SORONG, sorongraya.co – Perekrutan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi maupun Kabupaten/Kota jalur Otsus tengah berlangsung. Sejumlah aktivis lembaga adat seperti Forum Komunikasi Imekko Papua Barat Daya mengingatkan Panitia Seleksi maupun pemerintah perlu “berhati-hati”, saat melakukan perekrutan terhadap para wakil rakyat tersebut.
Ketua Forkom Imekko Papua Barat Daya Ferry Onim mengatakan, untuk menghindari potensi konflik antar suku maka Pansel DPRP maupun DPRK harus hati-hati dalam mengambil keputusan.
Seperti yang tertera dalam Undang-undang otonomi khusus sendiri, wilayah papua barat daya terbagi menjadi empat suku di antaranya Suku Moi, Suku Imekko, Suku Maybrat, Suku Betkaf dari Raja Ampat.
“Dalam Internal Suku Moi saja sendiri Pasti ada Potensi Konflik, dan belum lagi disusul oleh suku Papua lain yang berada di Papua Barat Daya ini. Dengan tegas saya meminta agar Pansel DPRP Provinsi, Pansel DPRK Kota Dan Kabupaten untuk menginventarisir Pembangian Kursi DPRP dan DPRK secara baik yang berpedoman pada aturan,” tegas Onim. Minggu, 05 Januari 2025.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan Pansel, Pertama, yang sudah pernah menjabat sebagai anggota DPRP di Provinsi Papua Barat Selama lima tahun, tidak diperbolehkan untuk terpilih kembali, hal ini dikarenakan masih banyak anak Papua lain yang bisa menduduki jabatan tersbut.
Kedua, Pansel dan Kesbangpol perlu melihat kemampuan setiap calon anggota DPRP dan DPRK yang mampu memberikan kontribusi ide dan gagasan yang baik, agar bersama Gubernur, Bupati dan Wali Kota serta elemen masyarakat untuk membangun Papua Barat Daya.
“Forkom Imekko Bersatu dengan tegas meminta Pansel dan KesbangPol Provinsi dan Kabupaten Kota untuk memperhatikan setiap pengusulan nama calon anggota DPRP dan DPRK itu, ketika ada Konflik, segera hentikan dan kembalikan ke setiap lembaga adat agar melakukan musyawarah bersama, bukan musyawarah sepihak,” tegas Onim.
Aktivis GMNI Cabang Sorong ini juga mengingatkan kepada KesbangPol agar melakukan pengecekan kembali setiap lembaga adat yang telah dibentuk, apakah kehadiran lembaga adat tersebut mengakomodir masyarakatnya atau-kah hanya sebagai “Benalu” di UU Otsus, demi kepentingan sekelompok orang itu sendiri.
“Hari ini hampir banyak “jamur-jamur” lembaga adat yang dibuat mengatas-namakan Lemabga Masyarakat adat. Lembaga adat itu Kita harus tahu bukan pada zaman Otsus saja, namun sebelum ada Otsus, lembaga adat itu harusnya sudah eksis, jadi bagian ini perlu dipahami secara baik,” pungkasnya.