SORONG, sorongraya.co – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Cristian Warinussy mempertanyakan status kepemilikan tanah di Manokwari yang hampir sebagian besar dikuasai oleh para pengusaha dari keturunan Tionghoa maupun non Orang Asli Papua (OAP).
“Saya mencatat di Manokwari saja di sekitar kota ini penguasaan tanah-tanah bukan lagi dimiliki oleh rakyat asli Papua. Tapi sudah dikuasai oleh beberapa oknum pengusaha keturunan Tionghoa maupun non Papua dalam jumlah puluhan bahkan diduga mencapai ratusan kapling tanah bersertifikat,” tutur Yan Cristian kepada sorongraya.co. Jumat 22 November 2019.
Menurutnya, hal ini perlu ditinjau kembali dan penting ditelusuri berdasarkan pendekatan kapitalisasi tanah adat. Sebagaimana pernah ditulis oleh Dr. Drs. Stepanus Malak (mantan Bupati Kabupaten Sorong). Juga dapat menggunakan pendekatan peninjauan perijinan sebagaimana diatur dalam amanat pasal 38 ayat (2) dan pasal 40 ayat (2) UU RI No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Tujuan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat menurut amanat pasal 43 UU Otsus Papua tersebut dan Masyarakat Asli (Indigenous Peoples) menurut amanat Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hak Bangsa Pribumi, hendaknya dapat dijadikan sebagai instrumen penting dalam melakukan peninjauan kembali terhadap prosea kapitalisasi tanah ada yang telah masif terjadi sepanjang lebih dari 20 tahun terakhir di seluruh Tanah Papua.
Ini tentu bertentangan dengan Kontitusi Negara yaitu UUD 1945, khususnya Pasal 18 B dan Pasal 27 serta Pasal 28 H. Fakta tersebut sesungguhnya sudah lama berlangsung dari tahun 19870-an hingga tahunn1980-an. Dimana di sekitar Jayapura, Entrop dan Kotaraja banyak kapling tanah dalam luasan berhektar-hektar dikuasai oleh salah satu Toko Bintang Mas sejumlah perusahaan.
Hal yang sama di Manokwari juga ada banyak kapling tanah yang dikuasai pengusaha group bahkan atas nama pribadi-pribadi. Berkenaan dengan itu, bagi Yan penting untuk ditelusuri bagaimana cara para pengusaha tersebut memperoleh tanah.
Sebab hal ini mengakibatkan banyak kelompok-kelompok masyarakat adat/asli Papua mengalami kehilangan hak-haknya atas tanah tanpa disadari dan diketahuinya sama sekali. [dwi]