Penandatanganan Kesepakatan Dana Hibah Program Blue Abadi Fund (BAF) oleh Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, Riki Frindos kepada salah satu mitra usaha lokal, Tri Kurnia Goram selaku Ketua Yayasan Nazareth Papua (YNP). Kamis, 21/03/19. /Foto: Istimewa
Metro

Dukung 20 Lembaga Sosial, BAF Cairkan 25 Miliar Siklus ke II 2019

Bagikan ini:

SORONG,sorongraya.co – Dalam rangka mewujudkan pengelolaan Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) secara berkelanjutan dan mendukung implementasi Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi, Blue Abadi Fund (BAF) meluncurkan program pengembangan, pemberdayaan serta pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) dengan merangkul 20 mitra lembaga sosial melalui pencairan dana siklus ke II tahun 2019 sebanyak 25,2 miliar rupiah.

Kolaborasi tersebut diwujudkan dengan penandatanganan kesepakatan hibah yang berlangsung di Swiss Belhotel Sorong Kamis, 21 Maret 2019, yang dihadiri Yayasan KEHATI sebagai Administrator BAF, Conservation International (CI) Indonesia dan 20 lembaga sosial penerima dana Hibah BAF.

Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI), Riki Frindos mengawali sambutannya menyampaikan, secara umum pelaksanaan pada siklus I telah berjalan dengan baik dan mendapat apresiasi dari pihak Governance Committee (GC) BAF dan pihak pendonor. Dengan keberhasilan siklus ke I, tentu akan ada peningkatan yang jauh lebih baik untuk siklus ke II kedepannya terkait situasi dan area.

“Siklus I merupakan pertama dan menjadi proses pembelajaran kedepannya bagi mitra dan semua pihak lain yang terlibat,”kata dia.

Dijelaskan, perihal jumlah penerima hibah siklus ke II ini disesuaikan dengan rencana BAF yang secara keseluruhan berdasarkan strategi dan implementasi dari waktu ke waktu. Yang mana respon dari mitra akan proses review dimulai dari administrator dan dewan penasihat diputuskan dalam forum tertinggi BAF yaitu GC.

“Harapan dari BAF untuk siklus kedua ini dapat dieksekusi dan dimanfaatkan dengan lebih baik. Memberikan pemanfaat keberlanjutan terhadap program-program yang sudah dimulai pada siklus 1 dan program-program untuk siklus II ini dapat memberikan landasan tercapainya rencana strategis BAF untuk 5 tahun pertama serta tujuan jangka panjang BAF kedepan,”jelasnya.

Foto bersama usai Kegiatan Penandatanganan Dana Hibah BAF Siklus II, yang berlangsung di Swiss Belhotel Sorong. Kamis, 21/03/19. /Foto: Istimewa.

Sementara itu, salah satu penerima dana hibah BAF dari Yayasan Nazaret Papua (YNP), Tri Kurnia Goram menyampaikan, dengan adanya BAF, yayasannya yang bergerak di bidang pelestarian alam, pelayanan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat adat lokal di Misool Utara dapat menjalankan program programnya dengan baik.

“Dengan dana BAF ini kami bisa melakukan patroli dan monitoring, juga melakukan serangkaian pendidikan lingkungan hidup. Semua dapat terselenggara dengan lancar dan mendapat apresiasi dari masyarakat. Yang lebih utama bersama masyarakat adat kami dapat melakukan deklarasi kawasan konservasi perairan adat di misool utara,”ujar Tri.

Untuk diketahui, pada 12 Oktober 2015, Pemerintah Provinsi melalui Gubernur, Brigjen. TNI Mar. (Purn.) Abraham Octavianus Atururi, telah mendeklarasikan Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi. Inisiatif tersebut dilatari sebuah paradigma bahwa masyarakat Papua Barat hidupnya bergantung kepada alam yang menyediakan sumber sandang, pangan, dan papan. Prinsip-prinsip yang termaktub dalam deklarasi tersebut mencakup, perlindungan lingkungan hidup, pengawetan keanekaragaman hayati dan pengelolaan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) secara berkelanjutan serta pemulihan lingkungan hidup dan pengelolaan ekosistem.

Bentang Laut Kepala Burung (BLKB) terletak di Provinsi Papua Barat dan sebagian Provinsi Papua, terbentang seluas lebih dari 22 juta hektar yang meliputi, Teluk Cenderawasih, Kabupaten Raja Ampat, hingga ke Kabupaten Fakfak dan Kabupaten Kaimana. Kawasan ini merupakan episentrum segitiga terumbu karang dan sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia yang merupakan ‘rumah’ bagi 75% spesies terumbu karang.

Seiring berjalan, BLKB sering menghadapi tekanan berupa eksploitasi terhadap Sumber Daya Alamnya sehingga, BLKB terancam akan kehilangan spesies kharismatik yang menjadi kekayaannya. Ancaman ini tidak hanya akan menjadi derita ekologi, namun juga derita bagi masyarakat yang mendiami kawasan yang menggantungkan penghidupannya pada hasil perairan BLKB.

Kolaborasi pengelolaan kawasan BLKB telah dimulai sejak tahun 2001 oleh Conservation International (CI) Indonesia, The Nature Conservancy (TNC) dan WWF-Indonesia yang membangun kerjasama dengan berbagai mitra usaha lokal. Pemerintah Daerah dan universitas pada bulan Februari 2017 konsorsium telah meluncurkan Program Blue Abadi Fund (BAF) sebagai model pendanaan jangka panjang dan pelestarian bagi kawasan BLKB dimana Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) merupakan administrator yang ditunjuk untuk mengelola dana BAF.

Sebagai pengelola dana yang bersumber dari Blue Abadi Fund tersebut, Administrator (Yayasan KEHATI) telah menyalurkan lebih dari 26 miliar rupiah pada siklus 1 sepanjang Juli 2017 hingga Desember 2018 dengan total 23 mitra usaha di BLKB. Pada peluncuran BAF siklus 2, total dana dukungan kurang lebih 25,2 miliar rupiah untuk tahun 2019 yang akan didistribusikan kepada 20 mitra lokal yang bekerja di Provinsi Papua Barat. Dukungan dana pada kedua siklus pertama ini didanai oleh hibah USAID kepada BAF melalui Conservation International (CI). [dwi]


Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.