsi, pemerintah pusat atau masyarakat, karena ini adalah jalan penghubung distrik dan distrik atau kampung ke kampung. Ingat, di sana ada populasi warga, gereja, sekolah dan fasilitas puskesmas, namun diabaikan oleh pemerintah,”imbuhnya.
“Miris, ketika melihat ada orang sakit, apalagi bayi dan anak-anak atau ibu hamil yang membutuhkan pertolongan, harus berjuang mati-matian untuk melewati jalan yang terjal dan berbahaya tersebut. Bayangkan, disana tidak banyak kendaraan roda empat yang berani masuk ke sana. Jadi ibu-ibu sebisanya mengikat anak-anak mereka dengan kuat dan menaruhnya di noken, kemudian mengantarnya ke Ayawasi. Syukur-syukur mereka bisa selamat sampai di Ayawasi, tetapi kalau hujan atau saat jalanan berlumpur, nasib mereka ada di Tuhan. Sebagai anak Aifat saya merasa sangat malu dan bersalah jika hal ini terus dibiarkan,”tambahnya lagi.
Jika ditanya, apakah Bupati dan Wakil pernah datang dan melihat langsung kondisi jalan, jawabnya Iya, tetapi kunjungan itu tidak ada dampak positif sama sekali, setiap janji yang dilontarkan mereka hanya sebagai pemanis di bibir saja.
“Saya mengkritisi dinas teknis, yakni Bappeda dan PU, untuk tidak tidur saja dan mengesampingkan penderitaan masyarakat di sana. Saya pribadi yang mendukung langsung Bupati dan Wakil Bupati Maybrat selama 2 periode merasa malu akan janji-janji yang pernah diucapkan kepada masyarakat di sana. Saya pernah menanyakan ini dan hanya mendapatkan janji-janji tanpa eksekusi,”sesalnya.
Agus berharap agar di tahun anggaran 2020 pemerintah dapat memperhatikan hal ini. Sekali lagi saya tegaskan, Mosun sama dengan Ayamaru dan Mosun sama dengan daerah-daerah lain yang membutuhkan perhatian, sentuhan dan pembangunan, seperti masyarakat lain di Maybrat. [dwi]