WAISAI,sorongraya.co – Pemerintahan Kabupaten Raja Ampat dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat bersama Organisasi Fauna & Flora International Indonesia Programme (FFI-IP) mendukung peningkatan ekowisata berkelanjutan di Raja Ampat.
Hal tersebut diwujudkan dalam kegiatan lokakarya yang digelar di Acropora Cottage Waisai selama dua hari sejak tanggal 5 sampai 6 Maret 2019.
Kepala BBKSDA Papua Barat, Basar Manullang mengatakan, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan BKSDA dan FFI-IP tahun, 2017-2018, keanekaragaman hayati Kabupaten Raja Ampat terutama di Pulau Waigeo, Batanta, Salawati, Misool, serta Kofiau terdapat, 186 jenis burung, 40 jenis amfibi, 13 jenis reptil, 32 jenis mamalia, 350 jenis pohon kayu dan palem, 57 jenis anggrek, dan 5 jenis kantong semar yang tidak ditemukan ditempat lain.
Meski demikian lanjutnya, masih ada Fauna dan Flora endemik yang perlu diteliti, sebut saja Burung Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica), Cendrawasih Merah (Paradisaea rubra), Maleo Waigeo (Aepypodius bruijnii), Kuskus (Tikus Tanah-red) Waigeo (Spilocuscus papuensis) dan Anggrek (Dendrobium Azureum).
“Keberadaan flora dan fauna endemik tersebut menjadikan kabupaten raja ampat sebagai kawasan prioritas konservasi. Namun, penebangan pohon liar dan perburuan hewan untuk diperjualbelikan hingga dikonsumsi masyarakat masih kerap ditemukan di berbagai wilayah. Adapun hewan yang paling diburu adalah jenis Kakatua Koki, Kakatua Galerita, Kasturi Kepala Hitam, Lorius Lory dan Nuri Bayan Eclectus Roratus. Selain itu, adanya ancaman terhadap penyu yang dikonsumsi telur dan daging sebagai bahan makanan dalam keluarga atau acara peringatan di kampung,”kata Basar. Selasa, 5 Maret 2019.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Raja Ampat, Abdul Rahman Wairoy menyampaikan, pariwisata menjadi salah satu sektor pembangunan ekonomi di Raja Ampat. Keindahan alam bawah laut dan daratannya menjadikan Pariwisata di Kabupaten Bahari ini telah terkenal sampai di Mancanegara. Sehingga, menginspirasi Pemerintah Kabupaten Raja Ampat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang sejak tahun 2011 hingga tahun 2030 untuk menetapkan pariwisata yang berbasis masyarakat leading sektor potensial yang dapat berperan sebagai penggerak bagi sektor-sektor lainnya penopang perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Data dan hasil kajian yang telah dilakukan oleh BBKSDA dan FFI-IP dapat dijadikan referensi dasar untuk perencanaan pembangunan kedepan untuk penataan ruang dan pengembangan ekowisata berkelanjutan dengan tetap menjaga alam sekitar di Kabupaten Raja Ampat,”jelas Abdul.

Wisata berbasis masyarakat telah dilakukan sejak 2015 dan masyarakat semakin tertarik dengan konsep ini. Saat ini telah ada empat bangunan dan lebih dari 14 rumah warga kampung dampingan BBKSDA Papua Barat dan FFI-IP yang dijadikan homestay. Warga setempat kemudian dilatih dalam pelayanan homestay dan pelibatan pemuda kampung untuk menjadi pemandu wisata. Mereka juga dilatih sebagai penjaga alam dengan melakukan monitoring dengan berbasis Spatial Monitoring and Reporting Tool (SMART).
“Wisata yang tengah kami kembangkan bersama masyarakat lokal antara lain, trekking panorama alam, trekking malam, mancing malam, proses tokok sagu, aktivitas berkebun, pengamatan burung, gua kelelawar, budaya dan cerita rakyat,” pungkasnya. [drk]